Sesuai Al Qur’an Surat Al Anbiya: 107, Islam yang dibawah Rasulullah adalah rahmat bagi semesta alam. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Sebagian oknum liberalis mengartikan bahwa rahmat bagi seluruh alam ini berarti bahwa orang-orang Islam harus bersikap lemah lembut, bermanis muka, berkasih sayang terhadap semua orang tanpa kecuali, termasuk kepada orang-orang kafir, ahli bid’ah dan semua musuh agama. Bahkan lebih jauh rahmat terhadap seluruh alam itu diarahkan artinya sebagai sikap toleransi (baca: lembek) terhadap setiap kemungkaran, kekafiran dan kesyirikan yang terjadi di sekitar kita.
Apakah benar jika rahmat diartikan hanya dengan sikap lemah lembut dan lembek seperti itu.
Mari kita tanyakan kepada Ibnu Abbas, shahabat Nabi yang mendapat julukan turjumanulqur`an (penerjemah al-Qur`an) [1] yang tentunya lebih berhak untuk didengar pendapatnya dari pada seluruh manusia yang hidup saat ini. Ibnu Abbas mengatakan mengenai tafsir ayat ini yang kurang lebih artinya bahwa siapa saja yang beriman pada Alloh dan hari akhir, rahmat akan dilimpahkan padanya di dunia dan akhirat, sementara bagi orang yang tidak beriman pada Alloh dan Rasul-Nya, maka tidak akan diguncangkan dengan gempa bumi atau dilempari batu sebagaimana umat-umat (yang kafir) dari bangsa-bangsa terdahulu (silakan dicek di tafsir Ibnu Katsir)
Ternyata rahmat yang dimaksud dalam ayat tersebut dibedakan antara rahmat kepada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Bagi yang beriman rahmat diberikan di dunia dan akhirat sementara untuk yang tidak beriman rahmat hanya diberikan di dunia dan itu pun hanya dalam bentuk tidak diazab sebagaimana azab umat terdahulu.
Ibnu Katsir pun ketika menjelaskan mengenai ayat ini membawakan ayat Al Fusshilat 44: Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh”. Ayat tersebut juga memberi dua perspektif mengenai untuk apa Alloh menurunkan risalah berupa Nabi dan Al Qur’an, yaitu sebagai petunjuk, penawar (yaitu segala yang baik, lembut, indah) bagi orang yang beriman dan kegelapan (yaitu segala yang menyeramkan, ancaman) bagi orang yang tidak beriman.
Di ayat lain Al Qur’an pun bisa kita temui dua sisi ini misalnya.
Al Kahfi 56 Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan;
Saba 28 Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Al Furqon 1 Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,
Al Baqoroh 119 Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.
Al A’raaf 188 Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".
Al Isro 105 Dan Kami turunkan (Al Qur'an itu dengan sebenar-benarnya dan Al Qur'an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
Al Fath 8 Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
Semua ayat di atas menunjukkan adanya sisi basyiran (Risalah sebagai pemberi kabar gembira) bagi orang yang beriman kepada Alloh, hari akhir, kitab-Nya, Rasul-Nya. Sekaligus menunjukkan adanya sisi nadziron (Risalah sebagai pembawa peringatan atau ancaman) bagi orang yang tidak beriman.
Bahkan ada satu ayat lagi yang bentuknya persis sama dengan Al Anbiya 107 yaitu pada Al Qur’an surat Al Furqon 56 yang berarti “Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.” Perhatikan bahwa awal ayat tersebut sama Al Anbiya 107. Hanya saja kata rahmat bagi semesta alam diganti dengan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
Hal tersebut sekali lagi menyiratkan bahwa rahmat yang dimaksud memiliki dua sisi yaitu bagi kaum yang beriman dan menerima kenabian Muhammad (berupa kabar gembira) dan bagi yang tidak beriman (berupa ancaman). Jadi salah besar kalau rahmat bagi seluruh alam itu hanya diartikan sebagai sikap lemah lembut dan lembek pada semua orang apapun agamanya, apapun manhajnya, meskipun orang itu memusuhi Alloh dan Rasul-Nya, meskipun orang itu berbuat kemungkaran.
Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa siapapun yang menerima rahmat risalah Muhammad dan bersyukur atas karunia dari Alloh ini, maka akan bahagia di dunia dan di akhirat. Tapi siapa yang kafir terhadap rahmat risalah kenabian Muhammad maka akan rugi dunia dan akhirat.
Mari kita tanyakan kepada Ibnu Abbas, shahabat Nabi yang mendapat julukan turjumanulqur`an (penerjemah al-Qur`an) [1] yang tentunya lebih berhak untuk didengar pendapatnya dari pada seluruh manusia yang hidup saat ini. Ibnu Abbas mengatakan mengenai tafsir ayat ini yang kurang lebih artinya bahwa siapa saja yang beriman pada Alloh dan hari akhir, rahmat akan dilimpahkan padanya di dunia dan akhirat, sementara bagi orang yang tidak beriman pada Alloh dan Rasul-Nya, maka tidak akan diguncangkan dengan gempa bumi atau dilempari batu sebagaimana umat-umat (yang kafir) dari bangsa-bangsa terdahulu (silakan dicek di tafsir Ibnu Katsir)
Ternyata rahmat yang dimaksud dalam ayat tersebut dibedakan antara rahmat kepada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Bagi yang beriman rahmat diberikan di dunia dan akhirat sementara untuk yang tidak beriman rahmat hanya diberikan di dunia dan itu pun hanya dalam bentuk tidak diazab sebagaimana azab umat terdahulu.
Ibnu Katsir pun ketika menjelaskan mengenai ayat ini membawakan ayat Al Fusshilat 44: Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh”. Ayat tersebut juga memberi dua perspektif mengenai untuk apa Alloh menurunkan risalah berupa Nabi dan Al Qur’an, yaitu sebagai petunjuk, penawar (yaitu segala yang baik, lembut, indah) bagi orang yang beriman dan kegelapan (yaitu segala yang menyeramkan, ancaman) bagi orang yang tidak beriman.
Di ayat lain Al Qur’an pun bisa kita temui dua sisi ini misalnya.
Al Kahfi 56 Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan;
Saba 28 Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Al Furqon 1 Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,
Al Baqoroh 119 Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.
Al A’raaf 188 Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".
Al Isro 105 Dan Kami turunkan (Al Qur'an itu dengan sebenar-benarnya dan Al Qur'an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
Al Fath 8 Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
Semua ayat di atas menunjukkan adanya sisi basyiran (Risalah sebagai pemberi kabar gembira) bagi orang yang beriman kepada Alloh, hari akhir, kitab-Nya, Rasul-Nya. Sekaligus menunjukkan adanya sisi nadziron (Risalah sebagai pembawa peringatan atau ancaman) bagi orang yang tidak beriman.
Bahkan ada satu ayat lagi yang bentuknya persis sama dengan Al Anbiya 107 yaitu pada Al Qur’an surat Al Furqon 56 yang berarti “Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.” Perhatikan bahwa awal ayat tersebut sama Al Anbiya 107. Hanya saja kata rahmat bagi semesta alam diganti dengan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
Hal tersebut sekali lagi menyiratkan bahwa rahmat yang dimaksud memiliki dua sisi yaitu bagi kaum yang beriman dan menerima kenabian Muhammad (berupa kabar gembira) dan bagi yang tidak beriman (berupa ancaman). Jadi salah besar kalau rahmat bagi seluruh alam itu hanya diartikan sebagai sikap lemah lembut dan lembek pada semua orang apapun agamanya, apapun manhajnya, meskipun orang itu memusuhi Alloh dan Rasul-Nya, meskipun orang itu berbuat kemungkaran.
Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa siapapun yang menerima rahmat risalah Muhammad dan bersyukur atas karunia dari Alloh ini, maka akan bahagia di dunia dan di akhirat. Tapi siapa yang kafir terhadap rahmat risalah kenabian Muhammad maka akan rugi dunia dan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.