Koran Jawa Pos pada Selasa, 29 Mei 2012, memuat iklan 1 halaman dari Kementerian BUMN dengan menampilkan 6 BUMN yang terpilih selaku perusahaan paling menguntungkan versi majalah Forbes 2012.
Bagi masyarakat awam, iklan ini sekilas hanya menunjukkan keberhasilan yang membanggakan dari 6 BUMN yang dianggap berprestasi. Namun bagi kalangan yang memahami makna simbolik dalam setiap pesan sosial yang disajikan secara visual maka iklan ini jelas mengandung ketidaklaziman.
Bila ditarik garis penghubung antara berbagai unsur gambar dan huruf yang terdapat dalam iklan ini, kita dapat melihat dengan jelas bahwa formasinya menunjukkan pola kesatuan simbol yang bersifat Masonik, yakni segitiga bermata satu di atas patahan piramida. Ini bukan sembarang simbol yang dianggap tidak bermakna namun sudah menjadi lambang ancaman dalam riwayat peradaban manusia selaku simbol pemujaan atas sosok Dajjal dan sistem kemungkaran yang dinaunginya.
Ada dua analisa atas termuatnya simbol tersebut dalam iklan ini. Pertama yang dilandasi “Kebetulan” dan ke dua yang dilandasi “Kesengajaan” pada proses perancangan iklan. Dalam analisa pertama, pihak periklanan bisa jadi mengingkari unsur kesengajaan dan menyatakan ini sebagai kebetulan semata. Terhadap dalih macam itu dapat dipertanyakan profesionalitas perancangan iklan, karena ini berarti mereka tidak punya wawasan mendalam atas konsep visual yang diterapkan. Alangkah tidak wajar bila jasa periklanan yang menangani klien sekelas Kementerian BUMN tidak dikelola tenaga ahli di bidang komunikasi visual yang seharusnya memahami makna simbolik yang berkembang secara sensitif di masyarakat. Dalam analisa ke dua, patut diduga bahwa pihak periklanan sesungguhnya memahami makna simbol itu di masyarakat namun justru mereka gunakan kontroversinya untuk memanfaatkan momentum. Indikasi ini justru menunjukkan adanya upaya pelecehan terhadap keyakinan umat beragama atas ancaman kemungkaran yang terkandung dalam simbol tersebut. Terlebih lagi ketika hal ini diterapkan pada iklan Kementerian BUMN yang menyangkut hajat hidup bangsa dan negara Indonesia.
Sesungguhnya yang paling bertanggungjawab pada kasus ini adalah Menteri BUMN, Dahlan Iskan, yang tentunya turut memprakarsai dan menyetujui iklan tersebut. Bagi yang mengetahui sepak terjangnya sejak lama, Dahlan Iskan memang dikenal selaku figur yang berperan besar dalam mendorong perkembangan paham Sepilis (Sekularisme-Pluralisme-Liberalisme) di Indonesia melalui jaringan medianya sendiri, Jawa Pos Group. Keyakinannya yang terpengaruh Nurcholish Madjid, pemikirannya yang selaras Gunawan Muhammad (Tempo), keterlibatannya di Lions Club, dan dukungannya pada kesesatan JIL (Jaringan Iblis Liberal) cukup membuktikan betapa sosok Dahlan Iskan sangat tidak layak berada dalam lingkaran kekuasaan atas Indonesia yang mayoritas Muslim. Posisinya di jajaran Pemerintahan sekarang justru dia manfaatkan untuk memupuk pencitraan bagi dirinya selaku Menteri yang “merakyat” yang bisa jadi modal menuju RI 1 pada Pemilu 2014. Pola pencitraan ini hampir serupa dengan Jokowi yang kini tengah diasong kaum Sepilis untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Karena gencarnya propaganda media yang mendukung kepentingan kaum Sepilis maka banyak masyarakat awam yang masih terpedaya dan menjadi korban dari pencitraan tersebut. Inilah saatnya umat Islam bergerak untuk menyadarkan saudara sesama Muslim agar tidak terpikat lagi oleh pencitraan “merakyat” dari tokoh semacam Dahlan Iskan. Memang pengaruh media massa mainstream kini sangat kuat sehingga umat pun harus lebih kuat dalam melawan pengaruhnya. Jangan sampai seorang Muslim justru membela penokohannya pada Dahlan Iskan dengan gigih padahal dia mengetahui sosok tersebut sangat mendukung JIL yang merupakan barisan penghujat Nabi Muhammad SAW. Syarat utama bagi calon pemimpin Indonesia berikutnya adalah keteguhan aqidah, dan siapapun yang tidak memenuhi kriteria tersebut wajib ditolak pencalonannya oleh umat Islam di negeri ini.
