Lembaga hak asasi internasional Human Rights Watch (HRW) kemari meluncurkan laporan hasil studi mereka tentang perang di Suriah yang mereka beri nama Death from the Skies – Kematian yang Datang dari Langit.
Di dalam laporannya, HRW menyampaikan apa yang sudah diketahui oleh masyarakat luas: bahwa pesawat-pesawat tempur angkatan udara Suriah berulangkali melakukan penyerangan bukan ke arah kelompok yang disebut rezim Basyar al-Assad sebagai ‘teroris bersenjata’ yaitu para pejuang pembebasan Suriah, melainkan kepada warga sipil biasa.
Serangan-serangan udara ini, menurut HRW, merupakan pelanggaran berat undang-undang perang internasional dan mereka yang melanggar dengan niat jahat bertanggungjawab akan kejahatan perang atau war crimes. Laporan setebal 80 halaman itu diberi judul lengkap Death from the Skies: Deliberate and Indiscriminate Air Strikes on Civilians.
Laporan HRW ini dibuat sesudah dilakukan penelitian di 50 lokasi penyerangan udara yang dilakukan rezim Basyar al-Assad terhadap berbagai kawasan yang sudah dikuasai para pejuang di Aleppo, Idlib dan Lattakia.
Lebih dari 140 wawancara dengan para saksi mata dan korban dilakukan dalam studi ini. HRW mencatat serangan-serangan udara itu membunuh sedikitnya 152 warga sipil. Angka yang sangat kecil dibandingkan dengan yang dicatat para relawan kemanusiaan di dalam Suriah; mereka mendokumentasi sedikitnya 4300 jiwa melayang di seluruh kawasan Suriah karena serangan udara rezim sejak Juli 2012.
“Dari desa ke desa yang kami datangi, kami dapati warga sipil yang sangat ketakutan terhadap angkatan udara mereka sendiri,” demikian kata Ole Solvang, salah satu peneliti HRW. “Serangan-serangan udara ilegal ini membunuh dan melukai warga sipil dan menimbulkan kerusakan, ketakutan dan displacement luar biasa.”
Di dalam laporannya, HRW menyampaikan apa yang sudah diketahui oleh masyarakat luas: bahwa pesawat-pesawat tempur angkatan udara Suriah berulangkali melakukan penyerangan bukan ke arah kelompok yang disebut rezim Basyar al-Assad sebagai ‘teroris bersenjata’ yaitu para pejuang pembebasan Suriah, melainkan kepada warga sipil biasa.
Serangan-serangan udara ini, menurut HRW, merupakan pelanggaran berat undang-undang perang internasional dan mereka yang melanggar dengan niat jahat bertanggungjawab akan kejahatan perang atau war crimes. Laporan setebal 80 halaman itu diberi judul lengkap Death from the Skies: Deliberate and Indiscriminate Air Strikes on Civilians.
Laporan HRW ini dibuat sesudah dilakukan penelitian di 50 lokasi penyerangan udara yang dilakukan rezim Basyar al-Assad terhadap berbagai kawasan yang sudah dikuasai para pejuang di Aleppo, Idlib dan Lattakia.
Lebih dari 140 wawancara dengan para saksi mata dan korban dilakukan dalam studi ini. HRW mencatat serangan-serangan udara itu membunuh sedikitnya 152 warga sipil. Angka yang sangat kecil dibandingkan dengan yang dicatat para relawan kemanusiaan di dalam Suriah; mereka mendokumentasi sedikitnya 4300 jiwa melayang di seluruh kawasan Suriah karena serangan udara rezim sejak Juli 2012.
“Dari desa ke desa yang kami datangi, kami dapati warga sipil yang sangat ketakutan terhadap angkatan udara mereka sendiri,” demikian kata Ole Solvang, salah satu peneliti HRW. “Serangan-serangan udara ilegal ini membunuh dan melukai warga sipil dan menimbulkan kerusakan, ketakutan dan displacement luar biasa.”
Dari Kursi Jerman
Rezim brutal Basyar al-Assad – sebagaimana sudah terbukti dan diberitakan luas – tidak hanya melakukan pembunuhan dari udara tapi juga dari darat. Peluru-peluru snipers dan pisau jagal serta berbagai alat penyiksaan sudah makan ribuan korban warga Suriah biasa.
Salah satunya adalah berita dari Syrian Days of Rage yang mengutip kesaksian seorang mantan tawanan salah satu penjara dan pusat penyiksaan rezim Basyar.
“Dalam salah satu pusat penahanan (di Damascus) itu, setiap harinya 40 tawanan dibunuh dengan menggunakan ‘kursi Jerman.’ Ini adalah satu alat penyiksaan dan eksekusi yang dipakai di penjara-penjara Suriah. Si tawanan dibunuh dengan cara dipatahkan tulang belakangnya. Salah satu ingatan yang paling mengerikan adalah ketika mereka menghukum mati seorang anak lelaki usia 12 tahun – tanpa pengadilan, tentu saja. Bocah itu menangis dan mengemis minta diampuni, ‘Om, tolong Om, jangan bunuh aku.’ Tak ada gunanya. Mereka letakkan si bocah di kursi itu dan mereka patahkan tulang punggungnya. Ketika si kecil tidak langsung mati, para tentara penjaga tawanan itu menginjak dan mematahkan lehernya.”
Dan ini salah satu laporan lain, dari Amnesty International, tentang berbagai cara penyiksaan di dalam penjara-penjara dan pusat-pusat penahanan rezim Suriah, mulai dari pemerkosaan sampai penyetruman. (bumisyam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.