Minggu, 19 Agustus 2012

Anekdot: MUDIK



 

Kalau kita cermati, acara lebaran dan mudik yang menjadi ritual tahunan ini berlangsung benar-benar dahsyat. Setidaknya, meski pemerintah hanya menetapkan libur resmi dua hari (seperti tertera pada kalender), tapi dalam kenyataannya nyaris libur mudik lebaran ini bisa sampai setengah bulan. Sejak H-7 sudah terjadi arus mudik, dan masih ada arus balik setidaknya sampai H+7.

Kita tidak bisa membayangkan kalau lebaran dan mudik itu benar-benar hanya diberi jatah 2 hari libur secara ketat. Mungkin akan terjadi cheos dan revolusi massal. 
Pemerintah dan negara sama sekali tidak berdaya untuk menghambat satu hajatan besar umat Islam ini. Justru yang terjadi malah ikut-ikutan dibuat repot. Hampir semua perangkat negara ikut sibuk mengurus hari raya umat Islam ini.

Jauh-jauh hari, dinas PU sudah dibikin pusing untuk memperbaiki jalan (atau malah bahagia karena dapat proyek?). Kementerian perhubungan juga sibuk mengatur arus lalu lintas. Kementerian Agama sudah pasti yang paling sibuk. Kementerian Keuangan juga tidak kalah sibuknya.

Dan yang paling sibuk adalah bapak-bapak polisi, yang konon tidak boleh cuti selama lebaran dan musik arus mudik dan arus balik.

Jelas dan pasti bahwa uang negara pun banyak keluar untuk kepentingan mudik. Bahkan mobil-mobil dinas pun ikut terpakai juga, meski pun sekedar untuk mudik keluarga ke kampungnya, dengan biaya serta resiko ditanggung oleh yang bersangkutan. Tetapi mobil dinas itu tetap saja aset negara.

Padahal, kalau kita runut ke dalam kajian syariah, mudik lebaran yang gegap gempita itu justru tidak wajib-wajib amat. Malah sebenarnya tidak ada satu pun ayat atau hadits yang secara spesifik memerintahkannya.

Kita tidak menemukan sepotong hadits pun yang misalnya berbunyi : Wahai umatku, bila Ramadhan hampir usai, jangan lupa mudik, karena mudik itu berkah.

Jangankan hadits dhaif, hadits palsu pun juga tidak kita temukan selama ini, yang isinya perintah atau anjuran untuk mudik lebaran.

Dan dalam kenyataannya, selama merantau di Madinah 10 tahun, Rasulullah SAW belum pernah 'mudik' ke Mekkah pas Lebaran, sebagaimana mudik yang kita kenal sekarang.

Tetapi memang begitulah, mudik sudah menjadi hajatan bersama umat Islam di Indonesia. Dan tidak ada satu pun kekuatan yang bisa menghalangi fenomena mudik.

Bahkan meski umat Islam terpecah dalam penetapan awal Ramadhan dan lebaran, tetapi urusan mudik rasanya sudah menjadi 'ijma' yang semua sepakat bulat tentang keharusannya. Semua mazhab, kelompok, ormas, aliran, ajaran, partai, dan elemen umat kompak untuk mudik.

NU dan Muhammdiyah yang mewakili dua kelompok besar umat Islam dan kalau tarawih suka berbeda bilangan rakaatnya, tapi kalau sudah bicara tenang keharusan mudik, mereka jadi akur, dalam arti sama-sama jadi pendukung fanatik mudik.

Bahkan kalangan salafi yang sebenarnya juga terdiri dari banyak aliran pun sepakat pada saat lebaran pada mudik semua. Saya belum mendengar ada tokoh salafi, dari kelompok mana pun, yang berfatwa bahwa mudik itu haram atau bid'ah dhalalah. Padahal mudik itu termasuk perbuatan yang tidak pernah dipraktekkan oleh Rasulullah. Biasanya mereka berkata, kalau lah suatu amal itu baik, seharusnya ada contoh dari beliau SAW.

Tapi khusus untuk mudik yang tidak ada contoh amal dari beliau SAW, barangkali ada pengecualian atau bagaimana, wallahu a'lam.

Kalangan JIL yang liberal yang suka usil mengoprek syariah, nampaknya juga kompak mendukung mudik. Biasanya mereka suka mengubah-ubah isi perut syariah, sehingga membuat umat Islam mual dan kesal. Tetapi khusus untuk mudik, mereka kelihatannya ikut berjamaah.

Kalangan aliran sesat pun nampaknya ikut mendukung mudik. Bahkan mereka yang jatuh cinta kepada ahlul bait dan suka mengkafirkan Aisyah radhiyallahuanha serta para shahabat lainnya, khusus untuk mudik, mereka tidak berbeda dan ikut aktif mudik juga. Semua bersatu dalam mudik. Sungguh luar biasa mudik itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.