Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Mesir akhir-akhir ini telah menyingkap tabir yang menampakkan bahwa pengusung demokrasi, kebebasan dan HAM, hanya bisa fasih dalam berteori dan berpropaganda. Demokrasi dan HAM diusung hanya untuk menekan bangsa-bangsa lemah atau pemerintahan-pemerintahan yang dimusuhi. Dengan memaksakan mendapatkan posisi yang memungkinkan mereka mengacaukan keamanan dan stabilitas sehingga bisa memainkan agenda politiknya.
Di waktu yang sama, rejim-rejim tirani yang selama ini menindas rakyatnya dibiarkan begitu saja selama masih tunduk dan melaksanakan agenda-agenda Gedung Putih. Pengusung demokrasi tidak akan menyentuh rejim yang demikian, baik rejim itu kawan lama, kawan baru, atau yang akan segera berkawan.
Kudeta, yang diperankan oleh militer Mesir, negara-negara Teluk, dan Amerika, adalah sebuah indikasi buruk yang akan menampakkan wajah asli demokrasi Amerika. Semua orang akan tahu bahwa demokrasi Amerika hanyalah diktatorisme yang memaksakan pemerintah sebuah negara untuk memberikan loyalitasnya kepada Amerka, walaupun dengan cara mengorbankan rakyat banyak. Selain itu, kaum liberal-sekular yang beberapa dekade ini menyanyikan lagu nasionalisme, kebebasan, dan kemanusiaan, juga akan terlihat wajah buruknya karena ternyata hanya menjadi alat untuk melaksanakan agenda-agenda Barat, dengan cara melindas pihak-pihak pesaing, dan merampas hak dan kebebasan.
Kesuksesan politik Islam yang semakin terlihat nyata setelah musim semi Arab telah meminggirkan kaum sekular dan liberal dari wilayah kekuasaan. Barat terkaget, karena tiba-tiba harus berhadapan dengan “fundamentalisme Islam “. Maka dengan penuh kebencian, mereka berusaha membangkitkan prinsip-prinsip liberal dari kuburnya untuk kembali berhadapan, menampakkan wajah seramnya kepada politik Islam.
Kudeta Mesir juga menarik jubah-jubah negara Teluk yang selama ini dikenal berjuang untuk Islam dengan mendonasi amal-amal keislaman di negara-negara miskin, seperti membangun masjid, Islamic center dan lainnya. Kini semua orang tahu bahwa negara-negara itu ternyata telah memusuhi rumah Islam, bahkan telah merobohkan tiangnya di rumah mereka sendiri.
Tersingkapnya wajah-wajah asli negara-negara aktor dunia internasional dan kawasan Timur Tengah ini bukan kali pertama terjadi. Hal seperti ini pernah terjadi ketika mereka menyikapi kemenangan FIS di Aljazair dan Hamas di Palestina. Tapi kali ini dukungan mereka lebih besar dan lebih terang-terangan. Sangat disayangkan, pelayan Masjidil Haramain, Raja Saudi, adalah yang memulai festival mendukung militer pembawa proyek diktator-sekular yang melindungi Israel.
Diamnya PBB juga membuktikan bahwa konspirasi internasional adalah sebuah kenyataan, bukan sekadar kambing hitam. Konspirasi itu dilakukan negara-negara pengusung demokrasi untuk mematikan kebebasan, demokrasi, dan HAM. Konspirasi itu menunjukkan seakan-akan telah terjadi kemurtadan kolektif, meninggalkan demokrasi dan tidak mengimaninya.
Perkembangan politik terakhir ini secara jelas telah melacurkan demokrasi untuk kepentingan melawan kebangkitan politik Islam. Kekacauan sengaja diadakan, masyarakat yang menderita dijadikan bom waktu, para pemimpin ditangkapi. Ketika tokoh-tokoh senior politik ditangkapi, maka yang tersisa dan bergerak saat ini adalah para pemuda yang bisa saja akan meledak jika tidak terkendali. Ketika itu tibalah saatnya mencerabut politik Islam hingga akar-akarnya dengan pembunuhan dan pembantaian. Hingga saat ini memang para pemuda itu masih menyadari adanya jebakan. Mereka masih bisa mengendalikan diri dan terus mempertahankan aksi damai sebagai satu-satunya jalan mengembalikan hak-hak mereka.
* General Supervisor situs www.wefaqdev.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.