Pada zaman RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam, di kota Madinah ada seorang anak Yahudi yang bernama Ibnu Shayyad. Pribadinya tidak diketahui secara pasti, sehingga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sangsi apakah dia Dajjal atau tidak. Maka terjadilah suatu peristiwa yang disebutkan secara terperinci dalam hadits berikut ini.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, “Umar bin KhaththabRadhiyallahu Anhu dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berangkat bersama sekelompok orang dan melewati Ibnu Shayyad yang sedang bermain dengan anak-anak di dekat benteng Bani Maghalah. Pada saat itu, Ibnu Shayyad hampir baligh[1], ia tidak merasakan apa-apa sampai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menepuk punggungnya dengan tangan beliau. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepada Ibnu Shayyad,
“Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”
Ibnu Shayyad memandang beliau dan berkata,
“Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasul kaum ummi (yang tidak bisa tulis baca)”
Lalu ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menolak pernyataannya dan bersabda,
“Aku beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya.”
Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya,
“Apa pendapatmu?”
Ibnu Shayyad menjawab,
“Aku didatangi oleh seorang yang benar dan pendusta.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kembali bersabda,
“Perkaranya samar bagi dirimu.”
Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sungguh aku menyembunyikan sesuatu darimu.”[2]
Ibnu Shayyad berkata,
“Asap.”[3]
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Menjauhlah, sungguh engkau tidak akan melewati batas kemampuanmu.”[4]
Maka Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata,
“Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Jika memang dia orangnya[5] maka engkau tidak akan mampu mengalahkannya, dan jika bukan dia, maka tidak ada kebaikan untuk membunuhnya.” (HR. Muslim)
Salim bin Abdullah mengatakan, “Saya mendengar Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuberkata, ‘Setelah kejadian tersebut Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Ubay bin Ka’ab Al-Anshari berjalan menuju batang kurma yang mana Ibnu Shayyad berada di dekatnya. Tatkala sampai di sana, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersembunyi di balik batang kurma tersebut[6] dan mulai mendekat[7] guna mendengar sesuatu dari Ibnu Shayyad sebelum ia melihat beliau. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihatnya sedang berbaring di atas kasur beralaskan kain beludru lalu terdengarlah suara bergemuruh.[8] Kemudian ibunda Ibnu Shayyad melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang bersembunyi di balik pohon kurma, maka ia berkata, ‘Wahai Shafi (nama asli Ibnu Shayyad), ini si Muhammad.’ Maka bangunlah Ibnu Shayyad.
Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Seandainya ia membiarkannya tentu akan jelas keadaannya.[9]” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abu Bakar dan Umar menemuinya -yakni Ibnu Shayyad- di salah satu jalan di Madinah. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya,
“Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”
Ia balik bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku beriman kepada Allah, para Rasul-Nya, dan kitab-kitab-Nya. Apa yang kamu lihat?”
Ibnu Shayyad mengatakan, “Saya melihat singgasana di atas air.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Engkau melihat singgasana Iblis di atas permukaan laut, apa pendapatmu?”
Ibnu Shayyad berkata, “Saya melihat dua orang yang jujur dan satu orang pembohong, atau dua orang pembohong dan satu orang yang jujur.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Perkara itu tidak jelas olehnya[10], biarkanlah ia demikian.” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Kami pernah melakukan haji atau umrah bersama Ibnu Shayyad, lalu kami berhenti di suatu tempat dan orang-orang pun berpencar hingga tinggal saya dan Ibnu Shayyad. Saya merasa sangat ketakutan kepadanya, mengingat apa yang dikatakan orang tentang dirinya. Dia membawa perbekalannya dan meletakkannya bersama perbekalanku. Lalu saya berkata, “Sesungguhnya hari sangat panas, sebaiknya engkau letakkan perbekalanmu di bawah pohon itu.” Lalu ia melaksanakannya- yakni Ibnu Shayyad meletakkan perbekalannya di bawah pohon yang jauh dari Abu Sa’id-. Lantas kami dibawakan seekor kambing, lalu ia mengambil mangkok besar berisi susu kambing tersebut seraya berkata, “Minumlah, wahai Abu Sa’id.”
Saya (Abu Sa’id) katakan, “Sesungguhnya hari amat panas, dan susu itu juga panas.” Saya berkata demikian hanyalah karena tidak suka meminum sesuatu yang ia pegang dengan tangannya atau mengambil sesuatu dari tangannya.
