Sejarah Fashion sejak 4000 tahun yang lalu telah menempatkan Jilbab dan kerudung sebagai busana yang mampu bertahan dari masa ke masa.
Pada zaman Mesir Kuno sekitar tahun 3000-1000 SM, kaum bangsawan perempuan menggunakan headdress untuk menutup rambut. meskipun tidak serta merta mendukung hakikat jilbab, namun penutup rambut ini menjadi simbol yg membedakan kaum bangsawan dan rakyat jelata.
Pada masa Yunani Kuno sekitar tahun 1000-31 SM, kaum bangsawan dan perempuan yang keluar rumah menggunakan busana panjang bernama chiton dan kerudung yang disebut himation, atau syal yg dinamakan kaluptra atau sakkos. Kaum perempuan Yunani menggunakan penutup rambut di luar rumah sbg ekspresi untuk mendapatkan penghormatan kaum lelaki, karena pada masa tersebut perempuan yang membuka rambutnya di tempat umum dianggap sebagai prostitut.
Pada masa Yahudi sekitar tahun 1000SM, baik Yahudi Taurat Musa maupun Zionis Yahudi, keduanya secara jelas memiliki aturan yang ketat mengenai busana kaum perempuan. Talmud kaum zionis mengatakan bahwa wanita yang keluar ke tempat umum, berbicara dengan laki-laki tanpa mengenakan penutup kepala (kerudung) maka suaminya boleh menceraikannya tanpa membayar mahar. Sementara dalam Kitab Perjanjian Lama Zephaniah atau Zafanya 1:8 diterangkan, “Pada hari perjamuan korban Tuhan itu, Aku akan menghukum para pemuka, para anak-anak raja dan semua orang yang memakai pakaian asing.” Pakaian asing yang dimaksud adalah yang melenceng dari syariat Yahudi, yaitu pakaian besar yang menutup rambut hingga seluruh tubuh yang disebut tiche atau snood, sesuai dengan aturan kesopanan tzniot.
Pada masa Romawi Kuno sekitar tahun 500SM, kaum perempuan menggunakan busana yang disebut stola dengan panjang sekitar lima meter berwarna pastel, yang dikenakan melapisi tunik dililitkan pada tubuh dan dijepit di pundak dengan penjepit yang disebut fibulae. Sekali lagi busana yang longgar ini disertai dengan penutup rambut yang disebut suffibulum.
Pada masa Gupta dan Post Gupta 200-1300an, (meskipun peradaban Hindu telah mengakar sejak zaman Vedic sekitar tahun 1500SM) ditemukan sejumlah koin yang menggambarkan perempuan Hindu yang mengenakan kerudung. Sebagai salah satu agama tertua, Hindu telah menjelaskan dalam Kitab Rig Veda, Book 8, Hymn 33 ayat 19 tentang sikap seorang perempuan ketika berhadapan dengan Brahma, agar mereka tidak memperlihatkan pergelangannya, menundukkan pandangan serta menjaga kepalanya dengan kerudung. Menutup kepala dengan kerudung adalah simbol kesantunan kaum perempuan Hindu. Tata busana yg sesuai dengan ajaran Hindu melahirkan busana yang disebut Sari dengan kerudung yang dinamakan dupatta, digunakan oleh sebagian besar kaum perempuan Hindu di India, Pakistan, Bangladesh dan negara-negara di Asia Selatan.
Pada zaman Mesir Kuno sekitar tahun 3000-1000 SM, kaum bangsawan perempuan menggunakan headdress untuk menutup rambut. meskipun tidak serta merta mendukung hakikat jilbab, namun penutup rambut ini menjadi simbol yg membedakan kaum bangsawan dan rakyat jelata.
Pada masa Yunani Kuno sekitar tahun 1000-31 SM, kaum bangsawan dan perempuan yang keluar rumah menggunakan busana panjang bernama chiton dan kerudung yang disebut himation, atau syal yg dinamakan kaluptra atau sakkos. Kaum perempuan Yunani menggunakan penutup rambut di luar rumah sbg ekspresi untuk mendapatkan penghormatan kaum lelaki, karena pada masa tersebut perempuan yang membuka rambutnya di tempat umum dianggap sebagai prostitut.
