Asy-Syahid Abu Hamdiah Abu Asninah (Abu Thariq), lelaki dari kota Khalil, Palestina ini lahir tahun 1949. Ia dipenjara penjajah zionis dan pernah diasingkan ke Jordania tahun 1970. Asy-Syahid bergabung dalam revolusi Palestina dan termasuk pejuang sector barat di Libanon. Ia dikenal memiliki akhlak, agama, pengalaman teknikal dalam bidang persenjataan perlawanan. Ia juga dikenal memiliki visi dan misi Islam yang jelas.
Abu Tariq adalah pejuang dan mujahid langka yang bekerja dengan serius dan diam-diam. Ia diketahui teguh beragama dan banyak beribadah, memiliki pemikiran kuat dalam politik dan jihad. Pakar dalam merancang persenjataan dan bom. Memiliki intelijensia keamanan yang mahir. Ia bekerja dalam Kelompok Aliran Islam di gerakan Fatah yang dibentuk oleh Munir Syafiq. Salah satu pimpinan pentingnya adalah Abu Hamdi Sultan, Abu Hasan Qasim, Al-Kayali. Mereka semua gugur syahid di Limsoel Cyprus. Maisarah menjadi bagian dari kelompok Islam di Fatah yang dipimpin oleh Muin Thahir setelah Munir Syafiq yang mengawinkan antara perlawanan dan kerja islami.
Abu Thariq membawahi pekerjaan menyiapkan dan merencanakan sejumlah operasi militer besar sementara dia berada di luar negeri. Di antara operasi militer yang dia kendalikan adalah Operasi Dabuya yang terkenal di Khalil serta sejumlah operasi lain di Al-Quds seperti operasi Bab Al-Magharibah dan lain-lain.
Abu Thariq kembali ke Palestina wilayah jajahan 1867 setelah diteken kesepakatan Oslo tahun 1989. Ia bergabung dalam Badan Keamanan Preventif dan menjadi pejabat di bagian Anti Spionase. Namun ia tidak cocok dengan komandannya Jibril Rajub saat itu. Terjadi tarik ulur dan perbedaan antara Abu Hamdiah dan Rajub terkait dengan mekanisme pengejaran agen dan mata-mata penjajah zionis. Akhirnya ia dari badan keamanan ini setelah beberapa bulan berada di sana.
Abu Tariq adalah pejuang dan mujahid langka yang bekerja dengan serius dan diam-diam. Ia diketahui teguh beragama dan banyak beribadah, memiliki pemikiran kuat dalam politik dan jihad. Pakar dalam merancang persenjataan dan bom. Memiliki intelijensia keamanan yang mahir. Ia bekerja dalam Kelompok Aliran Islam di gerakan Fatah yang dibentuk oleh Munir Syafiq. Salah satu pimpinan pentingnya adalah Abu Hamdi Sultan, Abu Hasan Qasim, Al-Kayali. Mereka semua gugur syahid di Limsoel Cyprus. Maisarah menjadi bagian dari kelompok Islam di Fatah yang dipimpin oleh Muin Thahir setelah Munir Syafiq yang mengawinkan antara perlawanan dan kerja islami.
Abu Thariq membawahi pekerjaan menyiapkan dan merencanakan sejumlah operasi militer besar sementara dia berada di luar negeri. Di antara operasi militer yang dia kendalikan adalah Operasi Dabuya yang terkenal di Khalil serta sejumlah operasi lain di Al-Quds seperti operasi Bab Al-Magharibah dan lain-lain.
Abu Thariq kembali ke Palestina wilayah jajahan 1867 setelah diteken kesepakatan Oslo tahun 1989. Ia bergabung dalam Badan Keamanan Preventif dan menjadi pejabat di bagian Anti Spionase. Namun ia tidak cocok dengan komandannya Jibril Rajub saat itu. Terjadi tarik ulur dan perbedaan antara Abu Hamdiah dan Rajub terkait dengan mekanisme pengejaran agen dan mata-mata penjajah zionis. Akhirnya ia dari badan keamanan ini setelah beberapa bulan berada di sana.
Meski Abu Thariq kembali ke Palestina menjadi bagian dari kesepakatan Oslo, namun ia menyadari bahwa kesepakatan-kesepakatan apapun dengan penjajah zionis tak akan memberikan masa depan bagi Palestina. Karena itu ia kembali fokus kepada kerja perlawanan secara diam-diam jauh dari pos-pos resmi. Ia membangun jembatan dan hubungan kuat dengan Brigade Izzuddin Al-Qassam. Ia memiliki hubungan dengan kelompok Al-Qassam di baldah Betfajjar, Betlehem tengah. Ia juga yang merakit bom untuk kelompok Al-Qassam yang akan melakukan aksi jihad.
Pasca aktivitas jihadnya di Brigade Al-Qassam ini, dan setelah ia mengakui dalam investigasinya, rumahnya dikepung dan ditahan tahun 2002 di kawasan Hawaz di Khalil. Ia kemudian disel selama beberapa bulan. Setelah diadili, ia divonis selama 25 tahun penjara. Namun Jaksa Agung zionis naik banding dan dia kembali diadili sampai ia menerima vonis tahanan seumur hidup.
Sumber-sumber dari tawanan Palestina di penjara zionis mengatakan, bahwa setelah kesepakatan Wafa Ahrar (pertukaran tawanan Palestina dan serdadu zionis Gilad Shalit), Maisarah masuk ruangan penjara kader-kader Hamas di Eishel dan Nafhah. Maisarah menjadi symbol persatuan nasional dan menyatukan tawanan. Ia berusaha menyatukan tawanan Hamas dan Fatah. Bahkan ia juga bekerja menyiapkan proyek rekonsiliasi Fatah dan Hamas dari dalam penjara.
Demikianlah, komandan perlawanan dan jihad bekerja dengan diam-diam. Meski pernah di pemerintah resmi tak menghalangi untuk meluruskan kompas perjuangan. (pip/sinai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.