Damaskus atau Dimasyq (Arab), ibu kota Suriah modern, adalah kota tua yang sangat bersejarah. Dimasyq dibebaskan dari cengkeraman Romawi di era Khalifah Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘Anhu. Pasukan sahabat yang pertama menorehkan sejarah umat di kota ini dipimpin oleh Saifullah Al Maslul Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘Anhu.
Peradaban Islam yang usianya lebih muda tiga kali daripada usia Damaskus, terkait banyak dengan sejarah kota ini. Tidak heran banyak dari mujahidun dan ulama yang di belakang nama mereka tercantum “Ad Dimasyqi” atau penduduk kota Damaskus.
Demikian banyak ulama dan intelektual yang lahir, atau pernah belajar dan mukim, atau mengajar serta menorehkan karya besarnya di kota ini. Beberapa dari tokoh Islam dari kota Damaskus yang sangat menonjol itu adalah:
1. Imam Al Muwaffaq Ibnu Qudamah (451 H/1147 M-620 H/1223 M)
Siapapun yang mendalami hukum Islam harus mengenalnya. Muwaffaq Ad Din Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al Jama’ili Al Maqdisi, lahir di Palestina. Dia kemudian menuntut ilmu ke Damaskus dan Baghdad, namun kiprah intelektual dan dakwahnya di Damaskus.
Karyanya yang paling terkenal: Al Mugni fii Syarh Mukhtashar Al Khiraqi. Sebuah ensiklopedi hukum Islam yang kendati berpijak pada mazhab Hambali, namun memuat pendapat beserta argumentasi hukum seluruh mazhab fiqh yang pernah ada, bahkan menanjak ke pendapat sahabat dan tabi’in. Dalam buku itu, Ibnu Qudamah mengkaji setiap argumentasi secara kritis serta mengemukakan pendapatnya yang tak terikat mazhab. ‘Izz Ad Din bin Abdis Salam Asy Syafi’i berujar, “Hatiku tidak tenang berfatwa sampai aku punya satu kitab Al Mughni.”
Kitabnya yang lain adalah Raudhah Al Nazhir wa Junnah Al Munazhir, ‘Umdah Al Fiqh, Al Kafi, Al Muqni’, Lum’ah Al I’tiqad, dan lain-lain.
2. Imam ‘Izz Ad Din bin Abdissalam Al Syafi’i (577 H/1181 M-660 H/1262 M).
Populer dengan gelarnya Sulthan Al Ulama (pemuka para ulama), alim yang bernama lengkap Abdul ’Aziz bin Abdis Salam bin Abi Al Qasim Al Sulmi Al Dimasyqi ini lahir dan menuntut ilmu di kota Damaskus.
Ahli di bidang hukum Islam (fiqh dan ushul) dan hadits, serta besar dalam tradisi fiqh madrasah Syafi’i, ‘Izz Ad Din adalah seorang penceramah yang terkenal tegas dalam menyuarakan kebenaran. Imam sempat menjabat sebagai khatib di Masjid Jami Al Umawi, sebelum akhirnya diberhentikan karena mengeritik penguasa di atas mimbar.
Tidak setuju dengan kebijakan penguasa, ‘Izz Ad Din pindah ke Mesir dan menyebarkan ilmunya di sana. Tulisannya antara lain: Al Qawa’id Al Kubra, Al Qawa’id Al Shugra, Mukhtashar Shahih Muslim, Al Fatawa Al Mishriyah, Bidayah Al Suul fii Tafdhil Al Rasul, Maqashid Al Ri’ayah, dan lain-lain. Karya-karyanya menonjol dengan penekanan visi maslahat dalam hukum Islam.
3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (661 H/1263 M-728 H/1328 M)
Bernama lengkap Taqi Ad Din Abu Al ‘Abbas Ahmad bin Abdil Halim bin Abdis Salam bin Taimiyah Al Harrani Al Hambali Al Dimasyqi. Reformer utama dan mujahid mulia ini lahir di Harran, Turki, kemudian bersama keluarganya eksodus ke Damaskus akibat serangan bangsa Tartar. Di sinilah dia kemudian berguru dan belajar dengan penuh kesungguhan.
Ibnu Taimiyah terkenal sebagai reformer karena kritik tajamnya terhadap segala bentuk deviasi dalam pemahaman Islam. Dia menggugat kalam filsafat, tasawuf ekstrim, dan sikap taklid fiqh. Untuk itu semua dia berkali-kali dipenjara oleh penguasa atas hasutan ulama yang membencinya.
