Selasa, 12 Februari 2013

Kisah Islami: Pemuda yang Memiliki Dua Potong Kain, Abdullah Dzul Bajadain



 Oleh : A. D. Chandra
Baru saja saya merampungkan membaca bab kedua dari buku “Dengarkan Suara hati” karya ‘Amru Khalid. Di sana saya temui sebuah kisah yang sangat menyentuh hati tentang keistiqomahan seorang sahabat Rasulullah dalam menjalankan agamanya. Namanya adalah Abdullah Dzul Bajadain (artinya: yang memiliki dua potong kain), itu merupakan nama pemberian Rasulullah. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Uza al Mazani. Ia berasal dari sebuah kabilah Mazaniah yang terletak di antara Mekah dan Madinah.

Ia telah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya sejak masih kecil, karena itulah ia tinggal bersama pamannya. Sang paman adalah orang yang sangat kaya. Banyak harta yang telah dikeluarkannya untuk membiayai Abdul Uza. Ketika ia berumur 16 tahun, ia hidup bergelimang harta. Sampai-sampai ia hanya mau mengenakan pakaian buatan luar. Ia pun memiliki 2 ekor kuda yang selalu dipakainya bergantian. Tapi sayang sekali, ia dan kaum bangsanya masih menyembah berhala.
Suatu saat ketika ia sedang melakukan perjalanan, ia bertemu dengan para Muhajirin. Ia pun melakukan perbincangan dengan mereka dan setelah perbincangan itulah, akhirnya ia pun sadar dan memutuskan untuk memeluk agama Islam. Keadaannya pun berubah. Setiap kali melihat ada sahabat yang berhijrah dari Mekah dan Madinah, ia berlari dan mengikutinya seraya berkata, “Tunggulah aku sampai aku mendengar dari kalian Al Quran. Aku ingin menghapal satu ayat baru dari kalian.” Bayangkan bagaimana tekadnya untuk menuntut ilmu agama lebih dalam, di saat para sahabat merasa jiwanya terancam serta ketakutan akan adanya mata-mata kaum Quraisy. Dalam pikiran Abdul Uza saat itu hanyalah ingin mendekatkan diri kepada Allah saja.

Akhirnya ada seorang sahabat yang berkata, “Mengapa engkau menunggu di negerimu (Mekah) untuk pergi hijrah ke Madiah?”. Ia pun menjawab bahwa ia tidak akan berhijrah kecuali setelah ia mengambil tangan pamannya untuk menjemput sebuah hidayah.

Ia pun menetap dalam kabilahnya selama 3 tahun. Ia tetap berpegang teguh pada agama Islam walaupun seluruh kaumnya jauh dari ketaatan dan menyembah berhala. Selama 3 tahun lamanya ia memaksakan diri untuk tetap istiqomah. Apabila ia ingin beribadah kepada Allah maka ia akan pergi keluar dari kaumnya ke tengah-tengah padang pasir. Selama ini ia menyembunyikan keislamannya dari hadapan orang-orang.
Setiap hari ia pergi menemui pamannya seraya berkata’ “Wahai Pamanku, aku mendengar b ahwa ada seorang lelaki bernama Muhammad yang berkata ini dan itu”. Kemudian ia pun membacakan ayat-ayat al Quran di hadapan sang Paman. Namun pamannya malah mencercanya habis-habisan. Selama 3 tahun itu, ia mengalami masa yang berat. Akhirnya kesabarannya pun sampai pada puncaknya.

Ia pun menemui pamannya dan berkata, “ Wahai Paman, aku lebih memilih Rasulullah daripada Engkau. Aku tidak dapat berpisah dengannya. Aku memberitahumu bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusannya. Aku berhijrah kepadanya. Jika engkau mau pergi bersamaku, aku akan menjadi orang yang paling bahagia.”
Pamannya pun menjawab, “Jika kau mengabaikan semuanya selain Islam, maka aku akan mengharamkan semua yang menjadi milikmu.

