Apa yang membuat para nabi dan rasul menjadi orang yang demikian istimewa? Jawabannya adalah keberanian dan kecerdasan mereka dalam menentang adat jahiliyah masyarakatnya. Salah satu utusan Allah yang dapat kita simak kisahnya dalam al-Quran adalah Nabi Ibrahim as. Melalui al-Quran kita dapat menyimak dialog yang menyiratkan keberanian dan kecerdasan Nabi Ibrahim as. saat berdialog dengan ayahnya yang musyrik Azar, dengan kaumnya dan juga dengan Raja Namrudz.Kepada ayahnya yang pembuat berhala, dan kaumnya yang menyembah berhala buatan ayahnya, Nabi Ibrahim mempertanyakan perbuatan mereka tersebut. Firman Allah:
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.”(QS. al-An’am: 74).
Juga kepada Raja Namrudz saat Beliau ditangkap. Firman Allah:
“Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)”,(TQS. Al Anbiya: 63-64).
Apa yang dilakukan para nabi dan rasul adalah teladan bagi kita di dalam berpikir, berucap dan bertindak. Mereka adalah para pendobrak arus utama kehidupan masyarakat. Mereka berani beda dalam menyikapi kebatilan yang sedang menjadi ‘trending topic’. Ketika orang lain tenggelam dan membebek pada kebiasaan yang ada, para nabi dan rasul berani menyuarakan kebenaran.
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.”(QS. al-An’am: 74).
Juga kepada Raja Namrudz saat Beliau ditangkap. Firman Allah:
“Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)”,(TQS. Al Anbiya: 63-64).
Apa yang dilakukan para nabi dan rasul adalah teladan bagi kita di dalam berpikir, berucap dan bertindak. Mereka adalah para pendobrak arus utama kehidupan masyarakat. Mereka berani beda dalam menyikapi kebatilan yang sedang menjadi ‘trending topic’. Ketika orang lain tenggelam dan membebek pada kebiasaan yang ada, para nabi dan rasul berani menyuarakan kebenaran.
Itu diawali dengan cara berpikir mereka yang sungguh cerdas; ‘mengapa orang-orang melakukan sesuatu yang tidak masuk di akal dan hanya mengikuti kebiasaan?’ Nah, hal seperti ini yang harus kita ambil sebagai cara berpikir. Pada saat banyak orang melakukan ‘ini-itu’ yang mereka tidak punya ilmu tentangnya, apalagi kemudian ternyata batil, seorang muslim semestinya memikirkannya dengan kritis. Bertanya pada diri sendiri; apa layak saya mengikuti apa yang berkembang di masyarakat padahal itu bertentangan dengan prinsip hidup saya?
Keteladanan kedua yang patut kita ikuti dari para utusan Allah seperti Nabi Ibrahim yang mulia itu adalah keberanian untuk berdialog dengan orang lain. Ada orang yang cerdas dan tahu kebenaran akan tetapi sungkan untuk menyampaikannya kepada orang lain. Ini yang tidak dialami para nabi dan rasul. Mereka tidak malu apalagi takut untuk bertukar pikiran dengan orang lain demi menyebarkan kebenaran. Mereka yakin bahwa prinsip hidup mereka meski bertentangan dengan orang lain — termasuk masyarakat – adalah yang benar, dan yang lain batil.
Mereka juga percaya bahwa dengan dialog itu akan dapat menyelamatkan kesalahan orang lain. Bila pun yang lawan dialognya tidak mau mengikuti keyakinannya, mereka tidak merasa rugi, karena yang penting tugas mereka sebagai penyampai gagasan yang benar sudah dilakukan.
Nah, maukah kita mengambil kemuliaan yang pernah diraih para nabi dan rasul? Insya Allah kita bisa melakukannya, dan Allah akan bersama kita [iwanjanuarcom].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.