Bagi masyarakat awam, iklan ini sekilas hanya menunjukkan keberhasilan yang membanggakan dari 6 BUMN yang dianggap berprestasi. Namun bagi kalangan yang memahami makna simbolik dalam setiap pesan sosial yang disajikan secara visual maka iklan ini jelas mengandung ketidaklaziman.
Bila ditarik garis penghubung antara berbagai unsur gambar dan huruf yang terdapat dalam iklan ini, kita dapat melihat dengan jelas bahwa formasinya menunjukkan pola kesatuan simbol yang bersifat Masonik, yakni segitiga bermata satu di atas patahan piramida. Ini bukan sembarang simbol yang dianggap tidak bermakna namun sudah menjadi lambang ancaman dalam riwayat peradaban manusia selaku simbol pemujaan atas sosok Dajjal dan sistem kemungkaran yang dinaunginya.
Ada dua analisa atas termuatnya simbol tersebut dalam iklan ini. Pertama yang dilandasi “Kebetulan” dan ke dua yang dilandasi “Kesengajaan” pada proses perancangan iklan. Dalam analisa pertama, pihak periklanan bisa jadi mengingkari unsur kesengajaan dan menyatakan ini sebagai kebetulan semata. Terhadap dalih macam itu dapat dipertanyakan profesionalitas perancangan iklan, karena ini berarti mereka tidak punya wawasan mendalam atas konsep visual yang diterapkan. Alangkah tidak wajar bila jasa periklanan yang menangani klien sekelas Kementerian BUMN tidak dikelola tenaga ahli di bidang komunikasi visual yang seharusnya memahami makna simbolik yang berkembang secara sensitif di masyarakat. Dalam analisa ke dua, patut diduga bahwa pihak periklanan sesungguhnya memahami makna simbol itu di masyarakat namun justru mereka gunakan kontroversinya untuk memanfaatkan momentum. Indikasi ini justru menunjukkan adanya upaya pelecehan terhadap keyakinan umat beragama atas ancaman kemungkaran yang terkandung dalam simbol tersebut. Terlebih lagi ketika hal ini diterapkan pada iklan Kementerian BUMN yang menyangkut hajat hidup bangsa dan negara Indonesia.
Sesungguhnya yang paling bertanggungjawab pada kasus ini adalah Menteri BUMN, Dahlan Iskan, yang tentunya turut memprakarsai dan menyetujui iklan tersebut. Bagi yang mengetahui sepak terjangnya sejak lama, Dahlan Iskan memang dikenal selaku figur yang berperan besar dalam mendorong perkembangan paham Sepilis (Sekularisme-Pluralisme-Liberalisme) di Indonesia melalui jaringan medianya sendiri, Jawa Pos Group. Keyakinannya yang terpengaruh Nurcholish Madjid, pemikirannya yang selaras Gunawan Muhammad (Tempo), keterlibatannya di Lions Club, dan dukungannya pada kesesatan JIL (Jaringan Iblis Liberal) cukup membuktikan betapa sosok Dahlan Iskan sangat tidak layak berada dalam lingkaran kekuasaan atas Indonesia yang mayoritas Muslim. Posisinya di jajaran Pemerintahan sekarang justru dia manfaatkan untuk memupuk pencitraan bagi dirinya selaku Menteri yang “merakyat” yang bisa jadi modal menuju RI 1 pada Pemilu 2014. Pola pencitraan ini hampir serupa dengan Jokowi yang kini tengah diasong kaum Sepilis untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Karena gencarnya propaganda media yang mendukung kepentingan kaum Sepilis maka banyak masyarakat awam yang masih terpedaya dan menjadi korban dari pencitraan tersebut. Inilah saatnya umat Islam bergerak untuk menyadarkan saudara sesama Muslim agar tidak terpikat lagi oleh pencitraan “merakyat” dari tokoh semacam Dahlan Iskan. Memang pengaruh media massa mainstream kini sangat kuat sehingga umat pun harus lebih kuat dalam melawan pengaruhnya. Jangan sampai seorang Muslim justru membela penokohannya pada Dahlan Iskan dengan gigih padahal dia mengetahui sosok tersebut sangat mendukung JIL yang merupakan barisan penghujat Nabi Muhammad SAW. Syarat utama bagi calon pemimpin Indonesia berikutnya adalah keteguhan aqidah, dan siapapun yang tidak memenuhi kriteria tersebut wajib ditolak pencalonannya oleh umat Islam di negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.