Seorang guru berkata pada muridnya, "Wahai murid, saat kau bermeditasi nanti, jangan biarkan seekor harimau masuk ke dalam pikiranmu. Apapun yang muncul di hadapanmu, asal bukan harimau. Jangan pernah ijinkan harimau muncul di pikiranmu."
Si muridpun mulai cemas memikirkan perkataan gurunya dan merasa ketakutan. Bagaimana bila ternyata harimau itu memang muncul. Apa yang kira-kira akan terjadi ya? Apakah ia akan selamat? Apakah harimau itu akan menerkamnya? Ketakutan demi ketakutan mulai mengganggu pikirannya, hingga tiba saatnya ia harus bermeditasi...
"Guru... guru...." teriak si murid. "Maafkan aku guru, tapi harimau itu memang muncul. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku ketakutan dan langsung bangun dari meditasiku. Aku takut harimau itu akan menerkamku," kata si murid sambil terisak.
Sang gurupun hanya tertawa terkekeh. Tentu saja ia tak terkejut dengan apa yang dilaporkan si murid kepadanya. Ia sudah bisa menebak bahwa muridnya akan ketakutan dan justru si harimau muncul dalam meditasinya.
"Anakku... sebenarnya harimau itu hanya ada di pikiranmu. Ia tidak akan menyakitimu, namun bayanganmulah yang membuatmu ketakutan kalau-kalau ia menyakitimu," ungkapnya dan melanjutkan kembali tawanya.
Apabila sang guru tak menceritakan tentang si harimau, maka si murid tak akan berpikir negatif. Apabila si murid tak berpikiran negatif, maka ia tak akan ketakutan sampai membuyarkan meditasinya. Inilah yang harus dipetik oleh orangtua dan anak-anak.
Si muridpun mulai cemas memikirkan perkataan gurunya dan merasa ketakutan. Bagaimana bila ternyata harimau itu memang muncul. Apa yang kira-kira akan terjadi ya? Apakah ia akan selamat? Apakah harimau itu akan menerkamnya? Ketakutan demi ketakutan mulai mengganggu pikirannya, hingga tiba saatnya ia harus bermeditasi...
"Guru... guru...." teriak si murid. "Maafkan aku guru, tapi harimau itu memang muncul. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku ketakutan dan langsung bangun dari meditasiku. Aku takut harimau itu akan menerkamku," kata si murid sambil terisak.
Sang gurupun hanya tertawa terkekeh. Tentu saja ia tak terkejut dengan apa yang dilaporkan si murid kepadanya. Ia sudah bisa menebak bahwa muridnya akan ketakutan dan justru si harimau muncul dalam meditasinya.
"Anakku... sebenarnya harimau itu hanya ada di pikiranmu. Ia tidak akan menyakitimu, namun bayanganmulah yang membuatmu ketakutan kalau-kalau ia menyakitimu," ungkapnya dan melanjutkan kembali tawanya.
Apabila sang guru tak menceritakan tentang si harimau, maka si murid tak akan berpikir negatif. Apabila si murid tak berpikiran negatif, maka ia tak akan ketakutan sampai membuyarkan meditasinya. Inilah yang harus dipetik oleh orangtua dan anak-anak.
Sebagai orangtua, hendaknya kita tidak menjejalkan rasa takut kepada anak-anak. Tidak pula membuat mereka takut akan gelap, menceritakan monster atau hantu yang akan memakan mereka jika mereka tidak menuruti nasehat orangtua, atau menakut-nakuti mereka saat mereka akan belajar berjalan.
Orangtua, hendaknya memberikan pendampingan dan pengawasan, mengajarkan bagaimana cara melakukan sesuatu hal dengan benar agar anak-anaknya tidak selalu hidup dalam ketakutan.
Dan demikian juga anak-anak, hendaknya tidak selalu memunculkan pikiran-pikiran buruk terhadap suatu hal yang akan menimpa mereka. Nasehat orangtua adalah sebuah bimbingan dan pengingat, bukan ancaman yang membuat diri jadi takut dan nyali menciut.
Gelap, tak akan menjadi gelap bila kita memejamkan mata. Gelap, tak akan lagi menakutkan bila kita percaya tak ada sesuatu yang menakutkan di sana.
http://rumahruqyahindonesia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.