Sedikit di antara kita yang mengenal Amah binti Khalid atau lebih di kenal dengan panggilan kunyahnya Ummu Khalid binti Khalid. Ada yang menarik dalam sosok Ummu Kholid binti Kholid karena ia adalah salah satu dari beberapa anak yang lahir di negeri Habasyah. Sebuah negeri yang mayoritas penduduknya adalah beragama Nasrani. Secara kultur masyarakat dan warna kulit sangat jauh berbeda dengan bangsa Arab. Ayahnya, Khalid bin Sa’id adalah salah satu dari rombongan para shahabat yang berhijrah dari Mekkah ke Habasyah (Abesinia) dan termasuk orang pertama yang masuk ke dalam Islam. Inilah kelompok komunitas muslim pertama yang hidup di masyarakat mayoritas non muslim.
Ibnu Ishaq menyebutkan keterangan panjang tentang nama-nama dan nasab para sahabat yang hijrah ke Habasyah yang berjumlah 82 orang laki-laki, 18 wanita yang telah bersuami, 11 wanita-wanita Quraisy, dan 7 orang asing non-Quraisy. Sebagian besar para sahabat dari Quraisy yang hijrah ke Habasyah adalah orang-orang terhormat di kaum mereka dan merupakan orang-orang utama di rumah-rumah mereka. Jumlah tersebut belum ternasuk anak-anak kecil yang ikut hijrah bersama mereka atau anak-anak yang lahir di Habasyah. Peristiwa ini terjadi di tahun ke-5 kenabian. Di antara rombongan tersebut terdapat Utsman bin Affan dan isteri beliau Ruqayyah yang merupakan putri Rasulullah.
Kisah yang Menguatkan Identitas Diri
Mari kita bayangkan sejenak tentang Amah binti Kholid. Ia yang lahir di tengah masyarakat dengan mayoritas warna kulit, bahasa, agama dan budaya yang berbeda. Tumbuh dalam sebuah lingkungan masyarakat yang sama sekali berbeda dengan dirinya. Lebih mudah untuk merasakannya mungkin bagi teman-teman yang saat ini hidup di Eropa, Amerika, Afrika atau belahan bumi lain yang mayoritas penduduknya non muslim. Ketika anak-anak lahir dan tumbuh berkembang dalam lingkungan seperti itu. Apa yang harus di lakukan untuk menguatkan identitas ke-Islaman mereka ?
Amah binti Khalid tumbuh dengan kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan Islam justeru dalam sebuah lingkungan Kristen. Ada banyak hal yang sangat menarik bisa kita dengar dari diri Amah binti Khalid. Di mana sebagian besar penuturannya tentang Iman dan Islam justeru bersumber dari sang ayah yang sangat ia cintai. Lewat cerita sang ayah yang kuat melekat dalam kenangannya.
Berkata Ummu Khalid binti Khalid, ”Ayahku adalah yang kelima masuk ke dalam Islam”. Kemudian ada yang bertanya,” siapa sebelumnya ?”. Ia menjawab, ”Ali bin Abi Thalib, Abu Bakr Ash Shiddiq, Zaid bin Haritsah dan Sa’ad bin Abi Waqash”. Dan sebab ke Islamannya ia bercerita, ” Suatu saat di dalam tidurnya ia bermimpi, sedang berada di pinggir api besar kemudian ayahnya mendorong ke api tersebut. Lalu ada seseorang yang menarik dan menyelamatkan dirinya ”. Khalid bin Sa’id begitu takut dengan mimpi itu, lalu ia mendatangi sahabatnya yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq dan menanyakan kepadanya perihal mimpi yang ia alami. Abu bakar berkata,”Sesungguhnya Allah menghendaki kebaikan untukmu. Lelaki yang menyelamatkan engkau itu adalah Rasulullah, menarik engkau dari api neraka di saat ayahmu mendorong dirimu ke dalamnya". Lalu Khalid bin Sa’id mendatangi Rasulullah dan menyatakan ke-Islamannya.
Amah binti Khalid pun pernah bertanya kepada ayahnya tentang kakeknya yang tidak berislam, “Mengapa kakek tidak masuk Islam dan tidak beriman kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam ?”
