Selasa, 25 Juni 2013

4 Cara Dialog Manusia Dengan Jin


Banyak buku-buku atau kaset-kaset yang judul covernya tentang “Dialog dengan Jin”. Di antaranya; Dialog dengan Jin Muslim oleh Muhammad lsa Daud, Dialog dengan Jin Kafir oleh Muhammad ash-Shayim. Atau kaset yang judulnya “Dialog dengan raja jin”. Sebagaimana juga kita sering mendengar cerita seorang kyai, ustadz atau tokoh agama, serta orang yang mengaku sebagai ahli spiritual mampu berkomunikasi dengan jin. Bahkan di antara mereka ada yang mengaku berkoalisi dengan jin dan ada juga yang mengaku punya piaraan jin. Yang jadi pertanyaan adalah, “Bagaimana cara mereka bisa berkomunikasi dengan jin atau menjadikannya sebagai patner, dan bolehkah kita percaya pada omongan jin???”.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya dialog antara manusia biasa (bukan nabi atau rasul) dengan jin.

Pertama, jin datang sendiri kepada manusia dengan menampakkan diri dan menyerupai sosok tertentu sehingga bisa dilihat oleh manusia dan berdialog dengannya. Seperti penampakan lblis di kalangan orang kafir Quraisy di Darun Nadwah lalu terjadi dialog di antara mereka (Tafsir lbnu Katsir: 2/379). Penampakan lblis di tengah pasukan kafir Quraisy saat mau berkecamuk Perang Badar lalu terjadi dialog di antara mereka (Tafsir lbnu Katsir: 2/317). Penampakan syetan sebagai sosok manusia di gudang zakat lalu terjadi dialog dengan penjaganya, Abu Hurairah (HR. Bukhari). 
Penampakan jin di rumah Ubay bin Ka’ab lalu terjadi dialog antara keduanya (HR. Nasa’i). Dan ada juga orang-orang pada masa sekarang yang melihat penampakan, lalu mereka berdialog dengan ‘sosok misteri itu’, lalu sosok itu menghilang. Syari’at lslam telah membenarkan proses terjadinya dialog antara manusia dengan iin yang menampakkan diri.

Kedua, jin datang ke manusia tanpa menampakkan diri. dia datang hanya dengan suara dan bisikan, dan ini adalah termasuk bentuk gangguan syetan. Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, “Syetan akan mendatangi salah seorang dari kalian seraya bertanya, ‘Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan ini?’ sampai pada pertanyaan, ’Siapa yang menciptakan Allah?’ Barangsiapa mendapati dalam dirinya pertanyaan tersebut, maka berlindunglah kepada Allah (baca lsti’adzah), dan hendaklah menghentikannya (mengakhirinya),” (HR. Bukhari).

Begitu juga kedatangan syetan ke dukun-dukun untuk memberikan kepada mereka informasi, bisikan atau wangsit. Aisyah berkata, “Orang-orang datang ke Rasulullah dan bertanya tentang dukun-dukun’. Rasulullah SAW menjawab, ‘Mereka itu tidakada apa-apanya’. Lalu ada yang berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka kadang-kadang memberitahu kepada kami berita (ramalan) yang benar-benar terjadi’. Rasulullah menjawab, ‘Berita itu bersumber dari kebenaran yang telah dicuri Jin, kemudian disampaikan ke telinga walinya (para dukun). Tapi jin telah mencampur kebenaran dengan seratus kebohongan”. (HR. Bukhari). Mantan dukun yang sudah taubat di hadapan Rasulullah pernah ditanya oleh Umar bin Khatthab, “Apakah jin perewanganmu masih mendatangimu?” Dukun yang sudah taubat itu menjawab, “Sejak saya rajin membaca al-Qur'an, dia tidak pernah datang lagi. Sebaik-baik pengganti adalah al-Qur’an.” (A’lamun Nubuwwah: 127).

Ketiga, jin tidak datang dengan sendirinya tapi didatangkan atau  diundang. Diundang dengan membaca mantra atau melakukan ritual-ritual menyimpang. Cara inilah yang biasanya dipakai oleh dukun, tukang sihir, tukang ramal atau orang-orang yang sejenis mereka. Setelah mereka membaca mantra atau melakukan ritual menyimpang, jin yang dimaksud akan datang. Kedatangannya bisa berbentuk penampakan atau hanya berupa suara saja, sebagaimana yang pernah diceritakan mantan dukun yang telah bertaubat ke Majalah Ghoib. Setelah jinnya datang, terjadilah dialog antara dia dengan si pengundang. Biasanya orang yang mengundang jin dengan cara seperti ini butuh bantuan dari jin tersebut, dan banyak ragam bantuan yangmereka butuhkan. Koalisi seperti ini dilarang oleh syari’at lslam dan merupakan kesyirikan. Allah berfirman, “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-iin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6).

