Padahal, jika kita mau sedikit bijak, tak ada sesuatu di dunia ini yang sia-sia. Karena pada prinsipnya, segalah hal yang ada tak lepas dari qadha dan irodah Allah, termasuk sampah kehidupan yaitu demokrasi.
Anggap saja demokrasi adalah sampah, namun sebenarnya sampah yang dianggap tak berguna itu memiliki manfaat yang cukup besar untuk manusia. Selayaknya sampah itu sendiri.
Beberapa ahli mengatakan, ada manfaat sampah untuk manusia.
1. Sebagai pupuk organik untuk tanaman. Limbah dari sampah organik dapat dijadikan sebagai pupuk penyubur tanaman dengan menyulap sampah menjadi kompos. Kompos dapat memperbaiki struktur tanah, dengan meningkatkan kandungan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air dalam tanah.
Saya mengartikan, demokrasi tergantung berada di tangan siapa. Jika dikendalikan full oleh orang-orang shalih, maka demokrasi dapat menjadi pupuk organik yang menyuburkan tanaman-tanaman dakwah Islam.
Karena di alam demokrasi yang organik, kebebasan sangat dijunjung tinggi. Bayangkan manfaatnya jika orang-orang shalih yang komit dengan keshalihannya, lalu ia berbuat dan membuka seluas-luasnya bagi kebaikan, berapa manfaat kesuburan yang akan terjadi. Jika tanah adalah masyarakat (umat), maka umat mampu mempertahankan nilai-nilai luhur yang bersumber dariIslam, sebagaimana tanah mampu mempertahankan kandungan air.
Kebalikannya, jika sampah demokrasi dibiarkan tak ada yang mengurus, atau terongok begitu saja. Apa akibatnya? Selokan mampet, bau, dan banjir tak dapat dicegah.
Atau jika sampah demokrasi dibiarkan berada di tangan orang-orang jahil, pembenci Islam, dan mengedepankan syahwat kekuasaan, maka yang terjadi: kebatilan semakin digalakkan, sementara kebaikan dimarjinalkan secara sistemik.
2. Sumber humus. Sampah orgnaik yang tenah membusuk seperti dapat menjadi humus yang dibutuhkan untuk tanah untuk menjaga kesuburan tanah. serta menjadi sumber makanan yang baik bagi tumbuh-tumbuhan, meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, mencegah pengerukan tanah, menaikkan aerasi tanah, menaikkan foto kimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik racun.
Sampah demokrasi pun dapat dijadikan humus, yaitu membuat UU, PP, Kepress, atau Perda yang dibutuhkan untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan ia dapat menjadi sumber pelaksanaan nilai-nilai Islami dalam kehidupan, sehingga Islam semakin disegani, kebenaran ditegakkan, aliran-aliran sesat terpinggirkan, dan menaikkan posisi tawar umat dalam kehidupan.
Sampah demokrasi adalah realitas yang paling realistis di tengah jahiliyah modern yang kental dengan mistik, hedonisme, permisifisme, dan ambivalensi. Dengan demokrasi, para pejuang kebaikan (Al-Haq) diharapkan tampil menjadi pemberi contoh dan menjadi contoh dalam kehidupan. Bukan sekedar diam dan menanti pertolongan semata.
3. Sampah dapat didaur
ulang. Limbah sampah dari plastik dan kertas dapat didaur ulang menjadi berbagai barang yang bermanfaat seperti menjadi produk furnitur yang cantik. atau didaur ulang kembali menjadi bahan baku pembuatan produk plastik atau kertas.
Sampah demokrasi pun harus dan perlu didaur ulang. Supaya ada perubahan arah dari hanya menjadi corong kepentingan Barat (Salibis-ZIonis) menjadi corong yang memperjuangkan kepentingan Islam dan umatnya.
Daur ulang tersebut adalah:
a. Mengubah kekuasaan yang dipegang diktator, dengan sampah demokrasi yang didaur ulang untuk memunculkan pemimpin- pemimpin alternatif yang shalih, melayani, dan antidiskriminatif.
b. Mengubah sampah demokrasi untuk menjadi wahana perluasan syiar, tau'iyah (penyadaran umat), dan sosialisasi syariat.
c. Memberi ruang kepada umat untuk melahirkan produk-produk yang inovatif, kreatif, dan bermanfaat luas.
4 dan 5. Dijadikan bahan bakar alternatif. Pembusukan sampah dapat menghasilkan gas yang bernama gas metana yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk kebutuhan rumah tangga atau industri kecil.
(5) Menjadi sumber listrik. Secara tidak langsung sampah dapat dijadikan sumber listrik alternatif dengan cara merubah sampah agar menghasilkan gas metana, dimana gas ini dapat dijadikan bahan bakar untuk menjalankan pembangkit listrik.
Apakah sampah demokrasi tidak bisa dijadikan energi? Ternyata, beberapa negara penganut demokrasi semisal TUrki, sudah mampu menjadikan sampah demokrasi sebagi energi dan power untuk menekan segala bentuk penindasan Israel dan sikap diam Barat terhadap pembantaian umat Islam.
Bukan hanya itu, para pemimpin Turki menjadikan sampah demokrasi sebagai energi memutar ulang zaman keemasan Islam di Turki, tentu secara bertahap, namun terukur dan signifikan.
Tengoklah negeri Kelantan, para pemimpinnya menjadikan demokrasi sebagai sampah yang kuat menopang kehidupan umat Islam.
