Agama islam adalah agama yang menjunjung nilai toleransi kepada sesame. Dalam agama islma hubungan antara warga negara, yang muslim dan non muslim sepenuhnya ditegakkan atas asas – asas, toleransi, keadilan, kebajikan, dan kasih sayang. Setiap muslim dituntut agar memperlukan semua manusia dengan kebijakan dan keadilan. Setiap muslim dituntut agar memperlakukan semua manusai dengan baik, termasuk manusia non muslim.
Di dalam Al – Qur’an terdapat beberapa ayat yang mendukung sikap negative, netral, maupun positif terhadap non muslim. Ismlam tidak hanya mewajibkan kita untuk berhubungan baik dengan sesame muslim saja, tetapi juga non muslim. Namun hal ini tentu ada batasan – batasannya yang menyangkut aspek spiritual keagamaan. Misalnya kita tidak boleh mengikuti upacara upacara – upacara keagamaan yang mereka adakan, kita tidak diperbolehkan menyelenggarakan jenazah mereka secara islam, dan kita juga tidak diperbolehkan untuk mendoakannya untuk mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah (kecuali kita mendoakannya supaya mendapat hidayah) dan lain sebagainya. Sehingga dalam bertegur sapa misalnya, untuk non muslim kita tidak mengucapkan salam islam, tapi menggantinya dengan ucapan-ucapan lain sesuai kebiasaan.
Dalam berhubungan dengan masyarakat non muslim, islam mengajarkan kepada kita untuk toleransi , yaitu menghormati keyakinan umat lain tanpa berusaha memaksakan keyakinan kita kepada mereka (Q.S Al-Baqoroh 2:256) yang berbunyi :
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٢٥٦)
Yang artinya :
[1] Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)[2], sesungguhnya telah jelas antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat[3]. Barang siapa ingkar kepada Thaghut[4] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang (teguh) kepada buhul tali yang sangat kuat yang tidak akan putus[5]. Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui[6].
Apabila kita sedang berdialog dengan mereka, kita harus berdialog dengan baik (( Q.S Al-Ankabut 29:46).) yang berbunyi :
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (46)
Yang artinya :
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah:` Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri `.(QS. 29:46)
Yang dimaksud toleransi disini adalah tidak mengikuti kebenaran agama mereka namun mengakui keberadaan agama mereka dalam realitas. Toleransi juga bukan berarti kompromi atau bersifat sinkritisme daalm keyakinan dan ibadah. Kita sama sekali tidak boleh mengikuti agama dan ibadah mereka dengan alasan apapun. Sikap kita dalam hal ini sudah jelas dan tegas. Hal ini sesuai dengan Surat Al – Kafirun 109 : 6 yang berbunyi :
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Yang artinya :
Untukmu agamamu, dan untukku agamaku
Islam memerintahkan untuk tetap berbuat baik pada non muslim. Seperti masih dibolehkan menyapa dan menanyakan kabar mereka, bahkan sampai mendoakan mereka dapat hidayah ketika mereka masih hidup asalkan bentuknya bukanlah salam.
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)
Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama. Lihat Tafsir Ath Thobari, 28: 81.
Di antara bentuk berbuat baik yang masih dibolehkan pada non muslim adalah menghormati mereka dengan mengutarakan kata-kata yang baik, mengucapkan selamat pagi, selamat sore, atau sekedar bertanya keadaan keluarga, istri dan anak. Begitu pula masih dibolehkan mendoakan mereka agar mendapatkan taufik, kebahagiaan dan kebaikan, dan tetap pula berkata pada mereka dengan perkataan yang lemah lembut. Lihat penjelasan Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid dalam Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 219514.
Jadi jangan mengira bahwa larangan memulai mengucapkan salam berarti tidak boleh melakukan hal-hal di atas. Memang prinsip ini diajarkan dalam Islam, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Jangan kalian mengawali mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani.” (HR. Muslim no. 2167). Hadits ini menunjukkan bahwa tidak boleh memulai mengucapkan salam pada non muslim yaitu Yahudi dan Nashrani. Dilarang demikian karena ‘as salaam’ adalah di antara nama Allah. As salaam cuma ditujukan pada orang yang khusus –khusus menurut agama kita-. Ucapan tersebut hanya khusus dimulai pada sesame muslim. Sedangkan untuk non muslim, bisa dengan ucapan marhaban (selamat datang), moga di pagi ini engkau berbahagia, ahlan wa sahlan, itu masih dibolehkan.
Dalam Al Majmu’ (4: 607-608), Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika seseorang memberi ucapan penghormatan pada kafir dzimmi dengan ucapan selain ucapan salam, maka Al Mutawalli dan Ar Rofi’i membolehkan hal ini. Misalnya, ada yang mengucapkan pada non muslim ‘semoga Allah memberi hidayah untukmu’, ‘semoga Allah memberi nikmat padamu di pagi ini’, seperti itu tak bermasalah. Apalagi kalau butuh memberikan penghormatan seperti itu untuk mencegah tindak jelek mereka atau semacam itu dengan memberi ucapan ‘semoga Allah memberikan kebaikan, kebahagiaan, keselamatan atau kegembiraan padamu di pagi ini’. Sedangkan jika ucapan seperti itu tidak dibutuhkan, maka ada pilihan untuk tidak berucap apa-apa. Karena jika tak ada kepentingan, maka nantinya jadi berkasih sayang dengan mereka. Padahal asalnya seorang muslim tetap bersikap tidak loyal pada non muslim.”
Berarti yang kita bahas, mendoakan ‘semoga engkau dapat hidayah‘ pada non muslim dibolehkan.
Semoga Allah memberikan hidayah demi hidayah pada akidah yang lurus.
Demikianlah pemamparan yang mengankat tema tentang sikap toleransi umat muslim kapada non muslim dengan mendoakaanya agar mereka selalu mendapatkan hidayah. Semoga dengan penjelasan di atas dapat memberikan manfaat kepada kita untuk tetap menjaga tali persaudaraan terhadap sesame khusunya mereka yang beragama non muslim.
Sumber : Rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.