Saya berusaha dan berusaha tetapi tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Keadaan pasien sangat kritis, hampir-hampir mati. Maka saya ingat kepada Allah yang Maha Esa yang segala sesuatu berada di tangan-Nya dan perkaranya di antara kaf dan nun.[1]
Saya merendahkan diri di hadapan-Nya. Saya berdoa kepada-Nya dengan doa orang yang sedang dalam kesulitan.
Ya Rabbi … Ya Rahman … Ya Rahim … saya memohon kepadaMu hentikanlah darah. Saya tidak memiliki daya dan kekuatan, usaha dan kemampuan kecuali hanya dengan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.
Apa yang terjadi? Darah langsung berhenti, alhamdulillah. Lalu kami melanjutkan operasi dan berhasil dengan karunia Allah, kemudian dengan doa. Ya dengan doa sesudah rahmat dan karunia Allah.
Apakah anda meremehkan dan menyepelekan doa? Anda tidak tahu apa yang telah dilakukan oleh doa, panah malam yang tidak pernah salah sasaran, tetapi ia mempunyai batas dan setiap batas ada akhirnya. Di mana kita dari doa? Di mana kerendahan hati kita di depan-Nya? Apakah syarat-syarat dan adab-adabnya telah kita lakukan?
Foot Note:
[1] Maksudnya firman Allah, “Jadilah, maka jadilah ia.”
Sumber: Buku “Dan Datanglah Kemudahan..”, Ahmad Salim Baduwailan, Pustaka Elba, Hal.116-117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.