Dia disebut Syaikhul Islam karena keilmuannya yang kompleks dan ensiklopedis. Tapi dia konsisten dengan seruannya untuk kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah serta pemahaman As Salaf Ash Shalih. Melengkapi perjuangannya, dia memimpin dan menginisiasi jihad melawan Tartar.
Tulisannya yang lebih banyak berupa risalah dan fatwa dirangkum dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah; sedangkan karyanya yang lain: Minhaj Al Sunnah Al Nabawiyah, Dar’u Ta’arudh Al ‘Aql wa Al Naql, Al Tis’iniyah, dan lain-lain. Karya-karyanya terus diteliti dan dikaji bukan hanya karena pembahasannya yang luas dan kritis, tapi juga karena nafas pergerakan yang dibawanya.
4. Imam Al Hafizh Adz Dzahabi (673 H/1275 M-748 H/1347 M)
Ialah Syams Ad Din Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Asalnya dari suku Turkmen, tapi lahir dan besar di kota Damaskus. Adz Dzahabi, salah satu murid Ibnu Taimiyah, adalah seorang sejarawan agung, periwayat sanad Al Qur’an, dan pakar ilmu hadits terkemuka.
Kepakaran Adz Dzahabi terutama dalam ilmu rijal, yaitu pengenalan yang kritis dan mendalam terhadap biografi rawi hadits. Karya-karyanya antara lain Thabaqat Al Huffazh, Thabaqat Al Qurra, Al Kasyif, Al Mizan fii Al Dhu’afa, Siyar A’lam Al Nubala, Tarikh Al Islam, Talkhis Al Mustadrak, Mukhtashar Sunan Al Bayhaqi, dan lain-lain. Setiap peneliti hadits setelahnya dianggap telah berutang jasa kepadanya.
5. Taj Ad Din As Subki (727 H/1327 M-771 H/1370 M)
Atau Abdulwahhab bin Ali bin Abdil Kaafi. Lahir di Kairo kemudian pindah ke Damaskus, As Subki belajar dari ulama-ulama kenamaan dari dua kota besar Islam itu. Sangat menonjol di bidang hukum Islam dan sejarah, As Subki mendapat ijazah untuk berfatwa sebelum usianya genap 20 tahun. Kelak, dia diangkat sebagai Qadhi Al Qudhat (hakim agung) di seluruh wilayah Syam.
Karya-karyanya sangat mendalam sehingga cocok sebagai kajian bagi para sarjana. Kitab-kitabnya antara lain Syarh Mukhtashar Ibnu Al Hajib, Syarh Minhaj Al Baidhawi, Thabaqat Asy Syafi’iyah Al Kubra, dan Jam’u Al Jawami’ yang sering dianggap sebagai penutup bagi karya-karya ulama klasik untuk bidang ushul fiqh.
6. Ibnu Qayim Al Jauziyah (691 H/1292 M-751 H/1350 M)
Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad, bersama guru utamanya Ibnu Taimiyah merupakan reformer terpenting di abad ke-8 Hijriyah. Lahir dan berkarir ilmiah di Damaskus, bersama guru utamanya berkali-kali keluar masuk penjara.
Peradaban Islam yang usianya lebih muda tiga kali daripada usia Damaskus, terkait banyak dengan sejarah kota ini. Tidak heran banyak dari mujahidun dan ulama yang di belakang nama mereka tercantum “Ad Dimasyqi” atau penduduk kota Damaskus.
Demikian banyak ulama dan intelektual yang lahir, atau pernah belajar dan mukim, atau mengajar serta menorehkan karya besarnya di kota ini. Beberapa dari tokoh Islam dari kota Damaskus yang sangat menonjol itu adalah:
1. Imam Al Muwaffaq Ibnu Qudamah (451 H/1147 M-620 H/1223 M)
Siapapun yang mendalami hukum Islam harus mengenalnya. Muwaffaq Ad Din Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al Jama’ili Al Maqdisi, lahir di Palestina. Dia kemudian menuntut ilmu ke Damaskus dan Baghdad, namun kiprah intelektual dan dakwahnya di Damaskus.
Karyanya yang paling terkenal: Al Mugni fii Syarh Mukhtashar Al Khiraqi. Sebuah ensiklopedi hukum Islam yang kendati berpijak pada mazhab Hambali, namun memuat pendapat beserta argumentasi hukum seluruh mazhab fiqh yang pernah ada, bahkan menanjak ke pendapat sahabat dan tabi’in. Dalam buku itu, Ibnu Qudamah mengkaji setiap argumentasi secara kritis serta mengemukakan pendapatnya yang tak terikat mazhab. ‘Izz Ad Din bin Abdis Salam Asy Syafi’i berujar, “Hatiku tidak tenang berfatwa sampai aku punya satu kitab Al Mughni.”
