Kamis, 16 Agustus 2012

Akhirnya, PKS Dukung Foke!


partai keadilan sejahteraDiantara kenikmatan menjelang dan diakhir Ramadhan ini adalah banyak berbagai hal tak terduga dalam berbagai eskalasi perpolitikan di Indonesia. Mulai dari kemenangan kader PKS Misbakhun dalam memperjuangkan kebenaran atas haknya yang terzhalimi hingga manuver politik PKS yang ternyata tetap saja menjadi buruan awak media. Sekali lagi, PKS ternyata memang sangat pintar dalam memainkan perannya hingga membuat media semakin “cinta” terhadap berita update tentang PKS.

Mungkin ada beberapa orang yang shock dengan keputusan PKS karena mendukung Foke dalam putaran kedua pemilihan Cagub DKI Jakarta, hingga mereka harus memaki-maki PKS dengan bersuka cita. Tentu hal ini sudah biasa, karena memang PKS tak akan pernah indah dimata para pendengkinya. Setiap gerakan PKS yang tidak sesuai dengan pendengki, tentu mereka wajib “melibas” PKS dengan berbagai makian dan hujatan. Ibaratnya ada beberapa moment terbaik dalam sebuah waktu yang indah untuk menghujat dan memaki PKS. Itu yang mungkin dirasakan oleh para pembenci PKS!
Sebenarnya saya tidak ingin membahas masalah PKS memilih siapa dalam pemilukada putaran kedua Cagub DKI Jakarta. Tetapi karena banyak berseliweran di dunia maya utamanya di media sosial mengenai orang-orang yang selalu mempertanyakan pilihan PKS kepada Foke dan sedikit bumbu-bumbu “cintanya” kepada PKS, akhirnya saya juga tertarik untuk membahasnya. Sekali lagi akhirnya, PKS pintar memainkan peran medianya yang terus dijadikan buah bibir setiap orang, baik yang pro maupun yang kontra. Hal ini mungkin yang belum dipahami banyak orang. Dalam prinsip hubungan masyarakat mengenai iklan, sebuah iklan yang terus menjadi buah bibir perbincangan malah akan semakin laku produknya di masyarakat. Jadi mestinya kader PKS berterima kasih oleh para pembenci PKS, karena ada waktu luang dalam menjelaskan mengenai PKS kepada masyarakat atas berbagai kata “cinta” dari para pendengkinya. Karena ini sama dengan mempromosikan PKS, tetapi tetap harus dengan santun jika sudah mengarah ke perdebatan sebaiknya ditinggalkan saja, tetap “beriklan” dengan santun.

Banyak orang yang tidak benar-benar mengenal PKS, yah tidak mengenal! Ibaratnya mereka selalu mengkait-kaitkan PKS dengan Islam versi yang mereka pahami sendiri. Sedangkan tafsir politik Islam versi PKS adalah rujukan yang sangat boleh jadi tidak dikenal oleh banyak kalangan.

Secara garis besar, seorang Cagub DKI dari PKS Ustad Hidayat Nur Wahid (HNW) merupakan figur utama yang sebenarnya mengakar kuat dibenak setiap kader PKS. Karena keshalehan, kesederhanaan serta kematangan dalam berpolitik itulah yang menjadikan PKS benar-benar kaya dengan para politikus Islam yang handal dalam peran politik mereka masing-masing.

Peran Ustad HNW tak lain hanya sekedar Cagub DKI Jakarta, dan beliau merupakan salah satu anggota dari Dewan Syuro PKS yang didalamnya terdapat 99 orang dari seluruh pimpinan yang mempunyai kemampuan syariah Islam didalamnya. Dari 99 kita akan banyak menemukan pimpinan PKS dari berbagai daerah yang ternyata mereka adalah para lulusan sarjana Timur Tengah, dari mulai Lc (S1) hingga Doktor dibidang ilmu Islam. Dari berbagai ahli agama di PKS inilah ketika berkumpul maka akan banyak ide-ide yang muncul, segar dan akan tetap sesuai dengan koridor-koridor Islam.