Menurut hemat saya yang dha'if ini, daripada kita hanya memaki-maki sampah yang bau dan menjijikan, mengapa kita tidak turun langsung menyingsingkan tangan untuk bekerjasama dengan pihak lain memfungsikan kembali sampah demokrasi dalam kehidupan yang lebih relijius dan syar'i.
Apakah kita lupa, bahwa di zaman Pak Harto atau Mubarak sekalipun, kebebasan muslimah berhijab dihalang-halangi oleh UU? BUkankah di masa sampah demokrasi inilah, kebebasan berhijab (hingga menutup seluruh anggota tubuh pun) dibiarkan tanpa diganggu?
Jadi jangan sampai kita menjadi pribadi yang membenci sampah, namun justru diri kitalah yang tiap hari hobinya membuang sampah. Jangan marah bila saat terbuang, ada pemulung dan orang-orang brilian yang siap memanfaatkan dan menebarkan manfaat.
Jadi masalah sampah demokrasi, erat kaitannya dengan tsaqofah dan kemampuan kita memaksimalkannya. Tentu, kita tak bisa berharap banyak dari demokrasi, karena ia memang SAMPAH. Oleh karena itu, sangat absurd saat kita anti sampah demokrasi, tapi menikmati hasil penjualan dan produk daur ulang dari sampah demokrasi.
Tentu kita pun tak boleh membandingkan energi dari sampah demokrasi dengan energi dari Ilahi. Karena energi sampah hanya alternatif semata, tidak lebih.
Kalau kita membandingkan demokrasi dengan wahyu Ilahi, sama halnya membandingkan
Emas murni 24 karat dengan kuningan.
Saat itu, apapun statemen kita tak ubahnya SAMPAH. Wallahu A'lam.
Sampah demokrasi pun harus dan perlu didaur ulang. Supaya ada perubahan arah dari hanya menjadi corong kepentingan Barat (Salibis-ZIonis) menjadi corong yang memperjuangkan kepentingan Islam dan umatnya.
Daur ulang tersebut adalah:
a. Mengubah kekuasaan yang dipegang diktator, dengan sampah demokrasi yang didaur ulang untuk memunculkan pemimpin- pemimpin alternatif yang shalih, melayani, dan antidiskriminatif.
b. Mengubah sampah demokrasi untuk menjadi wahana perluasan syiar, tau'iyah (penyadaran umat), dan sosialisasi syariat.
c. Memberi ruang kepada umat untuk melahirkan produk-produk yang inovatif, kreatif, dan bermanfaat luas.
4 dan 5. Dijadikan bahan bakar alternatif. Pembusukan sampah dapat menghasilkan gas yang bernama gas metana yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk kebutuhan rumah tangga atau industri kecil.
(5) Menjadi sumber listrik. Secara tidak langsung sampah dapat dijadikan sumber listrik alternatif dengan cara merubah sampah agar menghasilkan gas metana, dimana gas ini dapat dijadikan bahan bakar untuk menjalankan pembangkit listrik.
Apakah sampah demokrasi tidak bisa dijadikan energi? Ternyata, beberapa negara penganut demokrasi semisal TUrki, sudah mampu menjadikan sampah demokrasi sebagi energi dan power untuk menekan segala bentuk penindasan Israel dan sikap diam Barat terhadap pembantaian umat Islam.
Bukan hanya itu, para pemimpin Turki menjadikan sampah demokrasi sebagai energi memutar ulang zaman keemasan Islam di Turki, tentu secara bertahap, namun terukur dan signifikan.
Tengoklah negeri Kelantan, para pemimpinnya menjadikan demokrasi sebagai sampah yang kuat menopang kehidupan umat Islam.
Menurut hemat saya yang dha'if ini, daripada kita hanya memaki-maki sampah yang bau dan menjijikan, mengapa kita tidak turun langsung menyingsingkan tangan untuk bekerjasama dengan pihak lain memfungsikan kembali sampah demokrasi dalam kehidupan yang lebih relijius dan syar'i.
Apakah kita lupa, bahwa di zaman Pak Harto atau Mubarak sekalipun, kebebasan muslimah berhijab dihalang-halangi oleh UU? BUkankah di masa sampah demokrasi inilah, kebebasan berhijab (hingga menutup seluruh anggota tubuh pun) dibiarkan tanpa diganggu?
Jadi jangan sampai kita menjadi pribadi yang membenci sampah, namun justru diri kitalah yang tiap hari hobinya membuang sampah. Jangan marah bila saat terbuang, ada pemulung dan orang-orang brilian yang siap memanfaatkan dan menebarkan manfaat.
Jadi masalah sampah demokrasi, erat kaitannya dengan tsaqofah dan kemampuan kita memaksimalkannya. Tentu, kita tak bisa berharap banyak dari demokrasi, karena ia memang SAMPAH. Oleh karena itu, sangat absurd saat kita anti sampah demokrasi, tapi menikmati hasil penjualan dan produk daur ulang dari sampah demokrasi.
Tentu kita pun tak boleh membandingkan energi dari sampah demokrasi dengan energi dari Ilahi. Karena energi sampah hanya alternatif semata, tidak lebih.
Kalau kita membandingkan demokrasi dengan wahyu Ilahi, sama halnya membandingkan
Emas murni 24 karat dengan kuningan.
Saat itu, apapun statemen kita tak ubahnya SAMPAH. Wallahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.