Kitabnya yang lain adalah Raudhah Al Nazhir wa Junnah Al Munazhir, ‘Umdah Al Fiqh, Al Kafi, Al Muqni’, Lum’ah Al I’tiqad, dan lain-lain.
2. Imam ‘Izz Ad Din bin Abdissalam Al Syafi’i (577 H/1181 M-660 H/1262 M).
Populer dengan gelarnya Sulthan Al Ulama (pemuka para ulama), alim yang bernama lengkap Abdul ’Aziz bin Abdis Salam bin Abi Al Qasim Al Sulmi Al Dimasyqi ini lahir dan menuntut ilmu di kota Damaskus.
Ahli di bidang hukum Islam (fiqh dan ushul) dan hadits, serta besar dalam tradisi fiqh madrasah Syafi’i, ‘Izz Ad Din adalah seorang penceramah yang terkenal tegas dalam menyuarakan kebenaran. Imam sempat menjabat sebagai khatib di Masjid Jami Al Umawi, sebelum akhirnya diberhentikan karena mengeritik penguasa di atas mimbar.
Tidak setuju dengan kebijakan penguasa, ‘Izz Ad Din pindah ke Mesir dan menyebarkan ilmunya di sana. Tulisannya antara lain: Al Qawa’id Al Kubra, Al Qawa’id Al Shugra, Mukhtashar Shahih Muslim, Al Fatawa Al Mishriyah, Bidayah Al Suul fii Tafdhil Al Rasul, Maqashid Al Ri’ayah, dan lain-lain. Karya-karyanya menonjol dengan penekanan visi maslahat dalam hukum Islam.
3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (661 H/1263 M-728 H/1328 M)
Bernama lengkap Taqi Ad Din Abu Al ‘Abbas Ahmad bin Abdil Halim bin Abdis Salam bin Taimiyah Al Harrani Al Hambali Al Dimasyqi. Reformer utama dan mujahid mulia ini lahir di Harran, Turki, kemudian bersama keluarganya eksodus ke Damaskus akibat serangan bangsa Tartar. Di sinilah dia kemudian berguru dan belajar dengan penuh kesungguhan.
Ibnu Taimiyah terkenal sebagai reformer karena kritik tajamnya terhadap segala bentuk deviasi dalam pemahaman Islam. Dia menggugat kalam filsafat, tasawuf ekstrim, dan sikap taklid fiqh. Untuk itu semua dia berkali-kali dipenjara oleh penguasa atas hasutan ulama yang membencinya.
Dia disebut Syaikhul Islam karena keilmuannya yang kompleks dan ensiklopedis. Tapi dia konsisten dengan seruannya untuk kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah serta pemahaman As Salaf Ash Shalih. Melengkapi perjuangannya, dia memimpin dan menginisiasi jihad melawan Tartar.
Tulisannya yang lebih banyak berupa risalah dan fatwa dirangkum dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah; sedangkan karyanya yang lain: Minhaj Al Sunnah Al Nabawiyah, Dar’u Ta’arudh Al ‘Aql wa Al Naql, Al Tis’iniyah, dan lain-lain. Karya-karyanya terus diteliti dan dikaji bukan hanya karena pembahasannya yang luas dan kritis, tapi juga karena nafas pergerakan yang dibawanya.
4. Imam Al Hafizh Adz Dzahabi (673 H/1275 M-748 H/1347 M)
Ialah Syams Ad Din Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Asalnya dari suku Turkmen, tapi lahir dan besar di kota Damaskus. Adz Dzahabi, salah satu murid Ibnu Taimiyah, adalah seorang sejarawan agung, periwayat sanad Al Qur’an, dan pakar ilmu hadits terkemuka.
Kepakaran Adz Dzahabi terutama dalam ilmu rijal, yaitu pengenalan yang kritis dan mendalam terhadap biografi rawi hadits. Karya-karyanya antara lain Thabaqat Al Huffazh, Thabaqat Al Qurra, Al Kasyif, Al Mizan fii Al Dhu’afa, Siyar A’lam Al Nubala, Tarikh Al Islam, Talkhis Al Mustadrak, Mukhtashar Sunan Al Bayhaqi, dan lain-lain. Setiap peneliti hadits setelahnya dianggap telah berutang jasa kepadanya.