Nah karena banyak orang yang mengerti agama Islam di PKS, karena itulah PKS akan susah sekali menentukan pilihan politik dengan cepat. Perlu waktu untuk mengambil keputusan, perlu waktu untuk mendapatkan berbagai pandangan dari 99 anggota dewan Syuro dan perlu waktu untuk melakukan shalat Istikhoroh dalam mengambil keputusan masing-masing anggotanya.

Inilah bedanya PKS dengan beberapa partai yang lain, PKS masih mengedepankan ideologinya yang sudah jelas berporos pada Islam.

Beberapa analis atau pengamat politik pernah mengatakan bahwa PKS akan merapatkan dukungannya kepada Jokowi, lantaran ada kedekatan antara PKS dengan Jokowi di Solo. Inilah skema politik yang ternyata masih belum banyak diketahui oleh para analis atau pengamat politik kepada PKS.

Proporsi dukungan PKS semestinya dilihat dari kedekatan ideologi empirisnya bukan bukan skema anggapan PKS sudah pragmatis ketika mendukung Foke lantaran ia adalah calon Incumbent yang berpeluang menang.

Padahal, jika ditilik lebih jauh bukankah Foke itulah yang sering membuat PKS “gerah” atas sikap para pendukungnya dalam pilkada di putaran awal? Tentu jika melihat nilai pragmatis PKS bukan mendukung Foke tetapi mendukung Jokowi. Karena Jokowi pemenang pertama di pemilukada DKI Jakarta, peluang menang sudah terlihat jelas berada pada Jokowi apalagi ditambah dengan 11 persen dari suara PKS. Paling tidak Jokowi sudah bisa dikatakan pemenang secara devacto (sebelum pilkada putaran kedua) jika PKS mendukung Jokowi. Tetapi sekali lagi, ini membuktikan bahwa PKS tidak mengambil keputusan dengan pragmatis. Apalagi Foke sering menyakiti PKS dan Cagubnya di putaran awal Pilkada DKI Jakarta akan sangat kuat (prasangka) para pengamat politik bahwa PKS akan mendukung Jokowi.

    “Kasus-kasus hubungan politik tidak akan terselesaikan lewat cara-cara emosional”

Tetapi tidak bagi PKS, PKS bukan kumpulan orang-orang pendendam politik. Tentu ada nilai ideologi yang sudah jelas terlihat dalam pengambilan keputusan ketika PKS merapat ke Foke. Seandainya ada dua pilihan antara Foke yang mempunyai wakil non-muslim dan Jokowi juga mempunyai wakil non-muslim tentu saya yakin PKS lebih merapat kepada Jokowi, lantaran Jokowi mempunyai kedekatan gerak dengan PKS.

Ini sama juga ketika seandainya Foke mempunyai wakil beragama Islam dan Jokowi pun sama mempunyai wakil beragama Islam, maka tentu PKS akan lebih memilih Jokowi karena pandangan kedua hal, antara ideologi dan persamaan gerak dalam perpolitikan. Tetapi sekali lagi, PKS adalah partai Islam tentu nilai akhidah yang lebih dulu ditanamkan dalam memilih seorang pemimpin. Jika masih ada dua-duanya (wakilnya) muslim maka pastilah itulah yang dipilihnya. Jika tidak maka harus memilih pemimpin yang masih ada nilai kemaslahatan untuk umat Islam, hal ini karena memilih pemimpin itu hukumnya sudah masuk kewajiban dalam agama Islam.

Menentukan sebuah pilihan adalah hal yang wajar dalam alam demokrasi ini. Setiap orang dan partai mempunyai kebebasan memilih siapa yang akan didukungnya dan siapa yang tidak. Ini pilihan politik yang tentunya setiap orang harus menghormatinya. Akan sangat kurang kedewasaan diri ketika ada orang menilai pilihan politik orang lain sedangkan ia juga memilih pilihan politiknya sendiri, padahal sudah jelas kebebasan demokrasi dalam berbagai pilihan adalah hal yang wajar.

Kita juga tidak perlu merasa Jokowi itu orang yang paling berjasa, berbagai sisi negatif Jokowi juga banyak jika ingin disebutkan satu persatu. Ibaratnya, Jokowi atau Foke sama-sama mempunyai sisi negatif masing-masing. Tetapi menurut takaran seorang beriman tentu dari sisi negatif yang diambil adalah masalah yang utama adalah dari sisi akhidahnya. Di Solo pun Jokowi belum mampu membenahi bawahannya dengan baik. Banyak catatan warga Solo kepada Jokowi juga, tentunya sangat tidak arif jika Jokowi meninggalkan kepemimpinannya di Solo hanya untuk maju di Pilgub DKI yang ternyata masih banyak catatan negatif diwilayahnya sendiri.