Dengan kesedihan yang teramat sangat bercampur rasa takut, Khalid bin Sa’id menjawab, “Putriku, kakekmu, Sa’id bin al-Ash, adalah salah satu tokoh Quraisy. Perkataannya mereka dengar dan mempunyai kedudukan penting di sisi mereka. Ia dikenal dengan nama Abu Uhaihah dan cerdas. Namun, setan menguasai jalannya. Ia pun berang karena aku masuk Islam, memukuliku, dan mencelakaiku. Bahkan, ia meminta meninggalkan Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihiwasallam dan meninggalkan agama baru yang aku anut. Agama yang sudah menghina agama nenek moyang juga menghina patung-patung sesembahan. Namun, aku menolak keras permintaan kakekmu dan aku tetap memeluk agama Alah serta mengikuti Rasullah Shalahllahu’alaihi Wasallam”.
Ibnu Ishaq menyebutkan keterangan panjang tentang nama-nama dan nasab para sahabat yang hijrah ke Habasyah yang berjumlah 82 orang laki-laki, 18 wanita yang telah bersuami, 11 wanita-wanita Quraisy, dan 7 orang asing non-Quraisy. Sebagian besar para sahabat dari Quraisy yang hijrah ke Habasyah adalah orang-orang terhormat di kaum mereka dan merupakan orang-orang utama di rumah-rumah mereka. Jumlah tersebut belum ternasuk anak-anak kecil yang ikut hijrah bersama mereka atau anak-anak yang lahir di Habasyah. Peristiwa ini terjadi di tahun ke-5 kenabian. Di antara rombongan tersebut terdapat Utsman bin Affan dan isteri beliau Ruqayyah yang merupakan putri Rasulullah.
Kisah yang Menguatkan Identitas Diri
Mari kita bayangkan sejenak tentang Amah binti Kholid. Ia yang lahir di tengah masyarakat dengan mayoritas warna kulit, bahasa, agama dan budaya yang berbeda. Tumbuh dalam sebuah lingkungan masyarakat yang sama sekali berbeda dengan dirinya. Lebih mudah untuk merasakannya mungkin bagi teman-teman yang saat ini hidup di Eropa, Amerika, Afrika atau belahan bumi lain yang mayoritas penduduknya non muslim. Ketika anak-anak lahir dan tumbuh berkembang dalam lingkungan seperti itu. Apa yang harus di lakukan untuk menguatkan identitas ke-Islaman mereka ?
Amah binti Khalid tumbuh dengan kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan Islam justeru dalam sebuah lingkungan Kristen. Ada banyak hal yang sangat menarik bisa kita dengar dari diri Amah binti Khalid. Di mana sebagian besar penuturannya tentang Iman dan Islam justeru bersumber dari sang ayah yang sangat ia cintai. Lewat cerita sang ayah yang kuat melekat dalam kenangannya.
Berkata Ummu Khalid binti Khalid, ”Ayahku adalah yang kelima masuk ke dalam Islam”. Kemudian ada yang bertanya,” siapa sebelumnya ?”. Ia menjawab, ”Ali bin Abi Thalib, Abu Bakr Ash Shiddiq, Zaid bin Haritsah dan Sa’ad bin Abi Waqash”. Dan sebab ke Islamannya ia bercerita, ” Suatu saat di dalam tidurnya ia bermimpi, sedang berada di pinggir api besar kemudian ayahnya mendorong ke api tersebut. Lalu ada seseorang yang menarik dan menyelamatkan dirinya ”. Khalid bin Sa’id begitu takut dengan mimpi itu, lalu ia mendatangi sahabatnya yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq dan menanyakan kepadanya perihal mimpi yang ia alami. Abu bakar berkata,”Sesungguhnya Allah menghendaki kebaikan untukmu. Lelaki yang menyelamatkan engkau itu adalah Rasulullah, menarik engkau dari api neraka di saat ayahmu mendorong dirimu ke dalamnya". Lalu Khalid bin Sa’id mendatangi Rasulullah dan menyatakan ke-Islamannya.
Amah binti Khalid pun pernah bertanya kepada ayahnya tentang kakeknya yang tidak berislam, “Mengapa kakek tidak masuk Islam dan tidak beriman kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam ?”
Dengan kesedihan yang teramat sangat bercampur rasa takut, Khalid bin Sa’id menjawab, “Putriku, kakekmu, Sa’id bin al-Ash, adalah salah satu tokoh Quraisy. Perkataannya mereka dengar dan mempunyai kedudukan penting di sisi mereka. Ia dikenal dengan nama Abu Uhaihah dan cerdas. Namun, setan menguasai jalannya. Ia pun berang karena aku masuk Islam, memukuliku, dan mencelakaiku. Bahkan, ia meminta meninggalkan Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihiwasallam dan meninggalkan agama baru yang aku anut. Agama yang sudah menghina agama nenek moyang juga menghina patung-patung sesembahan. Namun, aku menolak keras permintaan kakekmu dan aku tetap memeluk agama Alah serta mengikuti Rasullah Shalahllahu’alaihi Wasallam”.