Keempat, dialog dengan cara mediumitasi. Cara ini ada dua macam.

Pertama, dengan menghadirkan seorang manusia, lalu ia melakukan ritual (gerakan) atau baca mantra untuk mengundang jin yang dimaksud, agar masuk ke jasad manusia yang disiapkan untuk jadi mediator. Lalu terjadilah dialog antara pengundang dengan jin melalui mediator tersebut. Cara ini tidak dibenarkan syari’at dan juga tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW, dan biasanya ada unsur kesyirikan di dalamnya. Karena yang hadir ke mereka bisa dipastikan adalah jin jahat atau syetan, kalau pun ia muslim, biasanya muslim yang munafik. Sedangkan jin muslim shalih tidak akan memperdaya manusia atau menyeret mereka ke lembah dosa. lngat! misi utama syetan adalah menyesatkan manusia. Mereka tidak membantu manusia kecuali untuk menyesatkan manusia tersebut.

Kedua, adalah menggunakan orang yang kesurupan. Ada orang yang diganggu jin atau kesurupan, lalu dilakukan terapi ruqyah padanya, dan saat ruqyah dibaca, terkadang jinnya mau berbicara atau berdialog dengan manusia lewat mulut orang yang terganggu. Kalau ruqyahnya syirkiyyah (bermuatan syirik), maka lslam mengharamkannya. Tapi kalau ruqyahnya syar’iyyah se bagai mana yang pernah dilakukan Rasulullah SAW, maka hal itu dianjurkan. Apabila dengan dibacakan ayat dan do’a Rasulullah, jin yang di dalam tubuh orang tersebut bereaksi dan mau berbicara, maka terjadilah dialog. Tapi kalau tidak  mau berbicara atau berdialog, kita tidak boleh memaksanya. Apalagi melakukan tindak kekerasan seperti memukul atau menendangnya agar ia mau bicara. Bacalah ruqyah terus-menerus, sampai jin itu teriak atau merasa kesakitan, lalu kabur dari badan orang tersebut. Kalaupun tidak terlihat reaksi yang berarti, janganlah putus asa. Berdo’alah terus kepada Allah agar gangguan yang ada segera dihilangkan atau disembuhkan.

Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata: “... Saat jin atau syetan itu masuk dalam diri manusia terkadang ia berbicara melalui lisan orang tersebut. Orang di sekitarnya yang mendengar ucapan itu mengetahui bahwa yang berbicara itu bukanlan manusia yang kesurupan, tapi jin yang ada di dalam dirinya. Maka dari itu terkadang kita menjumpai dalam Perkataannya itu berbeda dengan perkataan orang yang sebenarnya saat ia tersadar, perbedaan itu terjadi karena yang berkata adalah jin melalui lisan orang tersebut. Kita memohon kepada Allah semoga Dia melindungi kita semua dari gangguan kesurupan semacam itu dan juga bencana lainnya. Kesurupan seperti itu pengobatannya melalui bacaan (ruqyah) dari orang yang baik, alim dan shalih. Kadang-kadang jin tersebut mau berbicara dan memberi tahu mereka tentang sebab manusia itu kesurupan, tapi terkadang juga ia tutup mulut. Dan kebenaran dari merasuknya iin ke tubuh manusia telah ada dalilnya dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta realita yang terjadi.” (Syarhu Riyadhish Shalihin: I/177 - 178).

Yang perlu dicatat dalam masalah yang berkaitan dengan dialog dengan jin saat melakukan ruqyah adalah: Jangan berlebihan dalam melontarkan materi pertanyaan, seperti tanya soal jodoh, rizki atau prilaku seseorang. Karena hal itu adalah urusan Allah, bukan urusan jin. Fokuslah pada hal yang berkaitan dengan proses terapi. Berikanlah nasehat agama kepadanya agar ia bertaubat kepada Allah dan tidak melakukan kedzaliman lagi. Kalau ia mengaku agamanya non muslim, ajaklah ia masuk lslam. Kalau ia masuk lslamnya pura-pura, itu bukan urusan Anda, Allah yang Maha Tahu, yang penting kita sudah menyampaikan kebenaran. Kalau ia mengaku masuknya melalui sihir, tanyakan di mana letak sihirnya. Tapi waspadalah! Bisa jadi ia membohongi Anda. Timbanglah dengan al-Qur’an dan al-Hadits, atau konfrontasikan dengan realita yang ada. Jangan langsung percaya omongan mereka. Apalagi kalau dia menyebutkan pelaku sihirnya. Kalau tidak ada bukti, jangan terprovokasi!!!(ghoibruqyah) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.