Keterangan tersebut sejelasnya disebutkan di dalam salah satu firman Allah SWT:
Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antar
amu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kamu kera yang hina." (QS Al-Baqarah: 65)
Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya, "Jadilah kamu kera yang hina." (SQ Al-A'raf: 166)
Dan benar bahwa mereka termasuk dari kalangan bangsa Yahudi, yang hidup di masa lalu, jauh sebelum masa hidupnya Nabi Muhammad SAW. Kita mengetahuinya lewat ayat Al-Quran, untuk dijadikan pelajaran bagaimana nasib kaum yang melanggar ketentuan Allah SWT di masa lalu.
Namun para mufassir sepakat yang dikutuk menjadi kera bukanlah seluruh bangsa yahudi saat itu. Namun hanya sebagian dari mereka saja yang demikian. Maka tidak benar kalau dikatakan bahwa seluruh yahudi di dunia ini adalah bangsa yang dikutuk semuanya menjadi kera.
Bahkan para mufassir mengatakan bahwa kejadian itu hanya menimpa penduduk suatu desa saja, yang hidup di tepi pantai, di mana mata mencaharian mereka adalah menangkap ikan di laut. Allah telah melarang mereka untuk menangkap ikan di hari Sabtu, karena hari itu adalah hari khusus untuk beribadah.
Namun mereka melanggarnya, karena sengaja Allah menguji mereka. Caranya, justru di hari Sabtu itulah ikan-ikan bermunculan dengan jumlah yang sangat banyak, tapi di selain hari Sabtu terlarang itu, ikan-ikan seolah lenyap dari laut.
Karena itulah sebagian dari penduduk desa itu melakukan kecurangan. Yaitu mereka memasang perangkap pada hari Jumat sore menjelang masuknya hari Sabtu. Pada hari Sabtu mereka tetap beribadah. Dan pada hari Minggu, perangkap-perangkap itu telah dipenuhi ikan. Cara yang mereka tempuh ini tetap dianggap sebuah pelanggaran juga. Dan oleh karenanya, mereka yang melakukannya dikutuk menjadi kera yang hina.
Keterangan ini semakin jelas kalau kita perhatikan ayat-ayat sebelumnya dari ayat tentang kutukan mereka menjadi kera.
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. (QS Al-A'rah: 163)
Ayat ini jelas sekali menyebutkan bahwa yang dikutuk menjadi kera bukan semua bani Israel (Yahudi), melainkan sebagian di antara mereka saja. Namun umumnya bani Israel memang tahu kisah tentang ini, sehingga ayat ini meminta kepada nabi Muhammad SAW untuk menanyakan kisah kutukan jadi kera kepada bani Israel.
Bahkan di ayat berikutnya, ada keterangan lebih jelas lagi bahwa tidak semua penduduknya desa itu ikut jadi kera. Sebab ada sebagian dari merka yang tetap masih taat tidak melanggar larangan hari Sabtu. Mereka yang tidak dikutuk jadi kera ini adalah yang memberikan peringatan kepada mereka yang melanggar larangan.
Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (QS. Al-'raf: 165)
Nama Desa Tersebut
Kalau kita buka kitab tafsir, misalnya Al-Jami' li Ahkamil Quran karya Al-Imam Al-Qurtubi rahimahullah, disebutkan bahwa ada beberapa riwayat yang berbeda dalam menetapkan desa yang dimaksud. Menurut Ibnu Abbas radhiyallahuanhu., Ikrimah dan As-Suddi, nama desa itu adalah Aylah. Dalam riwayat lain menurut Ibnu Abbas juga, nama desa itu adalah Madyan, yang terletak di antara Aylah dan At-Thuur.
Sedangkan menurut Az-Zuhri namanya adalah Thabariyah. Dan Qatadah serta Zaid bin Aslam mengatakan namanya adalah Maqnat, yang terlewat di pantai negeri Syam.
Ke Mana Kera-kera Itu?
Para ulama tafsir berbeda pendapat tentang riwayat selanjutnya kera-kera itu. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa setelah berubah menjadi kera, mereka pun mati begitu saja dan punah setelah tiga hari. Kutukan menjadi kera itu untuk menghina mereka sebelum dimatikan, agar sempat merasakan kehinaan di dunia ini.
Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah dengan kekuasaan-Nya, setelah menjadi kera beberapa waktu, Allah SWT mengembalikan lagi mereka ke wujud semula.
Tetapi yang jelas, kera-kera itu tidak berketurunan hingga sekarang ini. Sehingga kurang tepat kalau kita sebut bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa keturunan kera. Sebab kera-kera itu mati dan tidak punya keturunan.
Bila sampai hari ini kita masih menemukan bangsa yahudi dalam wujud manusia dan berkeliaran sebagai bangsa yang dimurkai, maka hal itu masuk akal. Kenapa? Karena selain yang dikutuk menjadi kera itu tidak berketurunan, juga tidak semua bangsa yahudi berubah jadi kera.
Namun bahwa bangsa yahudi itu punya sifat-sifat yang tidak baik, Al-Quran telah begitu banyak menyebutkannya. Surat Al-Baqarah saja sudah menelanjangi kebejadan orang-orang yahudi. Belum kisah-kisah yahudi lainnya yang tersebar di berbagai ayat lainnya.
Dan buat kita, cukuplah tidak kurang dari 17 kali dalam sehari semalam kita meminta kepada Allah SWT agar diberi petunjuk ke jalan lurus, dan bukan jalan seperti orang yahudi yang digelari sebagai al-maghdhubi 'alaihim. Apa artinya? Bangsa yang dimurkai Allah SWT.
Sekilas terkesan ayat-ayat Al-Quran itu rasialis memang. Tetapi apa yang dituturkan Al-Quran itu tidak lain hanyalah jawaban atas sikap bangsa yahudi yang memulai rasialisme yang mereka banggakan, tetapi mengatas-namakan Tuhan. Jadi kalau kita pahami konteksnya, bukan Al-Quran yang bersikap rasialis, melainkan bangsa Yahudi sendiri yang membanggakan darah dan keturunan mereka, dengan memelintir ayat-ayat Taurat, serta mengatas-namakan kehendak Allah SWT.
Oleh karena itulah maka kalau kita temukan Al-Quran mengutuk bangsa yahudi, sebenarnya bukan tanpa sebab. Penyebabnya adalah sikap rasialis mereka sendiri, yang kemudian direspon di dalam Al-Quran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.