Pada masa Yahudi sekitar tahun 1000SM, baik Yahudi Taurat Musa maupun Zionis Yahudi, keduanya secara jelas memiliki aturan yang ketat mengenai busana kaum perempuan. Talmud kaum zionis mengatakan bahwa wanita yang keluar ke tempat umum, berbicara dengan laki-laki tanpa mengenakan penutup kepala (kerudung) maka suaminya boleh menceraikannya tanpa membayar mahar. Sementara dalam Kitab Perjanjian Lama Zephaniah atau Zafanya 1:8 diterangkan, “Pada hari perjamuan korban Tuhan itu, Aku akan menghukum para pemuka, para anak-anak raja dan semua orang yang memakai pakaian asing.” Pakaian asing yang dimaksud adalah yang melenceng dari syariat Yahudi, yaitu pakaian besar yang menutup rambut hingga seluruh tubuh yang disebut tiche atau snood, sesuai dengan aturan kesopanan tzniot.
Pada masa Romawi Kuno sekitar tahun 500SM, kaum perempuan menggunakan busana yang disebut stola dengan panjang sekitar lima meter berwarna pastel, yang dikenakan melapisi tunik dililitkan pada tubuh dan dijepit di pundak dengan penjepit yang disebut fibulae. Sekali lagi busana yang longgar ini disertai dengan penutup rambut yang disebut suffibulum.
Pada masa Gupta dan Post Gupta 200-1300an, (meskipun peradaban Hindu telah mengakar sejak zaman Vedic sekitar tahun 1500SM) ditemukan sejumlah koin yang menggambarkan perempuan Hindu yang mengenakan kerudung. Sebagai salah satu agama tertua, Hindu telah menjelaskan dalam Kitab Rig Veda, Book 8, Hymn 33 ayat 19 tentang sikap seorang perempuan ketika berhadapan dengan Brahma, agar mereka tidak memperlihatkan pergelangannya, menundukkan pandangan serta menjaga kepalanya dengan kerudung. Menutup kepala dengan kerudung adalah simbol kesantunan kaum perempuan Hindu. Tata busana yg sesuai dengan ajaran Hindu melahirkan busana yang disebut Sari dengan kerudung yang dinamakan dupatta, digunakan oleh sebagian besar kaum perempuan Hindu di India, Pakistan, Bangladesh dan negara-negara di Asia Selatan.
Masa Kristen (CE atau Christian Era) menjelaskan dalam Kitab korintus 11 ayat 5-15 yang berbunyi, ‘tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya...'
Dalam ayat yang lain digambarkan, Kitab Kejadian 24 ayat 63-65 sebagai berikut, ‘Menjelang senja Ishak sedang keluar untuk berjalan-jalan di padang. Ia melayangkan pandangnya, maka dilihatnyalah ada unta-unta datang. Ribka juga melayangkan pandangnya dan ketika dilihatnya Ishak, turunlah ia dari untanya. Katanya kepada hamba itu, “Siapakah laki-laki itu yang berjalan di padang ke arah kita?” Jawab hamba itu, “Dialah tuanku itu.” Lalu Ribka mengambil telekungnya dan bertelekunglah ia.’ Ayat ini menerangkan bagaimana Ribka menudungi kepalanya ketika Ishak berjalan ke arahnya. Perempuan diharuskan mengenakan penutup rambut bila berhadapan dengan laki-laki atau seseorang yang bukan muhrimnya.
Hingga akhirnya, Islam hadir di muka bumi untuk menyempurnakan perintah berkerudung bagi kaum wanita dengan syariat berjilbab. Surah Al-Ahzab 59 menjelaskan, ‘Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’”
Selama berabad-abad fashion telah memberikan tempat yang sangat terhormat kepada jilbab. Dimulai dari kain kerudung sebagai penutup rambut yang digunakan kaum perempuan sebagai wadah dalam mengekspresikan penghargaan diri mereka kepada kaum lelaki, hingga Islam menyempurnakannya dengan jilbab. Empat ribu tahun lamanya tren fashion tumbuh dan berkembang di tengah2 masyarakat dunia. Model pakaian berganti, gaya busana berubah setiap masa, namun jilbab takzim bertahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.