Kisah ini begitu panjang. Intinya, bahwa pada masa Hudaibiyyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat tertimpa kehausan yang sangat, sehingga beliau menyuruh sebagian sahabat untuk mencari air di sumur. Namun sumur tersebut sangat angker, sehingga banyak sahabat yang takuk. Kemudian Ali bin Thalib, dengan ditemani beberapa sahabat, berani maju tak gentar menghadapi suara-suara aneh, api-api yang menjilat, angin yang kencang, dan kepala-kepala yang bergelantungan. Para sahabat di belakang Ali merinding ketakutan, tetapi Ali gagah melangkah menebas kepala-kepala itu, dan akhirnya dia pun mengambil air dari sumur angker tersebut.
Takhrij Kisah
Kisah ini sangat masyhur di kalangan Rafidhah (agama Syi’ah –ed.), dan juga sebagian awam dari Ahli Sunnah, di mana mereka mereka beranggapan bahwa Miqat Dzul Hulaifah disebut Bi’r (Sumur Ali) karena Ali berduel dengan jin di sana.
Kisah ini dikeluarkan oleh al-Khara’ithi dalam Hawatiful Jinan, hal. 167-172, dari jalur ‘Umarah bin Zaid, dari Ibrahim bin Sa’ad, dari Muhammad bin Ishar, dari Yahya bin Abdillah bin Harits, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas.
Derajat Kisah
Maudhu’. Para ulama ahli hadits telah bersepakat menegaskan akan bathilnya cerita ini, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (Minhajus Sunnah, 8/161, Majmu’ Fatawa, 4/491-492). Sebab kecacatannya, karena Umarah bin Zaid adalah pemalsu hadits. Demikian juga Yahya bin Abdillah bin Harist, dia seorang yang lemah.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Kisah panjang yang munkar sekali.” (Al-Bidayah wa Nihayah, 2/344).
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dalam kisah ini ada kelemahan.” (Al-Ishabah, 1/498).
Takhrij Kisah
Kisah ini sangat masyhur di kalangan Rafidhah (agama Syi’ah –ed.), dan juga sebagian awam dari Ahli Sunnah, di mana mereka mereka beranggapan bahwa Miqat Dzul Hulaifah disebut Bi’r (Sumur Ali) karena Ali berduel dengan jin di sana.
Kisah ini dikeluarkan oleh al-Khara’ithi dalam Hawatiful Jinan, hal. 167-172, dari jalur ‘Umarah bin Zaid, dari Ibrahim bin Sa’ad, dari Muhammad bin Ishar, dari Yahya bin Abdillah bin Harits, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas.
Derajat Kisah
Maudhu’. Para ulama ahli hadits telah bersepakat menegaskan akan bathilnya cerita ini, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (Minhajus Sunnah, 8/161, Majmu’ Fatawa, 4/491-492). Sebab kecacatannya, karena Umarah bin Zaid adalah pemalsu hadits. Demikian juga Yahya bin Abdillah bin Harist, dia seorang yang lemah.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Kisah panjang yang munkar sekali.” (Al-Bidayah wa Nihayah, 2/344).
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dalam kisah ini ada kelemahan.” (Al-Ishabah, 1/498).
Dzul Hulaifah atau Bi’r Ali?
Miqat penduduk Madinah atau jamaah haji yang lewat Madinah adalah Dzul Hulaifah (sebuah nama desa yang besar di jalan Madinah dulu ) sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits. Ada pun penamaannya dengan “Bi’r Ali” sebagaimana yang populer di masyarakat, maka hendaknya diganti. Sebab, bagaimana pun lafadz yang tertera dalam hadits itu lebih utama. Apalagi kalau kita telusuri ternyata sumber penamaan Bi’r Ali adalah cerita yang laris manis di kalangan Rafidhah, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berduel dengan jin di sumur tersebut, sehingga karena itulah disebut Bi’r Ali.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Orang-orang awam yang jahil menamainya (Dzul Hulaifah) dengan Bi’r Ali, karena prasangka mereka bahwa Ali pernah berduel dengan jin di sana. Padahal ini adalah suatu kedustaan, sebab tidak seorang pun di antara sahabat yang membunuh jin. Sedangkan Ali lebih tinggi derajatnya untuk duel melawan jin,” (Majmu’ Fatawa, 26/100. Lihat juga Manasik Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah, hal. 4, Syarh Umdah, 2/314-315).
Syaikh Mula Ali al-Qari rahimahullah juga berkata, “Dzul Hulaifah. Di tempat ini dahulu ada sumur yang disebut oleh orang-orang awam dengan Bi’r Ali. Konon ceritanya, karena beliau duel dengan jin di sumur tersebut. Namun, ini hanyalah cerita dusta sebagaimana disebutkan Ibnu Amiril Haj.” (Al-Maslak al-Mutaqassith, hal. 79. Lihat juga Qashashun Laa Tatsbutu, Masyhur Hasan Salman, 7/95-119).
Sumber: Waspada Terhadap Kisah-kisah Tak Nyata, Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi, Pustaka Al-Furqon, 1429 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.