Ia menjawab, “Wahai Paman, berbuatlah sesukamu, karena aku lebih memilih Allah dan Rasul-Nya.”
Pamannya pun melakukan hal yang tidak dapat dipercaya, “Kalau kau tetap memaksa, maka aku akan mengharamkanmu hingga baju yang melekat di badanmu itu.” Pamannya pun berdiri dan menggunting bajunya. Abdul Uza pun hampir seperti orang yang telanjang. Ia pun tetap keluar dengan kondisi seperti itu. Saat keluar ia menemukan selembar kain wol dan membaginya menjadi 2 bagian, lalu memakainya seperti kain ihram.

Ia pun kemudian berhijrah dan menemui Rasulullah untuk pertama kalinya. Sungguh tidak bisa dibayangkan betapa besar keistiqomahannya kepada Rasulullah sekalipun ia tidak pernah bertemu dengannya. Rasulullah pun bertanya, “Siapakah Anda?’
“Aku adalah Abdul Uza”
Rasulullah pun kembali bertanya, “Mengapa kamu berpakaian seperti ini?”
Ia menjawab, “Pamanku telah berbuat ini kepadaku. Aku telah memilih engkau, wahai Rasulullah dan bersabar selama 3 tahun lamanya, hingga aku bisa datang kepadamu dalam keadaan istiqomah (tetap) taat kepada Allah.”
“Benarkah kau telah melakukan hal itu?”, kata Rasulullah.
“Benar wahai Rasulullah.”
“Mulai hari ini engkau bukanlah Abdul Uza, engkau adalah Abdullah Dzul Bajadain. Allah telah mengganti 2 kain itu dengan tempat tinggal dan kain di dalam surga, yang dapat engkau pakai kapan pun engkau suka dan dapat kau gunakan kapan pun engkau suka.”
Semenjak saat itu ia ikut berjuang bersama Rasulullah, hingga syahid dalam perang Tabuk pada usia 23 tahun.

Ibnu Mas’ud menceritakan hari dimana Abdul Uza wafat. Ia berkata, “ Aku tidur dalam cuaca yang sangat dingin dan dalam keadaan takut akan pekatnya malam. Aku mendengar suara orang yang menggali tanah dan menjadi heran dibuatnya. ‘Siapakah yang menggali tanah malam-malam begini dan dalam cuaca yang sangat dingin?’ Akupun melihat pada tempat tidur Rasulullah dan tidak mendapatkan beliau di sana, Lalu aku melihat tempat tidur Umar, aku juga tidak menemukannya. Kualihkan pandanganku ke tempat tidur Abu Bakar dan aku tidak menemukannya juga.
Aku pun keluar dan melihat Abu Bakar dan Umar sedang memegang lilin, sedangkan Rasulullah sedang menggali tanah. Aku datang kepada beliau dan berkata, “Apa yang engkau lakukan wahai Rasulullah?”
Beliau mengangkat kepalanya ke arahku dengan kedua mata yang dipenuhi dengan air mata, “Saudaramu Dzul Bajadain telah meninggal.”
Aku berpaling kepada Umar dan Abu Bakar dan berkata, “Mengapa kalian biarkan Rasulullah menggali sendiri, sedang kalian hanya berdiri saja?.”
Abu Bakar menjawab, “Rasulullah sendiri yang ingin menggali kuburannya (Abdullah)”
Lalu Nabi mengulurkan tangannya ke arah Abu Bakar dan Umar, “Berikanlah kepadaku (jenazah) saudaramu itu.”
Lalu Nabi berkata, “Hantarkanlah kepergian saudaramu dengan doa karena sesungguhnya ia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya”
Rasulullah pun meletakkan jasad itu ke dalam kubur dengan kedua tangannya sendiri. Air mata beliau pun jatuh membasahi kain kafan Abdullah Dzul Bajadain. Beliau lalu mengangkat tangannya ke arah langit sambil berdoa, “Ya Allah Aku bersaksi kepada Engkau, bahwa aku telah meridhai Dzul Bajadain, maka ridhailah ia.”
Rasulullah pun menguburkannya dengan kedua tangannya yang mulia dan berkata, “Ya Allah, rahmatilah dia karena ia telah membaca Al Qur’an atas dasar cinta kepada Rasulullah SAW.’
***
Sungguh beliau adalah salah satu sahabat yang patut kita teladani. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari kisah tersebut dan bisa bersama-sama memperbaiki keimanan kita yang masih lemah ini. Semoga kita bisa menjadi golongan orang-orang yang di ridhai oleh Allah dan RasulNya.(kompasiana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.