Jumat, 13 April 2012

Di Balik Pencitraan Dahlan Iskan dan Jokowi



oleh : Kaab as-Sidani
Editor in Chief : Shoutussalam Islamic Media



Siapa yang tak kenal dengan Jokowi ? Walikota dengan segudang prestasi duniawi. Putra Solo ini pasti dibanggakan dan dipuja, bahkan juga oleh para pemuda-pemudi muslim. Namun apakah benar Jokowi patut dibanggakan ? Apalagi sebagian aktivis Islam ikut-ikutan.
Sedikit Kejutan

Di akhir Februari 2012, tepatnya di tanggal 23 terjadi sebuah berita yang kurang menarik. Namun berita ini pastinya akan sangat mengejutkan bagi penggemar kasus-kasus konspirasi Yahudi di Indonesia. Dikutip dari harian Joglosemar, Kamis(23/2), Rotary Club (RC) Solo Kartini melantik Istri Walikota Surakarta Iriana Joko Widodo sebagai anggota kehormatan mereka,bersamaan dengan ulang tahun ke-107 Rotary Internasional.

Pastinya yang membaca berita ini terkejut. Siapa sangka Pak Walikota yang mereka bangga-banggakan ternyata teman dekat agen kolonialisme dan zionisme. Seperti dikutip dari eramuslim, peneliti tentang zionisme Ridwan Saidi, yang dinukil dari buku Jaringan Yahudi di Nusantara karangan Artawijaya, menyebut Rotary Club Internasional sebagai perabot zionis. Sebagai organisasi elit yang menjalankan misi kemanusiaan, Rotary Club sepenuhnya dikendalikan oleh Freemasonry dan Zionisme.

Bahkan sebelumnya (seperti dikutip dari situs sragenpos, 15/7/2011) Walikota Solo,Joko Widodo bersama sejumlah anggota Rotary Club Solo Kartini meninjau proyek porselenisasi di RT 8 RW XX, Krajan, Kadipiro, Solo, Jumat (15/7).

Dalam laporannya, nahimunkar.com juga menyebut bahwa Rotary Club dan saudara kembarnya, Lions Club, merupakan kaki tangan zionis. Rotary Club mempunyai persamaan besar dengan Freemasonry. Keduanya memiliki pemahaman yang sama tentang nilai dan semangat yang membentuk jiwa seseorang, seperti ide egaliti, fraterniti, semangat humanisme, dan kerjasama internasional. Ini adalah semangat yang sangat berbahaya yang diarahkan untuk mengikis karakteristik bangsa-bangsa dan menguburkan segala bentuk loyalitas, sehingga pribadi-pribadi akan kehilangan identitas dan harga diri serta hidup dalam kebimbangan. Akibatnya, tak ada lagi kekuatan yang dominan, kecuali orang-orang Yahudi yang terus-menerus berambisi mendominasi dunia.

Seperti dikutip juga dari nahimunkar.com, FUUI menjelaskan bahwa Rotary Club mencekoki anggotanya agar mengikuti agama yang diakui atas dasar persamaan sesuai urutan abjad, seperti Budha, Islam, Yahudi, Masehi, dan seterusnya. Dalam urutan terakhir tersebut, Taoisme, sebuah keyakinan orang-orang Tiong Hoa yang muncul pada abad ke-6 SM, meyakini bahwa kebahagiaan dapat terpenuhi dengan tercapainya kebutuhan insting manusia dan kemudahan hubungan sosial dan politik sesama manusia.

Sebenarnya Tidak Mengejutkan

Pada hakikatnya siapapun yang cermat menelusuri sepak terjang Jokowi sejak awalnya tidak akan terkejut. Jokowi memang tidak tanggap dengan masalah-masalah akidah. Proses berpasangannya dengan orang-orang nasrani pada dua kali (dan calonnya tiga kali pada pilgub DKI) pilkada Solo, menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak memiliki sensitivitas akidah.

Memang banyak sekali versi-versi tentang pengkafiran orang-orang yang berbuat salah kaprah seperti Jokowi ini. Ada yang mengkafirkannya ada yang belum berani. Padahal dalam ayat al-Qur’an banyak tertera larangan memberikan kepemimpinan serta kepercayaan kepada orang kafir, atau yang disebut dengan tawalli.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”( QS. Al-Maidah: 51)

Syaikh Abdullah Ibnu Abdillathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahumullah berkata saat menjelaskan penjelasan tawalli dan muwalah: “Tawalli adalah kekafiran yang mengeluarkan dari millah, dan ia itu seperti membela mereka dan membantu mereka dengan harta, badan dan pendapat (dalam memerangi kaum muslimin). Dan muwalah adalah dosa besar, seperti menuangkan tinta atau merautkan pena atau berseri-seri kepada mereka seandainya dia menyodorkan cemeti untuk mereka”. (Ad Durar As Saniyyah: 8/422, lihat At Tibyan Fi Kufri Man A’anal Amrikan 98)

