“Terus?”
“Ya umat Islam harus berani berpikir liberal. Jangan terikat dengan penafsiran dan dogma yang mengekang. Masa hari gini, masih ngeributin homoseksual haram. Tenang aja, kita ini bukan umat nabi Luth. Buktinya kita aman-aman saja.”
“Jadi, kalo umat Islam ingin maju, tidak usah berpegang pada hukum Allah, gitu?”
“Bukan tidak berpegang pada hukum Allah, tetapi penafsiran agama yang harus berubah. Jilbab, potong tangan, kawin beda agama, sudah saatnya direvisi.”
“Dengan menjadi liberal, apa ada jaminan umat Islam akan maju?”
“Paling tidak, umat Islam bisa menyesuaikan diri dengan zaman modern dan HAM.”
“Tapi, tidak semua yang bebas itu baik. Bahkan kebebasan itu identik dengan setan.”
“Engga juga laaah. Pokoknya kebebasan itu hak asasi, tidak boleh dilarang-larang.”
“Oke. Kita tanding Futsal. Berani?”
“Lho, kok lari ke futsal?
"Berani ora?"
"Oke.”
Pertandingan digelar.
Cahyo, Lukman, Bhakti, Baim, Fajri dan Abdul hampir nyerah. Tim futsal gerombolan liberal sukar ditembus. Untungnya, mereka juga belom kebobolan. Tiba-tiba kyai Adung ganti kain sarung dengan trening. Sorban dan gamisnya diganti kaos. Jiyahahahaha, kyai Adung pake nomor punggung 10. Dari pinggir lapangan kyai Adung bersuit, “suiit”.
“Jri, sampeyan ngasoh. Kumpulin nafas dulu. Ane yang maju.”
Fajri nurut. Dalem ati, Fajri nggerutu, “emang bisa lari apa?”
Sepuluh menit berlalu belom ada kemajuan. Tim Futsal gerombolan liberal masih kokoh.
“Kyai, gimana nih? Mereka alot banget maennya,” kata Lukman.
“Tenang Luk. Liat aja dua menit lagi,” kata Kyai Adung.
Benar saja, dua menit kemudian Kyai Adung melakukan hal aneh. Saat kapten gerombolan liberal menggiring bola dan hendak ditendang ke gawang tim Kyai Adung, Kyai Adung merebut bola dengan kedua tangannya. Bola dibekap Kyai Adung dan dimasukan ke dalam kaosnya. Kyai Adung berlari menuju gawang gerombolan liberal macam perempuan hamil tua lari ke rumah dukun hendak beranak. Semua pemain dari kedua tim pada melongo. Kyai Adung terus saja berlari sampai di muka gawang tim lawan. Sambil merogoh bola dari dalam kausnya, Kyai Adung melempar bola sekencang-kencangnya ke arah gawang dan,
“Gooooollllllll,” teriak Kyai Adung.
Wasit melongo. Kapten tim futsal gerombolan liberal protes.
“Kyai, apa-apaan nih?”
“Maen futsal.”
“Patuhi aturan dong. Ini bukan basket. Ini futsal.”
“Emang, engga boleh, ye?
“Kalo volly atau basket, boleh ambil bola pake tangan. Begitu aturannya.”
“Ini kan futsal gaya saya.”
“Futsal gaya apaan?”
“Futsal gaya liberal. Sampeyan engga boleh protes apa lagi ngelarang-larang. Itu melanggar hak asasi saya.”
Qiqiqiqiqi.
Giliran peraturan dan hukum Allah ngambil jalan liberal. Giliran peraturan futsal yang kaga ditanya di akherat dilanggar, dia kaga terima. Wkwkwkwkwk ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.