Orang sering mengatakan bahwa saat ini umat Islam tidak memiliki pemimpin yang jelas. Yang ada saat ini hanyalah pemimpin organisasi Islam, pemimpin negara Islam, pemimpin partai Islam. Sedangkan umat Islam secara keseluruhan tidak memiliki pemimpin.
Abdul Moqsit Gozali dalam situs JIL membahas mengenai masalah ini (khususnya terkait umat Islam Indonesia) namun kesimpulannya sangat singkat. Setelah menegasikan kepemimpinan berbagai pihak di Indonesia (pemerintah, ulama, dai dst), dia menyimpulkan bahwa masing-masing diri umat Islam menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.
Saya memiliki bayangan iseng (dan nakal) bagaimana seandainya kesimpulan singkat yang gak jelas argumentasinya tersebut sebenarnya bisa membuat chaos dalam lingkungan umat Islam. Bagaimana tidak, jika secara indefinite dan tanpa penjelasan lebih lanjut disebutkan bahwa setiap diri umat Islam adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, maka yang terjadi setiap orang akan mengikuti kemauan dirinya sendiri. Yang rajin sholat monggo, yang tidak sholat juga silakan. Yang mau tetap mengikuti tradisi-tradisi kejawen monggo, yang mau memurnikan praktek ibadahnya dari bid’ah juga silakan. Lalu bagaimana persatuan bisa tercapai?
Lebih jauh lagi pikiran saya berfantasi bahwa kesimpulan singkat tersebut sebenarnya bisa menjauhkan umat dari ajaran agama yang diajarkan Rasulullah. Bagaimana tidak, semua pendapat meskipun yang bertentangan secara nyata dengan ajaran Rasul dibebaskan. Semua orang bebas menjadi pemimpin bagi dirinya. Tahapan ini hanya sedikit dibawah mempertuhankan diri sendiri atau mempertuhankan humanisme yang berteman dengan mempertuhankan hawa nafsu.
Padahal kalau dilihat dari haditsnya setelah mengatakan semua orang adalah pemimpin dikatakan bahwa seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas negaranya (atau kurang lebih seperti itu). Artinya bahwa tanggung jawab kepemimpinan itu melekat pada tanggung jawab apa yang diamanahkan ke seseorang itu. Apabila dia seorang kepala rumah tangga, maka dia bertanggungjawab atas keluarganya. Kalau dia seorang ibu rumah tangga, maka dia bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Kalau dia seorang pemimpin negara, maka dia bertanggungjawab atas becusnya negara itu. Artinya tidak serta merta hadits itu bisa dibawa ke masalah kepemiminan umat.
Lalu kembali ke pertanyaan semula, siapa pemimpin umat Islam. Secara teoritis terdapat konsep amirul mukminin yaitu pemimpin bersama umat Islam dunia yang disepakati oleh umat Islam. Amirul mukminin itulah yang disebut khalifaturrasul atau pengganti Rasulullah (dari sisi kepemimpinan umat, bukan dari sisi kenabian).
Namun, saat ini tidak ada satu pemimpin yang disepakati bersama oleh umat Islam dunia. Dalam keadaan seperti itu, maka kepemimpinan kembali lagi pihak yang digantikan yaitu Rasulullah. Berarti pemimpin umat Islam saat ini Rasulullah.
Hal ini sejalan dengan pengertian dua hadits di bawah ini:
1. Dari Hudzaifah: Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya ? Rasulullah bersabda : “Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu” (Bukhari dan Muslim)
2. Berkata al-’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu: Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati bergetar, maka seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertaqwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kamu adalah seorang budak Habasiyyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi, ad-Darimy, al-Baghawy, al-Hakim).
Jika tidak ada amirul mukminin yang disepakati bersama (dan karenanya membentuk jamaah Muslimin) maka wajib bagi setiap kaum Muslimin untuk berlepas diri dari segala firqah dan memegang kuat-kuat Sunnah Rasulullah.
