[91:1] Demi matahari dan cahayanya di pagi hari
[91:2] dan bulan apabila mengiringinya
[91:3] dan siang apabila menampakkannya
[91:4] dan malam apabila menutupinya
Pertama, pada ayat pertama Al-Qur'an menggunakan kata "dhuhaha" dengan asal kata "dhuha" yang berarti "cahaya pagi". Jika di lain ayat Allah menggunakan kata "dhiyaan" untuk menyatakan sinar matahari, disini Allah menyatakan dengan kata "dhuha". Kenapa "dhuha" ? karena "dhuha"-lah cahaya matahari yang tampak di bumi.
Di ayat ketiga Allah menyatakan "dan siang apabila menampakkannya (jallāhā)". "jallāhā" di sini di artikan menampakkan, akan tetapi kata "jalla" yang merupakan kata dasar dari "tajalla" dapat pula di artikan dengan berarti "memuliakan", "mengagungkan" atau "membesarkan" (silakan menggunakan kamus bahasa arab, atau di Arabic-English Lane's Lexicon, atau dapat pula dilihat di corpus.quran.com)
Ilmu pengetahuan saat ini menyatakan bahwa yang menyebabkan siang menjadi terang benderang adalah dikarenakan atmosfir bumi memfilter cahaya matahari dan menguatkan dengan cara menyebarkannya (scattering). Tanpa atmosfir bumi, cahaya matahari yang dirasakan di bumi tidak akan seterang saat ini dan akan jauh lebih berbahaya karena tidak adanya filter.
Kenyataannya, di luar angkasa, cahaya matahari tidak "tampak" seterang di bumi yang mampu menyinari seluruh permukaan suatu planet. Hal ini dikarenakan karena luar angkasa itu sangat gelap. Cahaya matahari nyaris "tertutup malam" seperti yang dikatakan di ayat ke 4 surah Asy-Syam di atas. Siang hari di bulan akan sangat berbeda dengan dibumi. Warna gelap akan tetap mendominasi langit bulan, tidak akan biru terang seperti siang hari di bumi. Ini disebabkan karena "siang" di bulan tidak "mengagungkan" cahaya matahari akibat atmosfer yang tidak memadai.
Di dalam ayat yang lain Allah menyatakan :
[36:37] Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan.
Seperti yang pernah diuraikan pada postingan "Matahari dan bulan mengelilingi bumi" sebelumnya, penggunaan kata "tanggalkan" di sini mengandung arti bahwa malam (kegelapan) mendominasi alam semesta, seperti pigura yang ditanggalkan dari dinding yang berarti dinding yang mendominasi. Di bawah adalah gambar matahari yang diambil oleh NASA, dimana terlihat, walaupun terdapat sinar matahari, sekeliling luar angkasa tetaplah terdominasi oleh malam, sehingga tepatlah istilah siang ditempelkan pada malam, dan pada akhirnya siang ditanggalkan dari malam :
Mari kita perhatikan pernyataan pada ayat yang lainnya :
[15:14] Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya,
[15:15] tentulah mereka berkata: "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan (sukkirat), bahkan kami adalah orang orang yang kena sihir".
"Sukkirat" pada ayat 15 surah Al-Hijr sebagaimana di sebutkan diatas diartikan sebagai dikaburkan. "sukkirat" adalah bentuk pasif dari "sukara" yang artinya mabuk. Jadi "sukkirat" juga dapat diartikan sebagai "dikaburkan, disamarkan, atau dibutakan seperti dalam keadaan mabuk". Allah memberitahukan bahwa apabila seseorang pergi ke luar angkasa, mereka akan mendapati pandangan mereka dikaburkan dan digelapkan, karena luar angkasa itu dalam keadaan hitam gelap, tidak berwarna biru terang seperti siang yang terlihat dari bumi, tidak seperti prasangka orang-orang sebagaimana yang teramati dari bumi.
Di surah Al-Lail (91) ayat 1 pun disebutkan bahwa malam (gelap) itu meliputi dan menutupi, yang berarti malam mendominasi alam semesta :
[Q.S 92:1] Demi malam yang meliputi/menutupi
Jadi, Al-Qur'an menyatakan bahwa siang yang terjadi di bumi tidak dikarenakan karena adanya matahari itu sendiri, melainkan karena siang itu (dengan adanya atmosfir bumi), menguatkan,menyebarkan, dan memfilter cahaya matahari, yang terjadi ketika sebagian permukaan bumi menghadap ke arah matahari, Sesuatu yang dinyatakan 15 abad yang lalu dengan bahasa yang dapat diterima pada jamannya dan dapat dibuktikan kebenarannya dengan ilmu pengetahuan saat ini.
Tanpa matahari tentu saja tidak akan mungkin ada siang, akan tetapi adanya matahari saja tidak cukup untuk menjadikan siang di bumi seperti yang manusia rasakan. Perlu adanya elemen lain (baca : atmosfer) agar dapat menjadikan sinar matahari yang sampai ke bumi dapat menjadi siang seperti yang dirasakan oleh seluruh makhluk di bumi saat ini.
Bahasa arab yang sangat kaya akan makna, dimana satu kata dapat memiliki banyak makna merunut dari akar-akar katanya maupun dari penggunaan kata itu sendiri, dapat menjadi salah satu alasan mengapa Allah menjadikan bahasa arab sebagai bahasa Al-Qur'an, wallahu a'lam, seperti hadist yang disebutkan di akhir postingan ini.
Surah Asy-Syams menerangkan tentang Hidrogen dan Helium
Ilmu pengetahuan saat ini menjelaskan bahwa matahari terdiri dari kurang lebih 74% hidrogen (H), 24% helium (He) dan 2% unsur lain. Helium ini sendiri terbentuk dari hasil reaksi energi nuklir terhadap Hidrogen.
Tidak dapat dikatakan sebagai suatu kebetulan kalau surat Asy-Syams, yang berarti matahari, merupakan satu-satunya surah yang seluruh ayatnya di akhiri oleh hamzah (H) and alif (A dalam ejaan arab atau dapat menjadi E dalam ejaan ibrani). H yang berarti hidrogen yang ditambah dengan Energi menjadi HE (helium).
Dan juga sepertinya kurang tepat pula jika dikatakan sebagai kebetulan kalau ternyata Asy-Syams adalah surah ke-91 dalam Al-Quran, yang mana dikutip dari General, Organic, and Biological Chemistry Oleh H. Stephen Stoker, bahwa di alam semesta ini, 91% partikel dasar yang ada adalah Hidrogen dan hampir 9% sisanya adalah helium :
"All other elemets are mere "imputities" when their abundances are compared with those of these two dominant elements. In this big picture, in which Earth is but a tiny microdot, 91% of all elemental particles (atoms) are Hydrogen, and nearly all of the remaining 9% are Helium".
Jadi, lihatlah bagaimana 91% elemen yang terdapat di tata surya kita, terutama matahari, adalah hidrogen, yang sama dengan nomor urut surah Asy-Syams dalam Al-Qur'an.
Tidak ada yang kebetulan mengenai ketepatan Al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan, karena Allah telah menghitung segala sesuatunya dengan sangat cermat, dan Al-Qur’an diturunkan dengan ilmu Allah.
[72:28] ... dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.
[11:14] ... maka ketahuilah, sesungguhnya Al Qur'an itu diturunkan dengan ilmu Allah ...
Sekali lagi, betapa Allah telah memperingatkan manusia bahwa segala sesuatunya tidak harus disodorkan secara tersurat, karena tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang berilmu.
[29:43] Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya
(dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.