Ibnu Shayyad berkata, “Wahai Abu Sa’id, ingin rasanya aku mengambil tali lantas kugantungkan pada pohon, lalu kucekik leherku karena kekesalan hatiku terhadap apa yang dikatakan banyak orang mengenai diriku bahwa aku adalah Dajjal. Wahai Abu Sa’id, jika orang-orang merasa samar terhadap hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam maka tidaklah ada kesamaran bagi kalian yang berasal dari kalangan Anshar. Bukankah engkau termasuk orang yang paling tahu tentang hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam? Bukankah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda bahwa Dajjal itu mandul, tidak punya anak, sedangkan saya punya anak yang saya tinggal di Madinah? Bukankah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda bahwa Dajjal itu tidak bisa memasuki kota Madinah dan Makkah, sedang saya datang dari Madinah dan hendak menuju ke Makkah?”
Abu Sa’id mengatakan, “Begitulah, hingga aku hampir menerima alasannya.” Kemudian Ibnu Shayyad berkata, “Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya saya mengenalnya (Dajjal) dan mengetahui tempat kelahirannya, serta mengetahui di mana ia berada sekarang.” Abu Sa’id berkata, “Saya katakan kepadanya, “Celakalah engkau pada hari-harimu.” (HR. Muslim)
Pendapat yang benar menurut para ulama, Ibnu Shayyad bukanlah Al-Masih Dajjal, akan tetapi dia adalah salah satu pendusta, dia memiliki jin dan setan yang memberitahukan segala sesuatu kepadanya. Di masa-masa akhir hidupnya terjadi beberapa kejadian bersama Abu Sa’id dan orang lain, sehingga pada akhirnya dia bertaubat dan mengadakan perbaikan terhadap dirinya dengan melakukan amal-amal shalih. Wallahu A’lam.
___________________________
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, “Umar bin KhaththabRadhiyallahu Anhu dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berangkat bersama sekelompok orang dan melewati Ibnu Shayyad yang sedang bermain dengan anak-anak di dekat benteng Bani Maghalah. Pada saat itu, Ibnu Shayyad hampir baligh[1], ia tidak merasakan apa-apa sampai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menepuk punggungnya dengan tangan beliau. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepada Ibnu Shayyad,
“Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”
Ibnu Shayyad memandang beliau dan berkata,
“Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasul kaum ummi (yang tidak bisa tulis baca)”
Lalu ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menolak pernyataannya dan bersabda,
“Aku beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya.”
Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya,
“Apa pendapatmu?”
Ibnu Shayyad menjawab,
“Aku didatangi oleh seorang yang benar dan pendusta.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kembali bersabda,
“Perkaranya samar bagi dirimu.”
Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sungguh aku menyembunyikan sesuatu darimu.”[2]
Ibnu Shayyad berkata,
“Asap.”[3]
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Menjauhlah, sungguh engkau tidak akan melewati batas kemampuanmu.”[4]
Maka Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata,
“Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Jika memang dia orangnya[5] maka engkau tidak akan mampu mengalahkannya, dan jika bukan dia, maka tidak ada kebaikan untuk membunuhnya.” (HR. Muslim)
Salim bin Abdullah mengatakan, “Saya mendengar Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuberkata, ‘Setelah kejadian tersebut Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Ubay bin Ka’ab Al-Anshari berjalan menuju batang kurma yang mana Ibnu Shayyad berada di dekatnya. Tatkala sampai di sana, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersembunyi di balik batang kurma tersebut[6] dan mulai mendekat[7] guna mendengar sesuatu dari Ibnu Shayyad sebelum ia melihat beliau. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihatnya sedang berbaring di atas kasur beralaskan kain beludru lalu terdengarlah suara bergemuruh.[8] Kemudian ibunda Ibnu Shayyad melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang bersembunyi di balik pohon kurma, maka ia berkata, ‘Wahai Shafi (nama asli Ibnu Shayyad), ini si Muhammad.’ Maka bangunlah Ibnu Shayyad.
Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Seandainya ia membiarkannya tentu akan jelas keadaannya.[9]” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abu Bakar dan Umar menemuinya -yakni Ibnu Shayyad- di salah satu jalan di Madinah. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya,
“Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”
Ia balik bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku beriman kepada Allah, para Rasul-Nya, dan kitab-kitab-Nya. Apa yang kamu lihat?”
Ibnu Shayyad mengatakan, “Saya melihat singgasana di atas air.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Engkau melihat singgasana Iblis di atas permukaan laut, apa pendapatmu?”
