ABU Ubaidillah bertanya-tanya dalam hati. Ada apakah gerangan hari ini Rasulullah memanggilnya? Ia memang selalu mendapat panggilan dari Rasulullah untuk menangani suatu urusan, namun kabarnya sekarang ini, Abu Ubaidah mendengar bahwa Rasullah telah menyiapkan lebih dari tiga ratus orang prajurit untuk menemaninya dalam tugas itu. Ya, sepertinya ini akan menjadi sesuatu yang penting dan berat.
Ketika dilihatnya Rasulullah, ia segera menghampiri orang yang dikasihinya itu. Sudah terkenal di semua orang bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan kecintaan Abu Ubaidah kepada Rasulullah. Peristiwa yang paling terkenal adalah ketika Perang Uhud Abu Ubaidah mencabut dua buah mata rantai baju besi penutup kepala Rasulullah menancap di kedua belah pipinya. Usahanya itu mengakibatkan gigi manisnya patah, dan sejak saat itu, Abu Ubadiah mendapat sebutan Abu Ubaidah yang ompong.
Ternyata benar kiranya Rasulullah menugaskan Abu Ubaidillah untuk suatu tugas. Tugas yang bukan main beratnya. Seperti yang telah ia dengar sebelumnya, ia akan memimpin lebih dari tiga ratus orang untuk mencari Daun Khabath. Kelak peristiwa ini terkenal sebagai “Ekspedisi Daun Khabath”.
Mungkin orang lain akan mengerutkan kening dan mungkin pula akan dengan secara halus menolaknya. Kenapa? Pasukan itu dibekali perbekalan yang sangat sedikit. Hanya sebakul kurma. Sebakul kurma? Ya untuk tiga ratus orang lebih, dan mereka semua tidak pernah tahu sejauh mana perjalanan yang akan mereka tempuh. Mereka tidak tahu seberat apa perjalanan yang akan mereka lalui. Hanya orang-orang yang penuh dengan keimanan dan kepercayaan yang bisa mengemban tugas ini. Dan itulah yang terjadi pada Abu Ubaidillah. Di wajahnya tampak rona yang berseri-seri menandakan ia sangat senang akan tugas yang dibebankan kepadanya itu.
Maka dimulailah segera ekspedisi itu. Dengan persiapan yang seadanya namun dengan tekad yang membara merekapun pergi.
Kepergian itu diwarnai dengan kesungguhan tekad. Sepeanjang perjalanan, yang terdengar hanya canda tawa yang senantiasa menjaga semangat itu untuk terus membara. Tapi sebenarnya semua orang pun tahu, mereka sama sekali tidak mempunyai perbekalan yang cukup.
Hari pertama itu, masing-masing prajurit hanya dibekali dengan segenggam biji kurma. Siapapun yang ikut dalam perjalanan itu berusaha untuk menghemat perbekalannya. Namun hari terus berlalu, dan tampaknya perjalanan masih sangat jauh. Tujuan masih belum tergapai. Setiap hari, satu biji kurma berkurang dalam masing-masing genggaman.
Lama kelamaan persediaan makin menyusut. Abu Ubaidah yang memimpin rombongan itu masih terlihat tenang-tenang saja. Ia sangat yakin dengan pasukan yang ia bawa itu. Ia yakin, mereka semua akan menyelesaikan perjalanan itu dengan baik.
Ketika dilihatnya Rasulullah, ia segera menghampiri orang yang dikasihinya itu. Sudah terkenal di semua orang bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan kecintaan Abu Ubaidah kepada Rasulullah. Peristiwa yang paling terkenal adalah ketika Perang Uhud Abu Ubaidah mencabut dua buah mata rantai baju besi penutup kepala Rasulullah menancap di kedua belah pipinya. Usahanya itu mengakibatkan gigi manisnya patah, dan sejak saat itu, Abu Ubadiah mendapat sebutan Abu Ubaidah yang ompong.
Ternyata benar kiranya Rasulullah menugaskan Abu Ubaidillah untuk suatu tugas. Tugas yang bukan main beratnya. Seperti yang telah ia dengar sebelumnya, ia akan memimpin lebih dari tiga ratus orang untuk mencari Daun Khabath. Kelak peristiwa ini terkenal sebagai “Ekspedisi Daun Khabath”.
Mungkin orang lain akan mengerutkan kening dan mungkin pula akan dengan secara halus menolaknya. Kenapa? Pasukan itu dibekali perbekalan yang sangat sedikit. Hanya sebakul kurma. Sebakul kurma? Ya untuk tiga ratus orang lebih, dan mereka semua tidak pernah tahu sejauh mana perjalanan yang akan mereka tempuh. Mereka tidak tahu seberat apa perjalanan yang akan mereka lalui. Hanya orang-orang yang penuh dengan keimanan dan kepercayaan yang bisa mengemban tugas ini. Dan itulah yang terjadi pada Abu Ubaidillah. Di wajahnya tampak rona yang berseri-seri menandakan ia sangat senang akan tugas yang dibebankan kepadanya itu.
