‘Aisyah menarik nafas panjang, kemudian tersenyum dan terisak menahan tangis, ia
berkata dengan suara lirih, “Kaana kullu amrihi ‘ajaba” = yah, semua perilakunya sangat menakjubkan bagiku.”
Kalau ‘Aisyah istri Rosulullah berkata, “ semua perilaku suamiku menakjubkan bagiku.”. Kira-kira apakah yang akan diucapkan oleh istri kita jika kita sebagai suaminya ditakdirkan meninggal lebih dulu. Kita juga tidak tahu apakah yang akan diucapkan oleh anak-anak kita tentang kita sebagai ayah.
Semuanya terpulang kepada kita. Apakah kita mau mencoba untuk menjadi Ayah dan suami yang lebih menyejukkan hati –meski harus gagal berkali-kali—ataukah kita merasa telah cukup mulia dengan perhatian kita yang tak seberapa.
Tidak sedikit kita para Ayah enggan mengusapkan tangan ke pipi anak kita yang sedang meneteskan airmata. Kita juga jarang menyempatkan diri, untuk membaringkan tubuh anak kita yang letih hanya karena kita merasa telah banyak berjasa dengan mencari uang yang tak seberapa.
kita ingin dihormati oleh anak-anak kita, tetapi dengan menciptakan jarak sehingga anak tak pernah sanggup mencurahkan isi hatinya kepada kita sebagai Ayahnya sendiri. kita ingin menjadi Ayah yang disegani, tetapi dengan cara membangkitkan ketakutan, padahal Rasulullah Saw. sering mencium putrinya, Fathimatuz Zahra bahkan ketika putrinya telah beranjak dewasa.
Berikut ini teladan dari Junjungan Kita SAW :
Dari Aisyah r.a.: Ada seorang Arab dusun datang kepada Nabi Saw sambil berkata, “ Engkau mencium anak-anak, sedangkan kami tidak pernah mencium mereka.” Nabi Saw. menjawab, “Apa dayaku apabila Allah telah mencabut kasih-sayang dari hatimu.” (HR. Bukhari).
Nabi Saw mencontohkan bagaimana menyayangi anak. Pernah Rasulullah Saw. menggendong cucunya, Umamah binti Abi Al-Ash, ketika sedang shalat. Jika rukuk, Umamah diletakkan dan ketika bangun dari rukuk, maka Umamah diangkat kembali. (Muttafaq ‘alaih)
Pernah juga Rasulullah Saw bermain kuda-kudaan dengan cucunya yang lain, Hasan dan Husain. Ketika Rasulullah Saw. sedang merangkak di atas tanah,sementara kedua cucunya berada di punggungnya, Umar datang lalu berkata,“Hai Anak, alangkah indah tungganganmu.” Rasulullah Saw menjawab,“Alangkah indahnya para penunggangnya!”
Tak jarang Rasulullah Saw. menghadapi anak-anak dengan sikap melucu. Bila mendatangi anak-anak kecil, Rasulullah Saw. jongkok di hadapan mereka, memberi pengertian kepada mereka, juga mendo’akan mereka, Begitu hadis riwayat Ath-Thusi menceritakan.
Sementara Usamah bin Zaid memberi kesaksian, “ (Sewaktu aku masih kecil ) Rasulullah Saw. pernah mengambil aku untuk didudukkan pada pahanya, sedangkan Hasan didudukkan pada paha beliau yang satunya, kemudian kami berdua didekapnya, seraya berdo’a, “Ya Allah, kasihanilah keduanya, karena aku telah mengasihi keduanya.” (HR. Bukhari).
Abu Hurairah ra pernah menceritakan: “Rasulullah saw pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali ra. Iapun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira.
Kisah tentang Rasulullah Saw bersama anak adalah kisah tentang kasih-sayang. Ia memendekkan shalatnya ketika mendengar tangis anak. Karena anak pula, Rasulullah Saw pernah bersujud sangat lama, begitu lamanya Rasulullah Saw bersujud sampai-sampai para sahabat mengira Rasulullah Saw sedang menerima wahyu dari Allah ‘Azza wa Jalla. Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah, ada cucu Beliau yang menaiki punggungnya.
Tentang mencintai anak, Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka, bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi mereka rezeki.” (HR. Ath-Thahawi).
Air mata Nabi Muhammad saw menetes disebabkan kematian putra beliau bernama Ibrahim, Abdurrahman bin ‘Auf ra bertanya kepada beliau : “Apakah Anda juga menangis wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Wahai Ibnu ‘Auf, ini adalah ungkapan kasih sayang yang diiringi dengan tetesan air mata. Sesungguhnya air mata ini menetes, hati ini bersedih, namun kami tidak mengucapkan kecuali yang diridhai Allah Ta’ala. Sungguh, kami sangat berduka cita berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (HR. Bukhari)
Meskipun anak-anak biasa merengek dan mengeluh serta banyak tingkah, namun Nabi Muhammad saw tidaklah marah, memukul, membentak, dan menghardik mereka. Beliau tetap berlaku lemah lembut dan tetap bersikap tenang dalam menghadapi mereka.
Hari ini, ketika kita mengaku sebagai ummat Muhammad, apakah yang sudah kita lakukan pada anak-anak kita? Apakah kita telah mengusap kepala anak-anak kita sebagaimana Rasulullah Saw melakukan? Apakah kita juga telah mengecup kening anak-anak kita yang sangat rindu kasih-sayang bapaknya?
Ataukah kita seperti Aqra’ bin Habis At-Tamimi yang tak pernah mencium anaknya, sehingga Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari).
Kita ingin disayangi oleh anak-anak kita ketika usianya telah tua, tetapi tidak pernah menanam cinta dan kasih-sayang. Kita ingin dirindukan oleh anak-anak kita di saat renta, tetapi tak pernah punya waktu untuk tertawa bersama. Banyak yang merasa, kerja sehari telah cukup untuk membeli semua. Sehingga tidak ada yang mengetahui urusan anak di rumah, kecuali istri. Bahkan yang lebih tragis, istri pun tak tahu sama sekali, sebab telah ada pembantu yang menggantikan semuanya.
Astaghfirullahal ‘adzim. Alangkah sering kita merasa begitu sangat berjasa dalam keluarga, padahal sudah seberapa banyak perilaku Nabi Saw kepada anak atau istri yang sanggup kita contoh ?
Salam ’alaika Ya Rosulullah,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.