Adapun apa yang dilakukan Jokowi sangat membahayakan kaum muslimin. Sewaktu-waktu dapat dengan mudah, dengan justifikasi peraturan yang berlaku, bahwa jabatannya akan berpindah dengan orang-orang yang kekafirannya bahkan disepakati oleh ahli bid’ah sekelas murjiah sekalipun. Sungguh perbuatan tawalli yang mengkafirkan. Seperti diketahui, wakil-wakil yang diajukan untuk menjadi orang nomor dua setelah Jokowi adalah nasrani tulen seperti Rudy dan Ahok.

Bisa jadi suatu saat, dengan prestasi dan kepandaiannya, Jokowi akan melesat sebagai capres. Hingga seperti biasa, partai sekuler PDIP bukan tidak mungkin akan menampakkan simbol-simbol pluralisme lagi dengan mengangkat calon wakil dari kalangan kafir asli. Tidak mustahil jika partai-partai seperti PDS akan mendomplengkan wakilnya kepada PDIP, sebab PDIP ini terkenal sangat abangan, sebuah sisi oposisi dari santri.

Pencitraan Sejenis

Tidak kalah parah dengan Jokowi. Sosok yang akhir-akhir ini sering dicitrakan sebagai pahlawan adalah Dahlan Iskan, pengusaha kenamaan yang sukses gara-gara kiprahnya di Jawa Pos. Banyak sinyalemen yang menunjukkan bahwa Dahlan Iskan adalah neolib luar dalam. Diluar, akidah ekonominya adalah neolib. Di dalam hati, ia dikenal dekat dengan sosok-sosok seperti Cak Nur.

"Saya akan selalu ingat pendapat intelektual muslim Nurcholish Madjid (Cak nur) bahwa bentuk rasa syukur terbaik adalah kerja keras untuk kebaikan. Pendapat yang sama juga datang dari KH Said Aqil Siraj, Ketua umum PB NU dan KH Syukri, pimpinan pondok modern Gontor Ponorogo, bahwa puasa, kerja lebih keras dan menolong orang lain adalah tiga bentuk bersyukur yang paling tinggi," seperti sebuah pernyataannya akan kiai-kiainya yang terekam dalam media merdeka.com.

Selain itu, Jawa Pos merupakan salah satu media yang gencar bekerja sama mempromosikan ajaran sesat JIL. Ulil Abshar Abdalla dan kawan-kawan sempat mengisi rubrik Kajian Utan Kayu di koran tersebut dengan pesan-pesan yang kental akan nuansa pluralisme dan de-islamisasi. “Akhirnya kami pilih nama Kajian Utan Kayu,” kata Ulil Abshar Abdalla pada majalah Gatra, edisi 03/08 (01/12/2008).



Selain itu yang tidak kalah meresahkan adalah keterlibatan Dahlan Iskan dalam organisasi freemason. Dalam situsnya, Lions club memajang foto Dahlan dalam posisi strategis organisasi Lions Club. Dalam diagram organisasi tersebut, entah bagaimana posisi hierarkinya, yang jelas ditengah banyaknya etnis tionghoa di diagram tersebut, Dahlan Iskan berada di pucuk atas dengan embel-embel president.

Pedulilah Akan Akidah Wahai Para Aktivis

Hingga akhirnya, sebagai aktivis Islam, dari manapun golongannya, hendaknya peduli kepada akidah dan keimanan seseorang. Jangan sampai salah memilih panutan dan idola. Serta sebuah tindakan yang salah kaprah ketika membangga-banggakan dan membela orang-orang macam ini. Tidak dipungkiri mereka yang telah disebutkan diatas merupakan orang jenius, tetapi keberadaan orang-orang seperti mereka merupakan fitnah dan cobaan bagi kaum muslimin. Sehingga tidak mungkin mengabaikan kekafiran dan kejanggalan akidah seseorang, meskipun orang-orang tersebut pintar dan cerdas.

Belum juga kasus-kasus lain, seperti ritual musyrik kala Jokowi memandikan mobil esemka, kasus-kasus seperti ini harus menjadi perhatian dari kaum muslimin. Apalagi banyak aktivis dan thullab Islam serta mengaku membela-bela Palestina dan negeri-negeri yang dijajah lainnya, tetapi secara sadar atau tidak telah membela dan menyanjung-nyanjung mereka-mereka yang bergandengan tangan dengan orang kafir yang telah dilaknat sebagai anak cucu babi dan kera.


http://www.shoutussalam.com/read/in-depth/12737/di-balik-pencitraan-dahlan-iskan-dan-jokowi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.