5. Taj Ad Din As Subki (727 H/1327 M-771 H/1370 M)
Atau Abdulwahhab bin Ali bin Abdil Kaafi. Lahir di Kairo kemudian pindah ke Damaskus, As Subki belajar dari ulama-ulama kenamaan dari dua kota besar Islam itu. Sangat menonjol di bidang hukum Islam dan sejarah, As Subki mendapat ijazah untuk berfatwa sebelum usianya genap 20 tahun. Kelak, dia diangkat sebagai Qadhi Al Qudhat (hakim agung) di seluruh wilayah Syam.
Karya-karyanya sangat mendalam sehingga cocok sebagai kajian bagi para sarjana. Kitab-kitabnya antara lain Syarh Mukhtashar Ibnu Al Hajib, Syarh Minhaj Al Baidhawi, Thabaqat Asy Syafi’iyah Al Kubra, dan Jam’u Al Jawami’ yang sering dianggap sebagai penutup bagi karya-karya ulama klasik untuk bidang ushul fiqh.
6. Ibnu Qayim Al Jauziyah (691 H/1292 M-751 H/1350 M)
Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad, bersama guru utamanya Ibnu Taimiyah merupakan reformer terpenting di abad ke-8 Hijriyah. Lahir dan berkarir ilmiah di Damaskus, bersama guru utamanya berkali-kali keluar masuk penjara.
Tulisan-tulisannya menonjol karena kajiannya yang sistematis dan bahasanya yang indah. Hampir semua bukunya di bidang ilmu tertentu menjadi referensi penting di bidangnya, karena orisinalitas pendekatannya dan kekuatan orientasinya kepada sumber pertama, yaitu Al Qur’an dan Sunnah.
Dia menulis AthThuruq Al Hukmiyah fii As Siyasah As Syar’iyah di bidang politik dan peradilan, I’lam Al Muwaqqi’in dalam ushul fiqh, Zaad Al Ma’ad dalam biografi Nabi yang dipadukan dengan fiqh dan Thibbun Nabawi, Madarij Al Salikin dalam tazkiyatun nafs, serta buku-buku lain di bidang tafsir dan Hadits.
7. Imam Al Hafizh Ibnu Katsir (700-774 H)
Siapa yang tidak mengenalnya? Penulis kitab yang lebih populer dengan namanya: Tafsir Ibnu Katsir. Alim yang bernama lengkap ‘Imad Ad Din Abu Al Fida’ Ismail bin Amr Al Qurasyi ini lahir di Bashrah. Ditinggal wafat ayahnya sejak kecil, dia kemudian pindah ke Damaskus.
Di Damaskus, Ibnu Katsir kecil tumbuh dewasa dan menuntut ilmu. Dia berguru ke ulama-ulama besar zamannya, termasuk Imam Al Amidi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Untuk gurunya yang disebut terakhir, Ibnu Katsir belajar dengan tekun sehingga dia termasuk yang disakiti saat gurunya itu mendapat tantangan dari pihak-pihak yang berseberangan paham dengannya.
Ibnu Katsir menulis banyak buku, tapi dua bukunya yang sangat masyhur: Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim dan Al Bidayah wa Al Nihayah. Karyanya itu membuktikan otoritasnya dalam ilmu tafsir, hadits dan sejarah. Karya-karyanya menjadi rujukan primer terutama karena aqidahnya yang kokoh dan kajiannya yang kritis.
8. Imam Ibnu Rajab Al Hambali (736 H/1336 M-795 H/1393 M)
Nama lengkapnya Zain Ad Din Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab, lahir di Baghdad tapi besar dan berkarya di kota Damaskus. Alim ini sangat pakar dalam ilmu hadits dan fiqh, di samping sebagai penceramah dengan bahasa yang menyentuh khalayaknya.
Karya-karyanya, misalnya: Syarh Sunan Al Tirmidzi, Fath Al Bari Syarh Shahih Al Bukhari (tidak tamat), Thabaqat Al Hanabilah, Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, Syarh ‘Ilal Al Tirmidzi, Qawa’id Ibnu Rajab, dan lain-lain. Tiga bukunya yang disebut terakhir menjadi referensi wajib dalam kajian ilmu hadits dan fiqh bagi penuntut ilmu hingga saat ini.
9. Imam Ibnu Al Jazari (751 H/1350 M-833 H/1429 M)
Syams Ad Din Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Asy Syafi’i. Ibnu Al Jazari lahir dan besar di kota Damaskus, pernah mengunjungi Mesir, dan menjadi qadhi (hakim) di Syiraz sampai wafat di sana.
