Jumat, 12 April 2013

Pendeta Sily : Karena aku tidak bisa menjawabnya, maka aku masuk islam



Kisah ini adalah kisah yang menakjubkan seputar hidayah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau sekiranya saya tidak mengalami dan mendengarnya langsung, niscaya tidak ada seorangpun yang saya percayai. Kisah ini bermula ketika saya menjadi Direktur Rabithah Al ‘Alam Al Islamy di Johannesburg Afrika Selatan.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1996 ketika musim dingin. Keadaan hari itu diliputi mendung dan angin yang kencang. Ketika saya menunggu kedatangan seseorang yang sudah ada janji sebelumnya, maka istriku menyiapkan hidangan makan siang untuk menghormatinya. Janji tersebut  adalah dengan seseorang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela. Orang tersebut adalah seorang penginjil; penyebar agama Nashrani, ia adalah seorang pendeta bernama Sily. Pertemuan dengan Sily ini dimediatori oleh Sekretaris Kantor Robithoh Abdul Kholiq, dimana ia memberitahukan kepada saya bahwa ada seorang pendeta yang ingin datang ke kantor Robithoh untuk urusan penting. Dan pada hari yang telah ditentukan itulah ia hadir dengan ditemani seseorang yang bernama Sulaiman, ia mantan petinju yang telah menjadi anggota dewan tinju setelah Allah memberinya petunjuk kepada Islam. Kemudian saya menemui mereka semua di kantor saya dan berbahagia dengan ini semua.

Sily ini orang yang berperawakan pendek, kulitnya hitam dan senantiasa tersenyum. Dia duduk di depan saya dan mulai berbicara dengan dipenuhi kelembutan. Saya bertanya kepadanya: “Wahai saudaraku Sily! Bisakah anda menceritakan kisah anda ketika memeluk Islam?” Tersenyumlah Sily dan  berujar: “Dengan senang hati!” Saya berkata: “Dengarlah wahai saudaraku sekalian!”.

Sily memulai ceritanya:

“Dulu saya adalah seorang pendeta aktif, saya mengabdikan diri saya ke gereja dengan sungguh-sungguh dan senang hati. Tidak cukup hanya itu saja, bahkan saya termasuk pembesar gerakan kristenisasi di Afrika Selatan. Karena keaktifan saya itulah akhirnya saya dipilih oleh Vatikan untuk mengemban amanat kristenisasi dengan sokongan dana dari sana. Maka saya senantiasa mengambil dana yang dikirim dari sana untuk tujuan ini. Saya juga menjadikan semua cara yang dapat mengantarkan kepada tujuan. Seringkali saya melakukan kunjungan ke kampus-kampus, sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit, desa-desa dan bahkan hutan-hutan. Saya bagikan uang itu kepada mereka dalam berbagai bentuk bantuan, pemberian, hadiah dan sedekah, agar sampai ke tujuan yang saya inginkan dan manusia masuk ke agama Kristen. Adapaun sokongan dari gereja sangat melimpah, sehingga jadilah saya orang kaya. Saya memiliki rumah, kendaraan, gaji tetap dan kedudukan yang terhormat diantara para pendeta.

Pada suatu hari saya pergi untuk membeli beberapa hadiah di pusat perbelanjaan di negara saya. Di pasar saya menemui seseorang yang memakai peci, ia seorang pedagang yang menjual hadiah-hadiah (souvenir), sedangkan saya menggunakan pakaian kebesaran pendeta yang panjang dengan mutiara putih yang membedakan dengan orang yang lain. Orang tersebut mulai menawarkan hadiah-hadiah terbaik. Dan saya tahu kalau ia adalah seorang muslim. Kami di Afrika Selatan menyebut agama Islam sebagai agama India, kami tidak mengatakan agama Islam -karena kebanyakan pemeluknya berasal dari India-. Sesudah saya membeli apa yang saya inginkan, sebelum memperangkap orang yang sederhana tersebut, sebagaimana biasanya kami selalu menipu orang-orang fakir di kalangan kaum muslimin di Afrika Selatan, dengan agama Nashrani dan memberinya bantuan.

