Keputusan Muhammad Humaidah, seorang bocah Tunisia berusia sepuluh tahun ini benar-benar merupakan keputusan fenomenal. Tanpa banyak bicara, Humaidah telah memberikan pelajaran berharga kepada para pemimpin Palestina, hingga Dr. Abdus Sattar menulisnya di kolom Al Markaz Al Filistin Lil I'lam.
Humaidah yang juga seorang atlet catur internasional itu menolak mengikuti pertandingan catur karena lawannya adalah Israel. Keputusan itu membuatnya kehilangan peluang meraih juara dunia, tetapi telah mengajari elit Palestina untuk berani menolak entitas Zionis Israel. Dr. Abdus Sattar menilai, keputusan itu merupakan keputusan fenomenal, se-fenomenal revolusi Tunisia.
"Muhammad Humaidah menjadi pahlawan Arab yang memiliki harga diri. Sikapnya akan diukir dengan tinta emas dalam sejarah," tulis Sattar, Sabtu (5/5).
Lebih jauh Sattar menjelaskan beberapa pelajaran yang diberikan bocah sepuluh tahun itu kepada elit-elit Palestina.
Pertama, Humaidah menolak hadir ke Ramallah karena ia menganggap hanya sekadar memesan paspor dari Israel sebagai bentuk normalisasi. Bocah sepuluh tahun itu telah mengetahui bahwa Israel adalah penjajah, dan tak boleh bagi seorang Muslim untuk melakukan normalisasi dengan penjajah.
Kedua, sekedar duduk dengan pecatur Israel juga merupakan bentuk pengakuan terhadap keberadaan negara Zionis Israel. Padahal Zionis Israel berdiri di tanah Palestina, merampas tanah itu dan mengusir penduduknya. Maka keberadaan Israel adalah tidak sah, dan mengakuinya merupakan pengkhianatan terhadap umat.
Jika bocah sepuluh tahun saja bisa memiliki pemahaman sedalam itu dan memiliki semangat perjuangan sehebat itu, tidakkah pemimpin Palestina dan kita semua malu jika tidak berani melawan penjajahan Israel atas bumi Palestina? [IK/IP/bsb]
Humaidah yang juga seorang atlet catur internasional itu menolak mengikuti pertandingan catur karena lawannya adalah Israel. Keputusan itu membuatnya kehilangan peluang meraih juara dunia, tetapi telah mengajari elit Palestina untuk berani menolak entitas Zionis Israel. Dr. Abdus Sattar menilai, keputusan itu merupakan keputusan fenomenal, se-fenomenal revolusi Tunisia.
"Muhammad Humaidah menjadi pahlawan Arab yang memiliki harga diri. Sikapnya akan diukir dengan tinta emas dalam sejarah," tulis Sattar, Sabtu (5/5).
Lebih jauh Sattar menjelaskan beberapa pelajaran yang diberikan bocah sepuluh tahun itu kepada elit-elit Palestina.
Pertama, Humaidah menolak hadir ke Ramallah karena ia menganggap hanya sekadar memesan paspor dari Israel sebagai bentuk normalisasi. Bocah sepuluh tahun itu telah mengetahui bahwa Israel adalah penjajah, dan tak boleh bagi seorang Muslim untuk melakukan normalisasi dengan penjajah.
Kedua, sekedar duduk dengan pecatur Israel juga merupakan bentuk pengakuan terhadap keberadaan negara Zionis Israel. Padahal Zionis Israel berdiri di tanah Palestina, merampas tanah itu dan mengusir penduduknya. Maka keberadaan Israel adalah tidak sah, dan mengakuinya merupakan pengkhianatan terhadap umat.
Jika bocah sepuluh tahun saja bisa memiliki pemahaman sedalam itu dan memiliki semangat perjuangan sehebat itu, tidakkah pemimpin Palestina dan kita semua malu jika tidak berani melawan penjajahan Israel atas bumi Palestina? [IK/IP/bsb]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.