Dan hal yang kedua adalah PKS dengan Jokowi telah mempunyai kedekatan dan hubungan yang baik, tetapi PKS belum mempunyai kedekatan yang baik dengan Foke. Hal inilah seorang Syaikh berkata:

    “geraakan mana pun yang tidak mampu merangkul unsur-unsurnya yang baru maka dapat dipastikan nantinya akan retak dan terpecah menjadi kelompok-kelompok yang banyak” (Syaikh Al Ghadban).

Kader PKS Tak Nyoblos Foke?

Sekali lagi, banyak pengamat politik yang masih tak mampu mengenali PKS. Mereka hanya mengenali PKS pada tataran survey yang mereka yakini kebenarannya. Kita meyakini bahwa jumlah suara yang sekitar 11 persen dari pendukung Ustad HNW merupakan sebagian besar adalah kader PKS.

Apakah setiap pengamat politik lupa bahwa kader PKS itu dikenal dengan ketaatannya kepada para pemimpinnya. Kebanyakan memang kita tidak memungkiri bahwa kader PKS itu orang-orang yang terpelajar, dari tingkat inilah banyak kader PKS yang memahami makna Islam dengan jelas.

Kita tidak memungkiri berbagai argumentasi silih berganti kader PKS dalam beropini diberbagai media sosial, tentang dukungannya kepada salah satu pihak. Bahkan ada juga banyak yang mendukung Jokowi. Tetapi berbagai opini akan selesai ketika keputusan sudah ditetapkan. Maka itulah sebuah keputusan yang mesti harus dilaksanakan kepada seluruh kader PKS. Hal ini kader PKS mengamalkan sebagaimana hadits,

    “Hendaklah kamu mendengar, patuh dan taat (kepada pemimpinmu), dalam masa kesenangan (kemudahan dan kelapangan), dalam kesulitan dan kesempitan, dalam kegiatanmu dan di saat mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan sekalipun keadaan itu merugikan kepentinganmu.” (HR. Muslim dan An-Nasaa’i).

Wilayah ketaatan kader PKS ini adalah wilayah ideologi, wilayah akhidah Islam yang ia merupakan satu cakupan dari kebijakan partai itu sendiri.

    “Sering kali gerakan Islam tidak memperoleh kemenangan dalam pertempuran-pertempuran justru ketika dia tidak mampu mengendalikan para aktivisnya” (Syaikh Al Ghadban).

Hal-hal seperti inilah yang sudah ada dibenak para kader PKS, tentu jikalau ia seorang kader maka nilai ketaatan itu adalah aplikasi dari apa yang dia dapatkan pada setiap kajian pekanan di PKS itu sendiri. Nilai ketaatan kader PKS adalah awal memupuk keyakinan untuk tetap mempertahankan kepercayaan kepada para qiyadah (pemimipin) PKS. Ini tentu berbeda dengan partai yang lain, karena nilai ketaatan mereka dibangun bukan dari loyalitas kedekatan ideologi tetapi hanya kedekatan persamaan tujuan yang bukan menjadi kekuatan keyakinan itu sendiri. Sehingga kader-kader partai lain akan gampang memecahkan dirinya jika tidak sesuai dengan prinsip masing-masing. Dan ini sekali lagi berbeda!

Yah, terakhir kali akan menjadi sangat menarik ketika kita menyimak tulisan Syaik Munir Al Ghadban yang berkata:

    Kalau kita hanya memperturutkan dorongan-dorongan perasaan pada saat melaksanakan program pengajaran umum dalam berdakwah, bisa jadi kita akan sering menggunakan slogan “Para penguasa yang memerintah dengan selain syariat Allah, wajib dibinasakan!”

    Tetapi keagungan Islam justru terletak pada upaya membujuk hati para penguasa itu dan mengubah cara berpikir mereka sesuai dengan petunjuk Islam.

Wallahu’alam.

Oleh: Abu Jaisy

SUMBER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.