Tiba-tiba pedagang tersebut bertanya: “Anda pendeta bukan?”, saya menjawab: “Benar”. Kemudian ia bertanya siapa tuhan saya, saya menjawab: “al-Masih adalah tuhan saya”. Ia bertanya lagi: “Bisakah anda menunjukkan kepada saya satu ayat saja dalam injil yang menyatakan dengan lisan al-Masih sendiri bahwa ia berkata: “Saya Allah atau saya adalah anak Allah, maka sembahlah saya!” Mendengar pertanyaan itu seolah-olah saya disambar petir, saya tidak bisa menjawabnya. Saya berusaha untuk mengingat-ingat apa yang pernah saya baca dari kitab Injil dan kitab-kitab agama Nashrani, tetapi saya tidak menemukan jawaban yang memuaskan. Tidak ada satupun disana ayat yang bersumber dari lisan al-Masih yang mengatakan bahwa ia adalah Allah atau anak Allah. Maka tangan saya lemas dan saya dipenuhi kesedihan yang mendalam hingga dada saya sesak. Bagaimana pertanyaan semacam ini tidak pernah terpikirkan oleh saya?

Kemudian saya meninggalkan orang tersebut dan saya menutupi wajah saya. Saya tidak mengetahui keadaan diri saya sendiri kecuali saya terus berjalan dan tidak menoleh kearah manapun. Kemudian saya berjanji untuk meneliti masalah ini walaupun hal ini memberatkan saya. Akan tetapi saya lemah dan kalah. Kemudian saya pergi ke dewan gereja dan saya meminta semua anggotanya dikumpulkan. Ketika sudah berkumpul, saya memberitahukan kepada mereka semua apa yang telah saya alami. Akhirnya mereka semua menyerang saya dan berkata: “Orang India itu telah menipumu. Ia ingin menyesatkanmu dengan agama India mereka”. Kemudian saya menimpali: “Kalau demikian, jawablah pertanyaan saya!” Akhirnya mereka saling bertanya dan tidak ada satupun yang menjawab.

Ketika hari Ahad tiba, waktu dimana saya harus menyampaikan khutbah di gereja, saya berusaha berbicara di depan jamaah namun tidak kuasa. Orang-orang tertegun melihat saya terdiam dan tidak berbicara. Kemudian saya keluar dan meminta kepada teman saya yang lain untuk menggantikan tugas saya. Saya memberitahukan jika saya sakit, padahal tidak demikian, justru saya tersiksa dan bingung terhadap diri sendiri. Akhirnya saya pulang ke rumah dalam keadaan bingung, lalu saya memasuki tempat yang kecil di rumahku, kemudian duduk dan mengambil nafas kuat-kuat. Lalu saya mengangkat pandanganku keatas, kemudian berdo’a. Tapi saya bingung akan berdo’a kepada siapa? Kemudian saya arahkan doa saya kepada yang saya yakini, Allah sebagai sang Pencipta. Dan berujar dalam do’a saya itu:

 “Rabbi…Penciptaku! Bagiku semua pintuku telah tertutup selain daripada pintu-Mu, janganlah Engkau mengharamkanku untuk mengetahui kebenaran, di manakah kebenaran, di manakah yang sebenarnya? Wahai Penciptaku! Jangalah membiarkanku dalam kebingungan, tunjukkanlah kepadaku yang benar!”

