Sebelum saya masuk, seorang anak kecil t
ampak baru pulang mengaji masuk ke rumah yang sama. Di sana terdapat seorang nenek sedang menatap kosong langit biru sambil duduk diatas kursi tua kesayangannya. Sang anak kecil menyapa, lalu bertanya “Nek, saya mau tanya nih. Pak ustadz kasih tugas buat dikerjakan di rumah, yaitu menulis 15 huruf ikhfa’. Hurufnya apa aja sih, Nek?”
Si Nenek kaget dengan pertanyaan cucunya, membisu seribu bahasa.
“Ayo jawab Nek.” si Cucu mendesak.
“Nenek nggak tahu, Cu.” jawab Nenek melemas.
“Masa nggak tau sih.” Si Cucu tak yakin dengan pernyataan Nenek.
“Benar, Cucuku. Nenek nggak tahu, dah lupa.” jawab Nenek dengan retorikanya.
“Nek! Emang waktu masih muda Nenek kemana aja? Masa’ huruf ikhfa aja nggak tau.” Si Cucu kesal sambil berlari ke dalam rumah.
Langkahku tertahan menyaksikan adegan dialog tersebut, sambil terdiam dan mengamati apa yang terjadi berikutnya. Lalu si nenek terlihat menutup wajah tuanya dengan dua telapak tangannya yang coklat dan nampak garis keriputnya.
Kemudian aku masuk dan menyapa Nenek dengan salam. Beliaupun menyahut, menyapa dan mempersilahkanku masuk. Kulihat matanya memerah dan dengan lelehan air mata.
“Kenapa, Nek?” tanyaku.
“Ah, nggak ada apa-apa,” jawabnya sambil menenangkan diri.
“Gara-gara pertanyaan Cucunya barusan ya?” tanyaku kembali.
Si Nenek kaget sambil melihat wajahku.
“Benar kan?” kuyakinkan.
“Benar.”
“Apa yang salah dengan pertanyaannya?” Rasa penasaranku semakin menguat.
Apakah pertanyaan sederhana itu begitu menyayat hati?
Lalu Nenek menjawab, “Wahai anak muda, jangan kau sia-siakan masa mudamu. Karena usia muda itu hanya kau alami sekali dalam hidupmu. Benar aku menangis karena Cucuku, tetapi bukan itu yang membuat air mata ini mengalir. Hatiku berkata, Ya Allah, pertanyaan Cucuku saja tak bisa aku jawab, apalagi saat aku ditanya oleh malaikat saat di alam barzakh (kubur).”
Nenek melanjutkan, “Usiaku kini 75 tahun. Tetapi usia yang tua ternyata tak mampu menjawab pertanyaan seorang bocah ingusan. Seakan akan hidup baru 3-5 tahun saja di dunia.”
Saya pun ikut menangis, melihat dan mendengar jawaban Nenek menyesali hidupnya.
Wahai Saudara-Saudariku, gunakan masa muda sebelum datang masa tua, karena catatan besar selalu hadir pada usia muda. Sejarah kepahlawanan itu terukir di usia muda. Kematangan tua itu dipupuk pada usia muda. Ilmu dan pengalaman itu dikumpulkan di usia muda. Kegagahan dan kejayaan itu terjadi diusia muda. Kekuatan dan keberanian itu menyatu dengan gairahnya anak muda. Cerita indah itu dibangun diusia muda. Penaklukan peradaban itu di lakukan oleh para pemuda. Mimpi-mimpi besar itu berawal dari usia muda.
Wahai jiwa yang mendambakan kemuliaan di usia muda, lakukanlah karya hebat diusia mudamu, karena ia adalah momentum emas. Sebaik-baiknya karya adalah yang hal yang mendatangkan keridhoan Allah, menghadirkan senyuman Rasulullah, menjadi kebanggaan orang tua, keluarga, suami, istri, anak-anak dan tetangga serta kemaslahatan bagi manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.