Jadi siapa pemimpin umat Islam saat ini? Jawabnya ... Rasulullah sallallahu alaihi wasalam.
Abdul Moqsit Gozali dalam situs JIL membahas mengenai masalah ini (khususnya terkait umat Islam Indonesia) namun kesimpulannya sangat singkat. Setelah menegasikan kepemimpinan berbagai pihak di Indonesia (pemerintah, ulama, dai dst), dia menyimpulkan bahwa masing-masing diri umat Islam menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.
Saya memiliki bayangan iseng (dan nakal) bagaimana seandainya kesimpulan singkat yang gak jelas argumentasinya tersebut sebenarnya bisa membuat chaos dalam lingkungan umat Islam. Bagaimana tidak, jika secara indefinite dan tanpa penjelasan lebih lanjut disebutkan bahwa setiap diri umat Islam adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, maka yang terjadi setiap orang akan mengikuti kemauan dirinya sendiri. Yang rajin sholat monggo, yang tidak sholat juga silakan. Yang mau tetap mengikuti tradisi-tradisi kejawen monggo, yang mau memurnikan praktek ibadahnya dari bid’ah juga silakan. Lalu bagaimana persatuan bisa tercapai?
Lebih jauh lagi pikiran saya berfantasi bahwa kesimpulan singkat tersebut sebenarnya bisa menjauhkan umat dari ajaran agama yang diajarkan Rasulullah. Bagaimana tidak, semua pendapat meskipun yang bertentangan secara nyata dengan ajaran Rasul dibebaskan. Semua orang bebas menjadi pemimpin bagi dirinya. Tahapan ini hanya sedikit dibawah mempertuhankan diri sendiri atau mempertuhankan humanisme yang berteman dengan mempertuhankan hawa nafsu.
Padahal kalau dilihat dari haditsnya setelah mengatakan semua orang adalah pemimpin dikatakan bahwa seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas negaranya (atau kurang lebih seperti itu). Artinya bahwa tanggung jawab kepemimpinan itu melekat pada tanggung jawab apa yang diamanahkan ke seseorang itu. Apabila dia seorang kepala rumah tangga, maka dia bertanggungjawab atas keluarganya. Kalau dia seorang ibu rumah tangga, maka dia bertanggungjawab atas pendidikan anak-anaknya. Kalau dia seorang pemimpin negara, maka dia bertanggungjawab atas becusnya negara itu. Artinya tidak serta merta hadits itu bisa dibawa ke masalah kepemiminan umat.
Lalu kembali ke pertanyaan semula, siapa pemimpin umat Islam. Secara teoritis terdapat konsep amirul mukminin yaitu pemimpin bersama umat Islam dunia yang disepakati oleh umat Islam. Amirul mukminin itulah yang disebut khalifaturrasul atau pengganti Rasulullah (dari sisi kepemimpinan umat, bukan dari sisi kenabian).
Namun, saat ini tidak ada satu pemimpin yang disepakati bersama oleh umat Islam dunia. Dalam keadaan seperti itu, maka kepemimpinan kembali lagi pihak yang digantikan yaitu Rasulullah. Berarti pemimpin umat Islam saat ini Rasulullah.
Hal ini sejalan dengan pengertian dua hadits di bawah ini:
1. Dari Hudzaifah: Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya ? Rasulullah bersabda : “Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu” (Bukhari dan Muslim)
2. Berkata al-’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu: Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati bergetar, maka seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertaqwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kamu adalah seorang budak Habasiyyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi, ad-Darimy, al-Baghawy, al-Hakim).
Jika tidak ada amirul mukminin yang disepakati bersama (dan karenanya membentuk jamaah Muslimin) maka wajib bagi setiap kaum Muslimin untuk berlepas diri dari segala firqah dan memegang kuat-kuat Sunnah Rasulullah.
Jadi siapa pemimpin umat Islam saat ini? Jawabnya ... Rasulullah sallallahu alaihi wasalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.