Selasa, 07 Agustus 2012

Mereka, Anda, dan Saya adalah Seorang Pelayan



Dalam situasi tertentu, saya kadang tak habis pikir mengapa kita bisa begitu angkuh dengan status sosial ataupun jabatan yang sedang diemban. Seringkali embel-embel tambahan seperti gelar kesarjanaan, posisi di sebuah perusahaan, hingga relasi sosial dengan seorang pejabat ternama membuat kita begitu pongah dan tak lagi sadar bahwa kaki ini mulai melayang ke udara. Kita lupa bahwa tak memiliki sepasang sayap, sehingga kapan pun kita bisa jatuh terjerembab ke tanah.

Padahal jika kita mau berpikir dan mencermati setiap hal yang dilakukan, kita adalah pelayan. Tidak lebih dari itu. Pelayan disini bisa juga bermakna sebagai pembantu. Persepsi umum yang berlaku dalam masyarakat adalah semakin tinggi posisi atau kedudukan seseorang dalam suatu pekerjaan, maka semakin tinggi pula derajatnya. Jika derajat diartikan sebagai kekayaan secara materi, anggapan itu hampir sepenuhnya benar. Namun jika derajat diartikan sebagai posisi kita sebagai manusia yang bermakna bagi sesama, persepsi tadi bisa saja sama sekali salah. Terlalu banyak orang-orang yang berwenang sebagai pengambil kebijakan yang lupa kalau ia sebenarnya adalah seorang pelayan.
Lihatlah, seorang dokter adalah pelayan bagi pasiennya. Seorang pengacara adalah pelayan bagi orang yang dibelanya. Dosen dan guru adalah pelayan bagi yang dididiknya. Mahasiswa adalah pelayan ilmu bagi masyarakat. Psikolog menjadi pelayan bagi klien yang butuh saran darinya. Seniman adalah pelayan yang mewarnai jiwa bagi manusia lainnya. Atlet adalah pelayan bagi rakyat yang haus akan kebanggaan sebagai sebuah bangsa. Seorang penulis adalah pelayan wawasan baru bagi pembacanya. Pengusaha adalah pelayan bagi konsumennya. Partai politik adalah pelayan bagi masyarakat yang suaranya ingin disampaikan kepada pemerintah. Bahkan menteri yang secara struktural adalah pembantu Presiden, sebenarnya adalah pelayan masyarakat juga. Lalu siapakah yang dilayani oleh seorang Presiden? Beliau adalah pelayan bagi sebuah bangsa. Siapapun elemen bangsa ini (seharusnya) akan dilayani oleh seorang Presiden.

Jadi, kita jangan dulu berbangga hati dengan raihan posisi atau jabatan yang semakin tinggi. Artinya, semakin tinggi posisi kita dalam sebuah institusi (baik formal maupun informal), maka semakin banyak pula orang-orang yang harus kita layani. Ubah paradigma lama yang membuat rakyat harus melayani orang-orang yang seharusnya melayani mereka. Bingung? Ya, rakyat memang sudah bingung dengan sikap pemimpin yang selalu ingin dilayani. Tapi tak perlu jauh-jauh mencari contoh, lihat saja diri sendiri dahulu. Sudah seberapa jauh kita melayani orang-orang disekeliling kita? Baik di keluarga maupun di lingkungan kerja. Ya, sejatinya kita semua adalah pelayan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.