Dia merupakan “Syekh Al Qurra” atau guru para pemilik sanad bacaan Al Qur’an, dan pendiri madrasah Dar Al Qur’an. Kitab-kitabnya sebagian besar terkait ilmu Al Qur’an: Gayah Al Nihayah fii Thabaqat Al Qurra, Nihayah Al Dirayah fii Asma Rijal Al Qira’at, Al Tamhid fii ‘Ilm Al Tajwid, dan lain-lain. Kitabnya, Al Nasyr fii Al Qira’at Al ‘Asyr menjadi hapalan para peneliti qiraat dan ilmu bacaan Al Qur’an hingga saat ini.
10. Jamal Ad Din Al Qasimi (1283 H/1866 M-1332 H/1913 M)
Ibnu Al Faraj Muhammad Jamal Ad Din bin Sa’ad. Lahir dan menuntut ilmu sejak kecil di Damaskus. Seorang alim dengan visi pembaruan yang kuat. Untuk itu, sejak usia 20-an tahun dia telah mengkonsentrasikan diri mengajar dan menulis.
Jauh dari fanatisme buta, kritis, penelitian yang tekun, dan bahasa yang bijak merupakan ciri penting dari karya-karya Al Qasimi. Tulisan-tulisannya yang merangkum ulasan terbaik dari ulama-ulama terdahulu menjadi bukti keluasan bacaan dan ketelitiannya dalam membahas persoalan-persoalan agama.
Al Qasimi menulis Mahasin Al Ta’wil untuk tafsir, dan Qawa’id Al Tahdits untuk Ushul Al Hadits, dan karya-karya lainnya.
11. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani (1332 H/1914 M-1420 H/1999 M)
Tokoh intelektual Islam terkemuka dengan proyek ilmiahnya dalam bidang ilmu hadits, berkontribusi besar terhadap bangkitnya studi hadits di dunia Islam kontemporer. Syekh lahir di Albania, tapi sejak kecil orang tuanya hijrah dan membawanya serta ke Damaskus. Pendidikan Al Albani diperolehnya dari ulama dan syaikh terkemuka di Damaskus.
Al Albani kemudian tertarik kepada ilmu hadits, yang dia jadikan objek kajiannya sepanjang hidupnya. Al Albani menjadi sangat menonjol di bidang ini sehingga mengungguli sarjana-sarjana lainnya di bidang tersebut. Sejak muda, Al Albani telah aktif menulis sehingga karya-karya tulisnya lebih dari 100 judul buku.
Di antara buku-buku Al Albani yang populer adalah Irwa Al Galil fii Takhrij Ahadits Manar Al Sabil, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, Silsilah Al Ahadits Al Dha’ifah, Shahih Al Jami Al Shagir wa Ziyadatuh, Tahqiq Kitab Misykat Al Mashabih li Al Tibrizi, Sifah Shalah Al Nabi Shallallahu ‘Aaihi wa Sallam, dan lain-lain.
Sebagian besar dari karyanya merupakan takhrij yang mendalam terhadap hasits-hadits, yang menjadikannya rujukan bagi setiap sarjana dan peneliti.
12. Syaikh Ali Musthafa Al Thanthawi (327 H/1909 M-1420 H-1999)
Ulama dan penulis produktif ini lahir, tumbuh besar dan menyelesaikan pendidikannya di kota Damaskus. Pernah bekerja di bidang pendidikan dan pengadilan hingga menduduki jabatan yang cukup tinggi.
Tahun 1933, Al Thanthawi pindah ke Saudi Arabia dan dipercayakan mengajar di beberapa universitas. Belakangan, Syaikh fokus berdakwah lewat ceramah, tulisan dan acara radio serta televisi. Style dakwah Ath Thanthawi memikat khalayak pemirsa yang luas. Dia mampu menggabungkan antara kedalaman wawasan keislaman klasik dengan keluasan visi kontemporer, serta dipadu dengan sastra Arab yang tinggi. Syekh Dr. Yusuf Al Qardhawi menyebutnya sebagai “sastrawannya para ahli fiqh, dan ahli fiqhnya para sastrawan.”
Karya-karyanya yang tetap dikenang hingga saat ini adalah Ta’rif ‘Aam bi Din Al Islam, Shuwar wa Khawathir, Mabahits Islamiyah, Rasa’il Al Ishlah, dan lain-lain.(fimadani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.