Ibnu Shayyad berkata, “Saya melihat dua orang yang jujur dan satu orang pembohong, atau dua orang pembohong dan satu orang yang jujur.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Perkara itu tidak jelas olehnya[10], biarkanlah ia demikian.” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Kami pernah melakukan haji atau umrah bersama Ibnu Shayyad, lalu kami berhenti di suatu tempat dan orang-orang pun berpencar hingga tinggal saya dan Ibnu Shayyad. Saya merasa sangat ketakutan kepadanya, mengingat apa yang dikatakan orang tentang dirinya. Dia membawa perbekalannya dan meletakkannya bersama perbekalanku. Lalu saya berkata, “Sesungguhnya hari sangat panas, sebaiknya engkau letakkan perbekalanmu di bawah pohon itu.” Lalu ia melaksanakannya- yakni Ibnu Shayyad meletakkan perbekalannya di bawah pohon yang jauh dari Abu Sa’id-. Lantas kami dibawakan seekor kambing, lalu ia mengambil mangkok besar berisi susu kambing tersebut seraya berkata, “Minumlah, wahai Abu Sa’id.”
Saya (Abu Sa’id) katakan, “Sesungguhnya hari amat panas, dan susu itu juga panas.” Saya berkata demikian hanyalah karena tidak suka meminum sesuatu yang ia pegang dengan tangannya atau mengambil sesuatu dari tangannya.
Ibnu Shayyad berkata, “Wahai Abu Sa’id, ingin rasanya aku mengambil tali lantas kugantungkan pada pohon, lalu kucekik leherku karena kekesalan hatiku terhadap apa yang dikatakan banyak orang mengenai diriku bahwa aku adalah Dajjal. Wahai Abu Sa’id, jika orang-orang merasa samar terhadap hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam maka tidaklah ada kesamaran bagi kalian yang berasal dari kalangan Anshar. Bukankah engkau termasuk orang yang paling tahu tentang hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam? Bukankah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda bahwa Dajjal itu mandul, tidak punya anak, sedangkan saya punya anak yang saya tinggal di Madinah? Bukankah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda bahwa Dajjal itu tidak bisa memasuki kota Madinah dan Makkah, sedang saya datang dari Madinah dan hendak menuju ke Makkah?”
Abu Sa’id mengatakan, “Begitulah, hingga aku hampir menerima alasannya.” Kemudian Ibnu Shayyad berkata, “Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya saya mengenalnya (Dajjal) dan mengetahui tempat kelahirannya, serta mengetahui di mana ia berada sekarang.” Abu Sa’id berkata, “Saya katakan kepadanya, “Celakalah engkau pada hari-harimu.” (HR. Muslim)
Pendapat yang benar menurut para ulama, Ibnu Shayyad bukanlah Al-Masih Dajjal, akan tetapi dia adalah salah satu pendusta, dia memiliki jin dan setan yang memberitahukan segala sesuatu kepadanya. Di masa-masa akhir hidupnya terjadi beberapa kejadian bersama Abu Sa’id dan orang lain, sehingga pada akhirnya dia bertaubat dan mengadakan perbaikan terhadap dirinya dengan melakukan amal-amal shalih. Wallahu A’lam.
___________________________
[1] Umurnya hampir 15 tahun.
[2] Maksudnya, aku menyembunyikan sebuah kalimat dalam diriku, cobalah engkau tebak, apakah yang aku sembunyikan? Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyembunyikan kata Dukhan (asap).
[3] Ibnu Shayyad berusaha untuk menebak apa yang disembunyikan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, namun ia tidak berhasil maka dia katakan, Dukh (asap). Ia mempunyai jin yang dapat mengabarkan segala sesuatu, namun jin tersebut tidak bisa menyingkap apa yang ada di dalam diri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sehingga yang mereka tahu hanyalah kata yang mendekati kata Dukhan (asap).
[4] Maksudnya tidak melebihi kemampuanmu dalam perdukunan, engkau tidak lain hanyalah seorang dukun, pendusta dan penipu.
[5] Maksudnya, jika memang Ibnu Shayyad adalah Dajjal, maka engkau tidak akan sanggup membunuhnya; karena Allah telah menetapkan bahwa orang yang dapat membunuhnya hanyalah Isa Alaihissalam ketika ia turun ke bumi.
[6] Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan hal itu agar tidak diketahui oleh Ibnu Shayyad.
[7] Maksudnya mendekat sedikit demi sedikit ke arah Ibnu Shayyad untuk mendegarkan apa yang diucapkannya.
[8] Maksudnya suara yang tidak jelas dan tidak dapat dipahami.
[9] Maksudnya, jika ibunya membiarkan kita mengawasinya dan tidak memberitahukan keberadaan kita, tentu kita akan mengetahui siapa dia sebenarnya, apakah dia Dajjal atau bukan.
[10] Maksudnya, dia didatangi oleh setan sehingga perkara tersebut tidak jelas olehnya.
SUMBER : http://www.fimadani.com/kisah-ibnu-shayyad/
SUMBER : http://www.fimadani.com/kisah-ibnu-shayyad/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.