Muhammad Mursi, atau lengkapnya Muhammad Mursi ‘Isa al-Ayyat, lahir di Provinsi Syarqiya, Mesir, 20 Agus tus 1951. Dia adalah figur pemimpin yang sederhana.
Persentuhannya dengan Ikhwanul Muslimin, terjadi ketika Mursi menempuh pendidikan di Universitas Kairo, pada 1975-1978. Usai meraih gelar master di sana, Mursi bertolak ke Amerika, dan belajar di University of Southern California, hingga meraih PhD pada 1982.
Tiga tahun berikutnya, dia menjadi asisten profesor di California State University, dan sempat bekerja untuk NASA. Dua dari lima anak Mursi lahir di AS dan berkewarganegaraan AS.
Pada 1985, suami Nagla Ali Mahmud, ini, kembali ke Mesir, dan mengajar di Universitas Zagazig. Sambil mengajar, dia meneruskan aktivitas politiknya di Ikhwanul Muslimin, hingga menjadi anggota Majlis al-Shaab pada 2000-2005, mewakili distrik Zagazig. Saat itu, dia maju sebagai calon independen, karena Ikhwanul Muslimin dilarang ikut pemilu.
Pria yang memiliki tiga cucu ini, terlibat di Ikhwanul Muslimin dari tingkat ranting, hingga menjadi salah seorang pengurus eksekutif tingkat pusat. Saat organisasi yang didirikan Hasan al- Banna itu mendirikan Partai Kebebasan dan Keadilan-sayap politik yang disiapkan untuk ikut pemilu parlemen– Mursi ditunjuk menjadi presidennya.
Mursi kemudian maju sebagai kandidat presiden, setelah Khairat el-Shater —kandidat yang diusulkan Ikhwanul Muslimin— didiskualifikasi KPU. Ternyata, nasib membawa Mursi menjadi presiden, lewat pemilu dua putaran. Mursi mengakhiri dominasi militer di kursi kepresidenan.
Mursi yang menurut sejumlah informasi menghafal Alquran, ini, merupakan orang yang sederhana, banyak canda dan tawa, serta memiliki senyum lebar. Ahramonline juga menggambarkannya sebagai seorang family man yang senang ngemong cucu.
Tapi, Mursi tetaplah orang yang tegas. Dan, itu ditunjukkanya dalam menghadapi militer, setelah dia terpilih menjadi presiden. Dalam pidato di Universitas Kairo, beberapa jam setelah dilantik, Mursi mengingatkan militer untuk kembali ke barak, serta menegaskan tak boleh ada institusi yang menempatkan dirinya di atas rakyat.
Kesederhanaan Mursi, antara lain terlihat pada rumahnya yang biasa saja, dan tak lebih baik dibanding rumah-rumah di sekitarnya. Pada bagian atapnya terlihat menonjol besi-besi cor, yang sengaja disiapkan untuk ditingkat bila diperlukan, atau kalau ada uang. “Kita tidak menginginkan presiden tinggal di sebuah planet, sementara rakyat tinggal di planet lain,” komentar Mursi.
Dalam pidatonya di Tahrir Square, sehari sebelum dilantik sebagai presiden, Mursi menegaskan seorang presiden adalah pelayan rakyat. Dan, semua itu semakin lengkap dengan sikap istri Mursi, Nagla Ali Mahmud, yang menolak sebutan ibu negara.
Persentuhannya dengan Ikhwanul Muslimin, terjadi ketika Mursi menempuh pendidikan di Universitas Kairo, pada 1975-1978. Usai meraih gelar master di sana, Mursi bertolak ke Amerika, dan belajar di University of Southern California, hingga meraih PhD pada 1982.
Tiga tahun berikutnya, dia menjadi asisten profesor di California State University, dan sempat bekerja untuk NASA. Dua dari lima anak Mursi lahir di AS dan berkewarganegaraan AS.
Pada 1985, suami Nagla Ali Mahmud, ini, kembali ke Mesir, dan mengajar di Universitas Zagazig. Sambil mengajar, dia meneruskan aktivitas politiknya di Ikhwanul Muslimin, hingga menjadi anggota Majlis al-Shaab pada 2000-2005, mewakili distrik Zagazig. Saat itu, dia maju sebagai calon independen, karena Ikhwanul Muslimin dilarang ikut pemilu.
Pria yang memiliki tiga cucu ini, terlibat di Ikhwanul Muslimin dari tingkat ranting, hingga menjadi salah seorang pengurus eksekutif tingkat pusat. Saat organisasi yang didirikan Hasan al- Banna itu mendirikan Partai Kebebasan dan Keadilan-sayap politik yang disiapkan untuk ikut pemilu parlemen– Mursi ditunjuk menjadi presidennya.
Mursi kemudian maju sebagai kandidat presiden, setelah Khairat el-Shater —kandidat yang diusulkan Ikhwanul Muslimin— didiskualifikasi KPU. Ternyata, nasib membawa Mursi menjadi presiden, lewat pemilu dua putaran. Mursi mengakhiri dominasi militer di kursi kepresidenan.
Mursi yang menurut sejumlah informasi menghafal Alquran, ini, merupakan orang yang sederhana, banyak canda dan tawa, serta memiliki senyum lebar. Ahramonline juga menggambarkannya sebagai seorang family man yang senang ngemong cucu.
Tapi, Mursi tetaplah orang yang tegas. Dan, itu ditunjukkanya dalam menghadapi militer, setelah dia terpilih menjadi presiden. Dalam pidato di Universitas Kairo, beberapa jam setelah dilantik, Mursi mengingatkan militer untuk kembali ke barak, serta menegaskan tak boleh ada institusi yang menempatkan dirinya di atas rakyat.
Kesederhanaan Mursi, antara lain terlihat pada rumahnya yang biasa saja, dan tak lebih baik dibanding rumah-rumah di sekitarnya. Pada bagian atapnya terlihat menonjol besi-besi cor, yang sengaja disiapkan untuk ditingkat bila diperlukan, atau kalau ada uang. “Kita tidak menginginkan presiden tinggal di sebuah planet, sementara rakyat tinggal di planet lain,” komentar Mursi.
Dalam pidatonya di Tahrir Square, sehari sebelum dilantik sebagai presiden, Mursi menegaskan seorang presiden adalah pelayan rakyat. Dan, semua itu semakin lengkap dengan sikap istri Mursi, Nagla Ali Mahmud, yang menolak sebutan ibu negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.