Kemudian saya mengantuk dan akhirnya tertidur. Ketika tidur itulah saya bermimpi berada di suatu aula yang besar, tidak ada seorangpun di dalamnya. Tetapi di tengahnya saya melihat ada punggung seseorang, namun tidak jelas karena adanya cahaya disekitarnya. Aku mengira itu adalah Allah yang mengajakku berbicara untuk menunjukkan kepadaku kebenaran. Tetapi yang aku yakini ia adalah seseorang yang bercahaya. Kemudian orang tersebut menunjuk kepadaku dan menyeru: “Hai Ibrahim!” Aku melihat sekitarku untuk melihat siapa yang dimaksud dengan Ibrahim, namun aku tidak mendapati seseorang bersamaku di aula tersebut. Orang itu berkata kepadaku: “Anda Ibrahim, nama anda Ibrahim. Lihat di sebelah kanan anda!” Kemudian saya melihat kanan saya, disana ada seseorang yang berpakaian putih. Orang itu melanjutkan ucapannya: “Ikutilah ia untuk mengetahui kebenaran!” Kemudian saya terbangun dan saya merasa bahagia sekali.

Akhirnya saya berketetapan hati untuk melakukan perjalanan, perjalanan mencari kebenaran, sebagaimana yang telah ditunjukkan kepadaku dalam mimpiku. Dan saya yakin bahwa ini semua merupakan bimbingan dari Allah. Maka saya mengambil upah dari pekerjaan saya dan kemudian melakukan perjalanan. Saya senantiasa mencari dan bertanya seseorang yang memakai pakaian putih hingga pencarian dan perjalanan saya berlangsung lama. Hingga tibalah pencarian saya di kota Johannesburg. Kemudian saya mendatangi kantor penerimaan Lajnah Muslim Afrika, dan saya bertanya kepada karyawan resepsionis: “Bukankah anda memiliki tempat ibadah yang dekat dari sini?” Kemudian ia menunjukkan tempat tersebut dan saya menuju ke sana. Ketika saya dalam masa penantian, tiba-tiba di pintu masjid berdiri seorang laki-laki berpakaian putih yang membuat hati saya senang, karena ia sama dengan yang saya lihat dalam mimpi saya. Saya arahkan pandangan saya dan saya senang melihatnya. Kemudian orang tersebut memanggil saya sebelum saya mengucapkan sepatah katapun: “Marhaban Wahai Ibrahim!” Saya kaget dengan apa yang saya dengar. Orang itu mengetahui nama saya sebelum saya mengenalkan diri saya sendiri. Orang tersebut melanjutkan ucapakannya: “Saya telah melihat anda di dalam mimpi saya bahwa anda ingin mengetahui kebenaran. Dan yang benar adalah agama yang telah diridhoi Allah untuk hamba-Nya adalah Islam.” Kemudian saya memeluk laki-laki itu dan ia pun menyambutnya serta mengucapkan selamat atas nikmat Allah kepada saya untuk mengetahui kebenaran.

Ketika datang waktu shalat Zhuhur, orang tersebut mempersilakan saya untuk duduk di bagian belakang masjid. Kemudian ia shalat bersama dengan orang-orang yang berada di sana. Mereka semua ruku’ dan sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian saya berkata kepada diri saya sendiri: “Demi Allah, ini adalah agama yang benar! saya telah membaca dalam kitab-kitab bahwa para nabi dan para rasul menundukkan dahi mereka ke bumi untuk sujud kepada Allah”.

Selesai shalat, hati saya menjadi tenang atas apa yang telah saya lihat dan dengar. Saya pun berkata lagi: “Demi Allah, Allah telah menunjukkah kepadaku agama yang benar!” Orang itupun memanggilku untuk memberitahukan keislamanku, akhirnya aku mengucapkan dua kalimat syahadat, dan aku menangis dengan tangisan kebahagian atas nikmat Allah berupa hidayah-Nya.”

Dan kami berkata dengan lisan pedagang tersebut menantang semua  orang Nashrani agar mendatangkan satu ayat dalam injil, yang dikatakan oleh al-Masih sendiri bahwa dia mengatakan: “Aku adalah Allah atau anak Allah, maka sembahlah aku!” niscaya mustahil  ia bisa menjawabnya. (AZ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.