Hingga Amah binti Khalid menjadi tahu sebab musabab mengapa mereka, serombongan kaum muslimin harus hijrah ke Habasyah. Dan ia pun menjadi tahu mengapa ayahnya dan seluruh kaum muslimin mencintai Rasulullah. Sebuah kecintaan yang perlahan ia rasakan tumbuh di dalam dirinya.
Setelah Rasulullah Hijrah ke Madinah, kaum muslimin yang berada di negeri Habasyah pun berpamitan kepada Raja Najasyi. Seorang raja yang baik, yang telah menerima kaum muslimin dan melindungi mereka dengan kearifan dan keadilannya. Najasyi menitipkan salam kepada Rasulullah. Ucapan Najasyi ini terdengar oleh Amah binti Khalid yang masih kecil, dengan kisaran usia 5-6 tahun. Ketika rombongan kaum muslimin dari Habasyah sampai ke negeri Madinah dan bertemu Rasulullah. Itulah kali pertama Amah binti Khalid melihat wajah manusia terbaik yang sangat di cintai oleh orang tuanya. Itulah pula wajah orang yang begitu ia cintai. Tidak ada rasa canggung dalam dirinya. Ia pun memberanikan diri untuk berkata kepada Rasulullah,” Ya Rasulullah, Najasyi menyampaikan salam untuk dirimu”.
Ada sebuah kenangan yang begitu indah melekat dalam diri Amah binti Khalid, saat ketika ia mendapatkan hadiah sebuah pakaian dari Rasulullah
حَدَّثَنَا حِبَّانُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ خَالِدِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أُمِّ خَالِدٍ بِنْتِ خَالِدِ بْنِ سَعِيدٍ قَالَتْ
أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَبِي وَعَلَيَّ قَمِيصٌ أَصْفَرُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَنَهْ سَنَهْ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَهِيَ بِالْحَبَشِيَّةِ حَسَنَةٌ قَالَتْ فَذَهَبْتُ أَلْعَبُ بِخَاتَمِ النُّبُوَّةِ فَزَبَرَنِي أَبِي قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْهَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْلِي وَأَخْلِفِي ثُمَّ أَبْلِي وَأَخْلِفِي ثُمَّ أَبْلِي وَأَخْلِفِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ فَبَقِيَتْ حَتَّى ذَكَرَ
Telah bercerita kepada kami Hibban bin Musa telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah dari Khalid bin Sa'id dari bapaknya dari Ummu Khalid binti Khalid bin Sa'id berkata; Aku menemui Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam bersama bapakku yang saat itu aku mengenakan baju berwarna kuning. Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam berkata; "Bagus, bagus". 'Abdullah berkata; (Beliau mengucapkan) kata-kata yang berasal dari bahasa Habasyiah, yang maksudnya hasanah (bagus). Dia (Ummu Khalid) berkata; Maka aku pergi bermain khatam nubuwah (cincin yang bertanda kenabian) Kemudian bapakku membentakku namun Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam berkata: "Biarkanlah dia". Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam bersabda: "abliy wa akhlifiy tsumma abliy wa akhlifiy tsumma abliy wa akhlifiy tsumma abliy wa akhlifiy" ("Semoga sampai lusuh bajunya", ini adalah suatu do'a untuk mendo'akan seseorang agar panjang umur hingga bajunya lusuh). 'Abdullah berkata; Maka Ummu Khalid hidup lama sampai dia menceritakannya. (Menurut Ibnu Hajar, “Amah binti Khalid hidup lama sekali, yakni hidup hingga zaman Musa bin Uqbah.” Sedangkan al-Dzahabi berkata, “Ia hidup hampir 90 tahun, saya berpendapat bahwa Amah binti Khalid adalah shahabiyah yang terakhir meninggal dunia, karena ia hidup hingga zaman Sahl bin Sa’d.”)
Sebuah kejadian yang sungguh luar biasa, kenangan terindah dari Amah binti Khalid bersama manusia terbaik di alam ini.
Amah binti Khalid, sosok wanita mukminah yang tumbuh kembangnya di negeri mayoritas non muslim, tapi kecintaannya kepada Rasulullah pun tumbuh subur di dalam dirinya, di bawah sentuhan lembut keimanan kedua orang tuanya. Mengingatkan kita, para orang tua. Bahwa kisah yang penuh dengan nuansa keimanan adalah salah satu bagian penting yang dapat membentuk jati diri keislaman putra-putri kita.(cahayasiroh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.