Maka dimulailah segera ekspedisi itu. Dengan persiapan yang seadanya namun dengan tekad yang membara merekapun pergi.
Kepergian itu diwarnai dengan kesungguhan tekad. Sepeanjang perjalanan, yang terdengar hanya canda tawa yang senantiasa menjaga semangat itu untuk terus membara. Tapi sebenarnya semua orang pun tahu, mereka sama sekali tidak mempunyai perbekalan yang cukup.
Hari pertama itu, masing-masing prajurit hanya dibekali dengan segenggam biji kurma. Siapapun yang ikut dalam perjalanan itu berusaha untuk menghemat perbekalannya. Namun hari terus berlalu, dan tampaknya perjalanan masih sangat jauh. Tujuan masih belum tergapai. Setiap hari, satu biji kurma berkurang dalam masing-masing genggaman.
Lama kelamaan persediaan makin menyusut. Abu Ubaidah yang memimpin rombongan itu masih terlihat tenang-tenang saja. Ia sangat yakin dengan pasukan yang ia bawa itu. Ia yakin, mereka semua akan menyelesaikan perjalanan itu dengan baik.
Namun sampailah pada hari dimana kurma hanya tinggal satu biji lagi di dalam genggaman masing-masing orang. Semua orang berpandangan. Setiap kali beristirahat beberapa orang di antara mereka melirik ke arah Abu Ubaidillah seakan bertanya; bagaimana dengan persedian kita hari ini?
Abu Ubaidah bukannya tidak tanggap dengan kekhawatiran sebagian prajuritnya. Hari itu hari terakhir kurma akan habis. Apa yang dikatakan Abu Ubaidah kepada para prajuritnya?
“Tahukah kalian,” Ujarnya. “Kenapa kita semua yang dipilih oleh Rasulullah untuk menjalankan tugas ini?” Semuanya hanya memandanginya saja. Tiada ada yang berkomentar. Abu Ubaidah kembali berkata, “Karena kitalah orang-orang yang telah dipilih oleh Rasulullah. Kita lah orang-orang yang diyakini akan mampu mengemban tugas ini sampai berhasil.”
Semua orang masih belum bersuara juga.
“Aku tahu kita sudah kekurangan bahan makanan. Persediaan kita.” Abu Ubaidah meneruskan, “Kuharap dan kuminta, tidak ada seorang pun yang akan berkata bahwa akan ada bantuan dan pertolongan begitu saja datang kepada kita karena kita sedang melakukan tugas dari Rasulullah.”
“Maksudmu apa, ya Abu Ubadiah?” Salah seorang dari mereka bertanya.
“Kita akan mencari sendiri bahan makanan kita. Kita akan mendapatkan sendiri persedian untuk kita agar kita terus bisa melaksanakan tugas ini sampai berhasil.”
Setiap orang memandang Abu Ubaidillah. Mereka mulai mengerti.
“Kita akan mencari sesuatu. Mulai dari sekarang juga. Memang jumlah kita banyak. Tapi jangan ada satupun orang dari kita yang mengangankan bahwa pertolongan akan datang begitu saja. Aku sendiri yang akan terus memimpin kalian untuk mencari persedian makan kita.”
Semua orang berteriak semangat kini. Gairah mereka timbul kembali. Maka, ketika itu juga mereka semua menyebar mencari apa saja yang bisa dipergunakan untuk bahan makanan mereka. Akhirnya mereka menemukan daun kayu yang disebut Khabath. Mereka menumbuknya hingga halus seperti tepung dengan menggunakan senjata mereka. Daun-daun yang telah halus mereka jadikan makanan. Namun ternyata mereka juga bisa menggunakannya sebagai air minum. Itulah sebabnya ekspedisi ini disebut sebagai “Ekspedisi Daun Khabath.”
Pasukan terus maju tanpa menghiraukan lapar dan dahaga. Dan tak ada tujuan mereka kecuali menyelesaikan tugas mulai bersama panglima mereka yang kuat lagi terpercaya. Panglima yang menyuruh mereka untuk tidak pernah berharap yang tidak-tidak di saat-saat genting sekalipun. Itulah Abu Ubaidillah. []
Diambil dari buku Peri Hidup Nabi & Para Sahabat, Kisah-Kisah Yang Menyentuh & Menggetarkan Jiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.